07 - Just enjoy it

354 54 15
                                    

Selepas aku bertemu Jungkook sore tadi, aku memutuskan pulang dengan berjalan kaki. Hanya terus menelusuri pinggiran sungai yang menyenangkan. Para muda-mudi berbincang ria. Entah apa yang dibicarakan, yang aku tahu sekalipun topik itu tak begitu mengundang tawa, tetapi jika bersama dengan seseorang yang kita cintai akan terasa bahagia. Rasanya berbeda saja, jadi semua hal yang dilakukan bersamanya akan menyenangkan.

Andai Jimin berada di sampingku sekarang. Menemaniku bersama seraya menikmati semburat oranye yang tandangi hamparan semenjana tanpa awan. Cantik sekali. Hampir seluruhnya pudar dan berganti dengan gelap. Tidak apa-apa kalau sekarang tak bisa, mungkinkah di masa depan akan dilakukan? Yah. Semua masih segelap langit malam.

Omong-omong, aku lupa jika kemarin malam aku membawa hadiah untuk Jimin. Namun, aku tak tahu itu berada di mana sekarang. Aku melupakannya. Sepertinya aku melepasnya saat Taehyung menciumku waktu itu. Ah, tidak apa-apa. Aku akan membelinya lagi. Atau mungkin tidak perlu, sebab Jimin tak menantikan itu, kan?

Hadiahnya juga tak seberapa. Hanya sebuah jam tangan yang bukan berasal dari brand terkenal. Itu hanya jam biasa, namun hany ada satu jam tangan seperti itu, sebab aku memesannya di tempat yang bisa membeli jam sesuai keinginan kita sendiri. Makanya, jika kuingat, inisial Jimin tertera di balik tali jam itu. Jika ditemukan orang lain, pasti aku langsung mengenalinya.

Aku menghela napas berat. Mengapa hari sangat lamban berjalan? Pun selepas pertemuan tadi tak berjalan sesuai keinginan. Tadi, pukul 4 sore, kami masih duduk berdua di dalam sebuah kafe kecil.

Sebelum menjawab pertanyaanku di detik terakhir, jungkook menjeda jawabannya, menelusuri segala isi kepala hingga kesudutnya, jika barangkali dia menemukan jawaban. Tapi, yang keluar dari mulu pria itu sama sekali bukan yang aku inginkan.

"Aku tidak tahu. Aku tidak kenal dia." Jungkook menggeleng samar dengan raut yang nampak masih berpikir kali saja dia melewatkan celah sudut kepalanya yang berisi keping-keping ingatan.

Aku mendesah kecewa. "Kalau begitu, apa kau ingat bagaimana ciri-cirinya? Apakah dia pria? Atau wanita?"

"Ah, benar, dia wanita. Umurnya sekitar ... hampir setengah abad. Aku tak lihat wajahnya, dia memakai tudung juga kaca mata hitam yang menutupi semua pahatan wajahnya. Dia terlihat seperti orang yang berada. Nampak terlihat masih muda meski umurnya tak menjamin. Aku tidak tahu lagi, itu seingatku. Pasalnya, sudah tiga pekan berlalu sejak hari itu."

Wanita setengah abad, terlihat seperti orang kaya. Siapa? Siapa dia? Apa aku pernah bertemu seseorang dengan karakteristik seperti itu? Kalaupun pernah, untuk apa? Untuk apa dia melakukan itu? Aku benar-benar tak habis pikir. Seseorang tidak menyukaiku. Lantas apakah dia ada sangkut pautnya dengan kecelakaan hari itu?

"Aku tak ingin menuduh, tapi aku berpikir kalau dia ada sangkut pautnya dengan kecelakaan yang menimpamu. Menurutmu, untuk apa dia melakukan itu jika tak ingin ketahuan?" Jungkook berasumsi.

"Tapi, bagaimana caraku mengetahui siapa dia. Kau saja tidak memiliki potretnya."

Jungkook kembali mendesah pasrah. Tak ada jawaban meski kami terus berunding dalam waktu lama. Maka yang hanya bisa kami lakukan hanyalah berkutat dengan isi kepala yang hampir meledak.

Kecelakaan kala itu tak banyak diketahui, hanya beberapa dari orang terdekatku. Tidak sampai terendus berita apalagi kepolisian. Kami benar-benar menutupinya. Pun juga Jimin memutuskan untuk mengurung dendamnya bersamaku dengan sebuah pernikahan tanpa cinta.

Aku amat lega sebab pertanyaan terlintas di benakku. Semoga saja ada jawabannya.

"Jung, kau bertemu dengannya di mana?"

THEATRICAL ; PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang