Chapter VIII

68 11 5
                                    

Chapter VIII

Sekali lagi...

Semua yang ada dalam hatiku adalah kesungguhan

Semua ini adalah ketulusan

Dimana damai akan ku berikan tanpa pamrih untuk engkau yang aku harapkan

Bukan penghianatan seperti yang ia suguhkan

Sekali lagi...

Cintaku adalah ketulusan

@aisyadzahra

***

Khadijah POV

Sampai malam ini, aku merasakan hatiku hampir bernanah karena luka yang tersayat tidak terobati sedari awal. Tubuhku hampir serupa jenazah yang berbalut gaun burkat karena rohku pergi enggan menempati tubuhku yang dikhianati dan tanpa malu masih bertahan menyaksikan kebahagiaan pria itu. . Akankah ada?

Akankah ada? Seseorang yang datang dalam hidupku untuk menyelamatkan aku serta rela mengganggam tanganku membawaku keluar untuk berpetualang ke kehidupan baru yang bahagia meskipun tidak dengan kepercayaan yang serupa. Akankah ada hal seperti itu akan aku temui lagi setelah dikhianati? Bisakan seseorang menjawabnya? Bisakah seseorang yang membaca dan mendengar semua yang aku katakana ini memberitahuku apakah ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Wallahuállam... semoga Tuhan mendengarnya.

Di tengah keramaian, aku sengaja menyendiri dari semua kerumunan yang Syifa ciptakan. Aku hanya ingin mengkondisikan jiwa dan tubuhku agar bisa berkompromi tegak lebih lama lagi, sengaja memaksa untuk kuat dan tidak rapuh.

Aku menghembuskan nafas dengan amat berat, untuk meringankan beban sejenak meskipun hanya ketenangan sesaat yang aku dapat. Masih dengan helaan nafas yang berat, mataku menatap kearah langit yang sudah menggelap membawa isyarat jika aku berhasil melewati semua kenyataan pahit ini dengan sempurna.

''Huh....'' Nafasku terdengar lebih berat dan menyedihkan dari sebelumnya.

Aku ingin menangis, tapi malu terutama pada Husain yang justru hari ini berbahagia. Rasanya sangat tidak adil jika aku menangis.

''Huh!!!!'' sesekali aku berteriak menahan tangis.

Dadaku sesak, tanpa aku jelaskan. Aku kira semua sudah merasakan bagimana sesaknya menahan tangis, menahan semua yang ingin dikatakan, menahan semua hal yang seharusnya di ungkapkan terlebih melihat sosok yang kita ctai, yang kita impikan untuk menjadi pendamping kehidupan kita justru meminang gadis lain, entah siapapun wanita yang ia nikahi pastinya aku tetap akan merasa dikhianati.

Sedangkan saat ini, aku merasa seperti ditikam dua kali di tempat yang sama. Husain menikamku untuk kepergiannya tanpa alasan yang jelas dan kedua dia menikam jantungku tepat dengan menikahi Syifa.

Allah...

''Bagaimana bisa serumit ini? Bagaimana aku bisa melupakan Husain jika kami terus bertemu.''

Kataku dengan jelas tak perduli akan ada selain aku yang mendengarnya, karena taman ini cukup sepi dan sudah menunjukan pukul 20.00 WIB. Kebetulan aku dan Amel akan menginap di Hotel yang Syifa sewakan untuk kami serta semua tamu undangan.

''Lupakan saja,"

''Iya, aku tau. Lantas bagaimana?!!'' jawabku cepat.

Setelah beberapa detik terdiam, aku baru sadar jika ada seseorang yang merespon pertanyaan atas diriku sendir dan tentunya bukan aku.

Lalu perlahan tapi pasti, aku mencoba menoleh ke arah kanan, kiri, dan ya belakang. Tepat di belakangku, aku menemukan Ahmad. Dosen di fakultas tempat aku belajar, sekaligus pria yang sudah beberapa kali aku temui juga sesekali menolongku di beberapa suasana.

Memejam SekejapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang