Chapter 5

391 8 0
                                    

Chapter V

Akan ku tuliskan cerita tentang hujan

Hujan pertama setelah aku telah bangun dalam kubur kepiluan

Hujan pertama yang kembali lagi, lagi dan lagi

Ini adalah tentang kepahitan harapan yang telah ku telan

Tuhan, pantaskah aku menjadi bagian dari kekasihmu setelah sebelumnya aku menyalahkan engkau untuk takdirku.

Pantaskah aku?

Aku tahu, aku tak akan pantas.

Aku mengerti tapi lihatlah dan perhatikanlah wahai Sang Khalik,

Jika akan tiba saatnya nanti aku akan hadir dipelukanmu semoga saja dalam keadaan bibirku bergetar menyebut kalimat tauhid untuk kesaksianku.

Rabb, bolehkah aku sedikit bercerita kembali padamu?

Cerita tentang hujan yang sama setelah semesta bergerak mengurangi waktu

Tentang kepalsuan tangis dan tawa yang serupa,

Dan tentang pelukan hangat yang sebenarnya dingin

Mengapa hujan dengan tanpa malu menangis tersedu terisak

Sementara aku menangis tersedu terisak hanya sebuah mimpi imajinasi semata

Mengapa hujan selalu memberikan rindu dan sendu

Dan mengapa sunyi hujan selalu melumat hatiku, mendorongku untuk menangis bersamanya

-Khadijah Syauqillah-

@aisyadzahra

"Qila!"

Panggil Ibu padaku dari lantai bawah, tepatnya ruang tamu dimana di sana banyak sekali kaligrafi dan ya banyak sekali adegan romantis. Aku segera bangkit dan menutup catatan harianku, bergegas menggunakan khimar dan turun kebawah.

Hari ini aku menulis tentang hujan pertama setelah diagnose rahasiaku, hujan pertama yang akan ku hitung sebagai awal dan akhir kembalinya Khadijah yang semula. Tubuhku telah sampai tepat di lantai bawah menapakan kaki pada keramik putih dingin,Ya tentu saja aku kembali melihat adegan romantis yang membuatku ingin tenggelam saja di lautan,

Aku juga pengen nikaaah, teriaku dalam batinku. Sudahlah tak apa,

Umar Syauqillah Arsyad, adik kecilku. Ku lihat dia hanya melirik abi dan umi tanpa minat. Dingin, ketus, dan otak jenius itulah gambaran tentang adiku, dia tampan seperti ayah. Sangat tampan, sampai-sampai aku lelah membaca semua surat dari para wanita tempatnya belajar. Biar bagaimanapun, cinta tidak pernah salah sekalipun ia datang untuk anaj-anak remaja seperti Umar.

"Ayahhhhh!!" Teriaku padanya,

Saat ini aku sudah di hadapan mereka dan lihat, ayah sama sekali tidak menatapku, dia fokus mendengarkan apa yang tengah ibukku ceritakan. Pikirku apa mereka belum puas pacaran sebelum aku lahir kedunia, ck ada-ada saja. Tapi aku sangat bersyukur, di tengah kesibukan mereka berbisnis untuk Aku dan Umar. Mereka selalu pulang tepat waktu dan tidak pernah meninggalkan kami untuk kepentingan mereka. Aku mencintai ayah dan ibuku, bahkan seluruh dunia dan isinya tidak akan bisa menggantikan posisi mereka dalam kehidupaku.

"Kenapa"

Kan, sudah ku katakan jika Ayahku begitu datar dan satu-satunya wanita yang mengerti Ayah adalah Ibuku. Allah benar-benar sangat adil, ayahku yang cukup dingin menikah dengan wanita sebaik dan selembut ibukku.

Memejam SekejapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang