20 - POV

130 13 5
                                    

Semua memang berjalan seperti hari-hari biasanya. Ketika ibunya menjanjikan hal yang tidak mungkin padanya. Dirinya memang tergiur, tetapi sisinya yang lain-ibunya mungkin tidak tahu, bahwasannya Taehyung yang ia lihat bukannya sebenar-benarnya dirinya. Saat itu Taehyung menerima begitu saja tawaran itu. Matanya berbinar ketika mendengar 'hadiahnya. "Kau akan mendapat Gyura sebagai balasannya." Baiklah Taehyung mengakui dirinya sendiri yang bodoh. Mau-mau saja menerima tanpa berpikir. Yah, mau bagaimana lagi, sudah gila cinta.

Dia tidak harus mengotori dua tangannya sendiri hanya untuk melawan takdir, kan? Taehyung yang saat itu sudah termanipulasi dengan apa yang dikatakan ibunya pulang ke apartemennya dengan rasa senang. Berpikir jika ini terlalu mudah. Dia tak berpikir bahwa mungkin jika wanita itu tahu, wanita itu pasti membencinya. Terlepas dari janji yang ibunya tawarkan, itu tidak ada hubungannya. Gyura tidak bodoh jika Taehyung mau berpikir lebih dalam lagi. Pun ibunya tidak punya kendali atas wanita itu. Ya. Seharusnya seperti itu.

Malam sebelum hari-H, Jungkook datang berkunjung. Seperti biasa. "Oi, Hyung." Sudah. Biasa saja. Taehyung sudah tahu mengenai siapa Jungkook dan mengapa dia selalu hadir mengintai rumah Jimin. Kerap kali dia datang, sosok laki-laki memakai jaket serta tudungnya untuk menutupi separuh wajahnya yang misterius. Awalnya lelaki itu tak peduli, tetapi semakin sering dia dapati Jungkook di sana itu memupuk rasa penasaran juga praduga buruk. Lantas untuk terakhir kali dia berganti menunggu si pemuda datang. Bersembunyi di balik mobilnya yang terparkir rapih di pinggir jalan.

"Hei kau!" Vokalnya kencang mampu mengagetkan Jungkook, membuat lelaki itu sontak berlari menjauh. Takut-takut tertangkap tatkala Taehyung juga berlari sama kencang dengannya. Taehyung benar-benar berpikir buruk saat itu. Kausa kalau tidak ada niat apa-apa dan bukan orang jahat, lantas mengapa Jungkook lari? Tetapi apakah ini salah dia juga? Dia lebih dulu berpikiran buruk dan berteriak seperti tengah memergoki maling. Deru napas naik turun. Persediaan udara di rongga dada mungkin sulit bertukar. Ketika kaki-kakinya cepat berlari mengisi kekosongan di tiap sudut jalan perumahan yang sunyi. Tiap-tiap rumah mewah yang tampak seperti tak berhuni.

"Hei berhenti!" Agaknya dia hampir menyerah jika saja di depan sana bukan jalan buntu. Membuat keduanya terpojok atau mungkin salah satunya. Taehyung membungkuk. Menaruh kedua telempap kemal karena keringat di kedua lututnya. Menopang tubuhnya. Mengatur jalur pernapasannya supaya lancar. Berbatuk-batuk kecil tatkala serdak-serdak itu mengisi lubang hidungnya. Taehyung mendekat, pangkas jarak pada seseorang di sudut yang punggungnya saling sapa pada tembok tinggi. Tangannya terangkat ingin membuka tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Ya. Taehyung sangat penasaran karena itu sejak tadi. Tetapi sebelum dia berhasil menyentuh tudung itu, si lelaki yang dimaksud membuka dengan sendirinya. Memperlihatkan wajah seorang laki-laki yang ketampanannya tidak mengirap meski pakaiannya biasa saja.

"J-jungkook?" Taehyung terkejut bukan main. Pasalnya dia tidak mengharapkan Jungkooklah yang ada di hadapannya.

"Halo, Hyung." Bocah itu malah memperlihatkan deretan gigi-gigi rapih serta dua gigi kelinci yang membuatnya tampak berbeda, tersenyum tanpa dosa pada Taehyung yang sedang mencerna keadaan.

•••

"Tunggu, j-jadi?" Lelaki itu tidak siap akan kenyataan yang menimpanya. Ini bukan berita baik juga bukan berita buruk. Bukan apa-apa, tetapi ini termasuk krusial.

"Ya, Hyung."

"Aku bahkan belum mengatakan apa yang aku simpulkan."

"Aku sudah tahu apa yang kau pikirkan. Ya. Jadi aku adalah adikmu. Lebih tepatnya adik tirimu."

"W-wah! Apa ini?" Taehyung tidak percaya. Dia melengak. Masih berdiri dengan dua tangannya yang berkacak pinggang, menyibak kanan kiri jas kantornya. Dia bahkan belum sempat melakukan apa-apa ketika sampai apartemen dengan menyeret Jungkook. Menginterogasi pemuda itu. Ia sudah menyiapkan banyak pertanyaan yang sudah ia catat di serebrumnya. Terutama yang paling dominan adalah; apa yang pemuda itu lakukan di depan rumah Jimin tiap harinya? Tetapi dia justru dapat fakta yang mampu mengguncang pertahanannya. Sungguh dia memainkan lidah di dalam araronya. Memutar bola mata tak percaya pada kelakuan ibunya. Bagaimana bisa ibunya menikah dan memiliki seorang anak tanpa pernah ia ketahui?

THEATRICAL ; PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang