10 - Shouldn't be happy just yet

341 51 17
                                    

Kau tahu apa yang paling indah dari sebuah mimpi buruk? Adalah bersamanya. Ketika kudapati mimpi itu menerjang alam bawa sadar yang tak berujung, aku takut. Aku takut terjebak di dalam imajinasi. Tapi, aku tahu Jimin bersamaku. Sebab itu aku tak pernah takut tuk melangkah demi menyelesaikan ini semua. Aku hanya terlalu lemah tanpa dirinya. Meski dia tak hadir dalam bentuk fisik, aku tahu ia hadir di sini; di dalam seluruh isi kepalaku.

Jimin, jika kau tanya mengapa aku tetap menyimpanmu di dalam sini; itu karena hanya kau. Hanya kau yang pantas di sini. Kau sudah menjadi pemilik hatiku sejak lama. Dan aku tak ingin bersusah payah hanya untuk mencari pemilik lain; sebab tempat paling nyaman adalah bersamamu.

Dulu, ketika aku mengetahui perasaanku padanya bukan hanya sekedar rasa mengagumi, kalian tahu apa yang kulakukan? Tentu saja berdiam diri. Aku tak menahan, hanya saja membiarkan perasaanku tetap terkubur dalam sebegitu apik tanpa ada hal yang mengundangnya kepermukaan itu lebih baik. Juga, saat itu jika aku menyatakan perasaanku padanya, pasti dia tak akan menerimanya. Dia tak akan membalas perasaanku. Sebab yang kutahu Jimin saat itu adalah anak rajin yang masalah cinta bukan salah satu bagian krusial dalam tujuan hidupnya.

Dia pintar, cinta bukan apa-apa baginya. Dia hanya terus mengejar duniawi yang tak pernah surut walau ia timba sedemikian banyak. Dia tak kenal menyerah. Bahkan ketika masa depannya sudah terjamin, dia masih terus berkutat pada buku-buku yang tak pernah berdebu; sebab dia tak pernah mengabaikannya.

Jika yang kalian tahu adalah Jimin berada di posisi sekarang hanya karena ayahnya meninggal adalah kesalahan besar. Ah, memang banyak yang berpikir seperti itu. Tapi, jika mengetahui lebih dalam lagi, pasti tahu jika Jimin berusaha keras untuk mencapai posisi tinggi. Kalian pikir siapa yang membuat perusahaan-perusahaan milik ayahnya berkembang makin pesat kalau bukan karena dia? Dia sendirian mengelola semuanya. Hah, agaknya itu terlihat melelahkan. Mengurus satu perusahaan saja menguras banyak otak dan tenaga, bagaimana Jimin yang mengelola semuanya? Perusahaan milik ayah Jimin bukan hanya sebatas di Ibu Kota. Salah satunya ada di kampung halamannya; Busan.

Jimin cerdas, sebab itu dia tak perlu kesulitan tuk mengelolanya. Jimin yang kalian tahu, jauh lebih keras kehidupannya. Dia yang mendidik dirinya sendiri tuk bisa berada di atas, mencapai semua yang ia inginkan.

Karena itu dariku tak pernah ada kalimat aku menyukaimu yang mengudara dan menyelinap masuk ke dalam rungunya. Sebab aku belajar dari banyak hal yang terjadi, Jimin tampan, banyak gadis-gadis yang menyatakan perasaanya pada pria itu, tapi Jimin tolak mentah-mentah. Dari yang kalangan bawah sampai primadona di kampus atau di sekolah, tak ada yang memikat hatinya. Atau mungkin memang hatinya sudah terkunci sedemikian rapat oleh seseorang yang telah lama menjadi pemilik tidak sah hatinya yang sudah berkelana jauh di atas sana.

Yang mungkin kerap hadir di dalam isi kepala Jimin. Tanpa pernah pria itu mencoba tuk menghapusnya.

"Ini rekamannya." Jungkook menyodorkan sebuah kartu memori yang aku tahu rekaman CCTV tentang wanita yang mengancam Jungkook berada di sana. "Aku sudah memeriksa beberapa rekaman CCTV, tapi hanya itu yang terlihat jelas."

Kemarin kami mengadakan janji tuk bertemu di jam makan siang. Saat itu aku masih di dalam pesawat pulang menuju Ibu Kota. Jadilah sekarang kami baru bertemu.

Dengan ragu aku mengambilnya. Kemudian memasangnya di ponselku. Membuka rekamannya dan menampakkan satu figur wanita amat mencolok seperti yang Jungkook cirikan tempo lalu. Dress berwarna merah gelap dengan sebuah tudung hitam. Dandanannya modis sekali. Tapi, satu hal yang membuat kukecewa adalah tak mendapati wajahnya. Hanya dari bagian belakangnya saja. Tapi, ciri-cirinya seperti seseorang yang kukenal. Semua dari atas sampai bawah berwarna merah gelap, hanya tudungnya tak selaras.

THEATRICAL ; PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang