Meteor

378 13 13
                                    

Dylan sudah pulang beberapa hari yang lalu. jangan tanya reaksiku bagaimana waktu aku menyambut kedatangannya, aku berlari dan melompat seperti anak kecil yang menantikan orang tuanya. sungguh ! konyol jika itu diingat kembali. Dan bagaimana reaksi Dylan Melihatku seperti itu di depan umum ? dia hanya tersenyum. Kuulangi. Dia hanya. Tersenyum ! apakah dia malu ? aku pun tak tahu. kalian mungin mengira aku melebih-lebihkan. tapi sungguh, setelah ia tersenyum seperti itu dengan cara yang manis. ia memelukku hangat. dan seperti biasa, aku meleleh dan siap untuk mencair kapan saja.

aku berencana memberikan kejutan makan malam padanya setelah pekerjaanku di kantor selesai. aku akan ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan. aku mencari resep resep di internet untuk membantu memilih apa yang akanku masak nanti sambil mengetuk ngetukan jari tak sabar, dan akhirnya aku tahu apa yang akanku masak.

seseorang memanggilku, dan aku pun langsung mengadahkan wajah untuk melihat siapa.

"kau mau ikut kami untuk makan malam bersama ?" tanya Nova, salah satu teman dekatku di kantor ini.

Dengan segera aku memasang wajah menyesal. " maafkan aku, sepertinya tidak untuk malam ini. aku punya janji dengan tunanganku. "

Nova hanya tersenyum " baiklah. hanya malam ini. oke ? jika kau menolak lagi ajakan kami. habislah kau" katanya sambil tertawa

"baiklah. aku berjanji. hanya malam ini. jika aku menolak lagi ajakanmu, silahkan ikat aku dan bawa aku kemanapun kau pergi" kataku membalas candaan Nova. Ia sudah berada di mejanya lagi.

aku membereskan barang-barangku lalu bergegas pergi setelah menyapa teman-temanku yang lain seraya meminta maaf dan menuju mobilku.

***

sesampainya aku disupermarket, aku mulai melihat daftar bahan yang sudah kubuat tadi. hanya untuk berjaga-jaga jika aku lupa. aku pernah berbelanja bahan masakan bersama Dylan ketika kami masih kuliah dulu. situasi saat itu memang sangat berbeda jika dibandingkan dengan sekarang. saat itu Dylan tidak sesibuk saat ini, masih banyak waktu untuk bertemu denganku.

aku sedang berada di bagian sayuran untuk mengambil beberapa bahan, ketika seorang pria menggendong anak kecilnya sambil bertanya anak itu ingin mengambil apa. Anak kecil itu terlihat ingin sekali menggapai salah satu sayuran didepannya, setelah beberapa lama tangan mungilnya kedinginan ia langsung menarik dan memeluk menggunakan tangan yang lain. lucu sekali.

membayangkan jika Dylan yang menggendong anak kami sambil beberapa kali tertawa membuat hatiku mencelos. aku ingin bertemu dengannya. dengan segera aku mengambil bahan-bahan yang lain dan membayarnya

***

disinilah aku. di depan pintu apartemen Dylan. aku ingat betul jadwal kerjanya yang hari ini biasanya ia sedang berada di kantor sampai larut malam karena rapat dengan rekan-rekannya sesama pebisnis. aku memegang semua belanjaan dengan tangan kiriku untuk membebaskan tanganku yang sebelahnya untuk memencet tombol pin.

kau hafal pin apartemen tunanganmu ? tentu saja ! aku bahkan pernah kesini diam diam hanya untuk sekedar menaruh kejutan untuknya, aku memencet tombol itu satu persatu dengan pelan dan terbuka.

aku memasuki ruangan luas itu, apartemen Dylan bersih tanpa cela. dia memang tidak menyukai benda tercecer dimana-mana. harum ruangan itu sama persis ketika ia pertama kali memasuki ruangan ini bersama Dylan dulu

Memulai dengan menapakan kakiku dilantai yang dingin ini, memasuki dapur dan mulai menyalakan kompor. aku memilah milah bahan yang akan ku masukan ke wajan yang mulai memanas. setelah berapa bahan dimasukan aku tinggal menunggu matangnya masakanku. Menyiapkan makanan sudah tak asing untukku, dengan piring yang aku tahu keberadaannya, meletakan isi makanan yang ada di wajan dan siap disajikan. Aku melihat jam, 9.45 malam.  mungkin sebentar lagi Dylan pulang. Sambil menunggu dan menuntaskan rasa penasaran pada tempat yang baru aku kunjungi setelah sekian lama, mengelilingi apartemen Dylan adalah tujuan sampingan yang tersembunyi

kubuka pintu kamar Dylan yang aku hafal juga letaknya. Kamarnya rapi, banyak lukisan yang pasti harganya selangit. Warna cokelat mendominasi ruangan ini. Ruangan yang sama harumnya dengan penghuninya. Aku memasuki kamar pelan-pelan, tak butuh waktu lama untuk melihat foto kami disana.

Setelah puas melihat bagian dari kamar Dylan aku keluar untuk melihat ruangan lain. Setelah ruang pakaian dan ruang tv tersinggah, aku mulai menuju kelantai dua tempat dimana kamar masa depanku dan Dylan. Kamar itu terlalu besar sehingga Dylan tidak menempatinya sekarang. Ia juga bilang bahwa kamar itu memang khusus disiapkan untuk kami berdua nanti.

sekilas bayangan kami tidur bersama seorang bayi dikamar sana membuatku darahku berdesir. Astaga, tidak bisakah waktu berjalan dengan cepat ?

aku menyentuh gagang pintu ini dan membukanya.

***

Hal yang pertama kali kulihat dalam kegelapan adalah pakaian yang berceceran. tungu, tidak biasanya Dylan tidur disini. Dengan keadaan berantakan pula. Dengan heran aku menghampiri stopkontak dan menyalakan lampu.

Yang aku liat pertama kali dua pasang kemeja putih berukuran sama tergeletak begitu saja dilantai. Pakaian yang berceceran itu seperti jejak yang menunjukan arah ke atas kasur. Aku melihat laki laki berambut hitam berantakan disana. Sedang memeluk sesuatu. Atau seseorang. Entah keberanian apa yang merasukiku. Aku mulai melangkahkan kaki dengan gontainya.

"Hmm.. Sayang. Kau kan tahu aku tidak suka tidur dikeadaan terang. Tolong matikan" pinta seorang wanita yang diatas kasur itu sambil menggeliat.

Sepertinya wanita itu terganggu dengan adanya sinar lampu. Aku seperti mengenali wanita sialan itu. Wanita itu sepertinya memang benar benar terganggu dengan adanya sinar lampu yang mendadak menghujani mereka. Ia mengadahkan tubuhnya untuk melihat sekitar sambil mengerjapkan matanya. Tapi Dylan yang lebih dulu bangkit dari tidurnya.

Dan aku tercekat

"Teresa.." panggilnya parau
"Se.. sedang apa kau ?" Katanya, matanya memang merasa bersalah.
"Aku.. kami.. bisa menjelaskan. Ini tidak seperti yang kau pikirkan" Dylan bersuara serak. klasik bukan ?

Aku tidak mengubris dan benar benar terdiam sekarang. Menyaksikan wanita itu bangkit dari tidurnya. Tidak mengenakan sehelai benang pun.
Oh astaga, dan wanita itu. Benar dugaanku.
Reva.
Adik perempuanku yang tersayang.
Ingatan foto Dylan di handphonenya membuat hatiku semakin sakit

"Kak.." panggil reva yang tak kalah parau

"Maaf sudah mengganggu waktu kalian" potongku.

"Dan semoga berbahagia"

Aku keluar dari kamar brengsek itu dengan mengayunkan keras pintu untuk menutupnya. melihat sesuatu yang sangat menyakitkan. Mataku mulai buram seiring tertampungnya air. Aku mencoba menahan tangisku sebisa mungkin sebelum keluar dari sini.

"Terresa, tunggu aku" panggil Dylan

Aku langsung berbalik cepat

"Jangan coba-coba dekati aku lagi, pria brengsek. Sudah cukup menjelaskan bukan ? KAU. TIDUR. DENGAN ADIK PEREMPUANKU ! KAU PRIA BIADAB !"

Aku langsung keluar dari apartemen itu  dengan membanting pintu dengan tangis yang tak tertahankan lagi. Aku segera masuk kedalam mobilku meninggalkan lokasi apartemen Dylan.

Setelah aku memarkirkan mobil ditempat yang entah berantah aku memutuskan untuk menangis kencang disana.

My Lovely SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang