11 - Nothing has changed

326 50 14
                                    

Sore ini aku tak tenang. Ada hal yang mengganggu serebrumku. Selepas kejadian beberapa jam tadi, semua sudah baik-baik saja, dan seharusnya aku juga sudah tak mengkhawatirkan apapun, tapi hatiku merasa masih ada yang tak benar-benar selesai?

Jimin datang begitu tiba-tiba. Mengapa dia datang di waktu yang tepat? Di saat aku mengharapkannya. Dan lagi, video yang ia perlihatkan di ponselnya tadi itu dari dekat, sementara aku sempat mengedar pandangan ke arah lain, tetapi tak dapati figur Jimin di sekitarnya. Hmm, mungkin ada, tapi itu bukan Jimin.

Ah, tapi bukan ini yang menjadi pemicu otakku tak tenang. Aku merasa aneh pada penjelasan Mina. Tentang foto bunga yang berada di ponselnya ia bilang itu untuk di taruh di buku album toko. Bukankah dia jarang sekali mengabadikannya? Tidak, di toko ada kamera khusus untuk memotret, dan biasanya Mina tak pernah melakukan itu jika pun dia menyukainya.

"Bukankah itu aneh, Tae?" Ya, pada akhirnya tempatku berkeluh kasih adalah pria bermarga Moon yang sekarang berada di hadapanku. Beberapa detik aku luangkan guna dapati respon dari Taehyung, tapi dalam waktu detik yang terbuang dia belum juga membuka suaranya. Rautnya menatap jauh entah ke mana. Hah, dia melamun? Apa yang dia pikirkan?

"Taehyung?" Aku lambaikan tangan padanya, tapi dia tak menggubris. Masih terus diam. Jarang sekali dia seperti ini.

"Taehyung kau dengar aku tidak, sih?"

Tubuhnya tersentak pelan sampai aku memastikan jika pria itu telah benar-benar kembali dalam kesadarannya. Taehyung tatap dua netraku yang juga menatapnya. Merasa aneh.
"Apa yang kau pikirkan?"

"Berkas-berkas sialan yang terus menumpuk setiap harinya." Aku tahu dia berbohong. Mengapa? Taehyung juga bukan orang yang merasa terbebani akan itu. Dia selalu bersikap santai. Sebab dia juga bisa menyelesaikan apa pun tepat waktu. Taehyung pekerja keras namun tidak sekeras Jimin. Lelaki itu masih peka ketika dua netranya lirik jarum jam yang mengharuskan untuk berhenti dan pulang. Bukan seperti Han Jimin yang seperti itu adalah bagian dari dirinya yang tak bisa ditinggalkan.

"Taehyung, aku serius. Ini aneh." Aku lempar tatapan serius. Ini benar-benar aneh. Aku tak pernah salah sangka. Kendati Taehyung tetap tak fokus. Dia menunduk. Menatap cangkir-cangkir berisi minuman dingin serta kopi miliknya yang hampir tandas. Dia memainkan lidah di dalam mulutnya.

"Apa yang mengganggumu, Nona Nam?"

"Aku sudah cerita tadi, tapi kau tak mendengarkanku." Taehyung terkikik geli saat dapati netranya tangkap bibir mengerucut dariku. Aku kesal. Aku paling tak suka diabaikan.

"Baiklah maafkan aku. Coba bisa kau ceritakan lagi?"

Kemudian aku dengan malas memulai cerita awal. Taehyung pendengar yang baik. Dia pasang telinga serta otak kuat-kuat tuk bantu hilangkan hal yang menganggu serebrumku.

"Jadi, kau merasa aneh karena Mina memfoto bunga pesanan itu dengan kamera ponselnya?" Aku mengangguk.

"Lalu kau butuh apa dariku?"

Aku mencebik kesal, tapi benar juga. Aku butuh apa? Ah, ya. Aku hanya butuh didengarkan.

"Aku ingin dengar pendapatmu."

"Menurutku itu tidak aneh, Gyu. Memangnya apa salahnya seseorang melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan selama ini?"

Ah, Taehyung buatku berpikir panjang. Tapi, apa memang aku saja yang terlalu curiga? Aku jadi tidak enak mencurigainya. Seperti bukan aku sekali. Ayolah, Gyura ... aku harus berpikir positif. Dia tak mungkin melakukan itu.

Aku menyesap minuman dingin guna segarkan kepala yang hampir terbakar oleh pikiranku sendiri. Musim panas di balik kaca masih dapat aku rasakan meski berada di dalam ruangan ber-AC. Sinar mentari begitu menyengat. Aku tak yakin orang-orang yang masih berlalu-lalang di jalanan apakah kuat dengan itu.

THEATRICAL ; PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang