"Kamu gila, ya?" cetus Wanda yang mengikuti langkahku.
Aku menatapnya jengkel, pasalnya aku tak tahu kenapa dia menganggapku gila atau semacamnya.
"Jadi kamu beneran enggak tahu?" tanya Wanda lagi, aku menggeleng tak mengerti.
"Astaga nie bocah lemot amat otaknya! Satu sekolah enggak ada yang berani mendekati Arata, karena Arata anak preman yang menguasai daerah ini," jelas Wanda.
Anak preman? Tetapi ... kemarin dia menyelamatkanku dari preman, bahkan mengantarku pulang.
"Dan kamu orang pertama di sekolah yang berani mendekati dia, beruntung kamu enggak di gebuk sama dia," lanjut Wanda dengan bergidik.
Aku memandang Arata yang telah kembali bermain, sesaat mata kami bertemu pandang membuat wajahku tersipu.
"Aku cuma ngucapin makasih aja, kok. Lagian, dia enggak sejahat yang orang-orang kira," ucapku pelan, membuat Wanda terbelalak tak percaya dengan ucapanku.
Dengan sedikit desakan, akhirnya, aku menceritakan kejadian semalam saat Arata menolongku kepada Wanda, dia terperangah tak percaya, mulutnya membuka dan menutup seperti ikan koi, membuat wajah chuby nya terlihat lucu.
Aku bukan orang yang percaya dengan 'kata orang', aku lebih percaya dengan apa yang kulihat dan kurasa. Dan aku yakin Arata pemuda yang baik, tak peduli darimana dia berasal.
🌹🌹🌹
"Bunda, apa Arata anak preman?" tanyaku pada bunda, saat aku membantu bunda membuat makan malam.
Bunda mengangguk, aku terdiam. Sedikit memikirkan ucapan Wanda beberapa hari yang lalu.
Bukan salah Arata, kalau dia jadi anak preman. Selama ini juga Arata tidak pernah mengganggu murid sekolah, maupun warga sekitar. Namun, karena reputasi orang tuanya, membuatnya harus dikucilkan dari pergaulan.
"Raas!!" Penggilan Bunda menyadarkanku dari lamunan.
"Dipanggilin dari tadi diam aja, lagi mikir apa?" tanya Bunda, aku nyengir sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.
Tidak mungkin aku jujur, jika sedang memikirkan Arata. Betapa berat hidup yang di jalaninya selama ini.
"Setahu bunda, sudah 3 tahun Arata tinggal bersama pak Yosi. Membantu pak Yosi menjalankan usaha yang dirintis sejak masih muda," ucap Bunda pelan.
Pak Yosi merupakan pedagang bunga di ujung jalan. Sesekali aku pergi kerumah beliau, mengambil pesanan bunda. Namun, tak pernah kutemui Arata disana.
"Jika ayahnya preman, apa anaknya akan jadi preman juga?"
Bunda mengeryit, tampak guratan halus tanda penuaan mulai menghampiri. Tapi tak menyurutkan kecantikan beliau.
"Tergantung siapa yang mendidiknya. Jika, dia di didik dengan kasih sayang, meski anak pembunuh sekalipun tidak akan menjadi pembunuh," ucapan bunda membuatku berpikir keras.
"Sayangnya, saat orang tua melakukan kesalahan, anaknyalah yang terkena imbas hukum sosial," lanjut Bunda.
Apa Arata enggak didik oleh ayahnya? Meski dari cara berpakaian Arata dengan Ken sama, namun dari sikap dan prilaku tampak berbeda.
Ken terkesan kasar, pemabuk dan berpikiran mesum. Sedang Arata, lebih lembut dengan sorot mata dingin.
Sejauh pengamatanku selama beberapa hari, Arata hanya berteman dengan Dimas. Tidak ada yang berani mendekati mereka berdua, bahkan saat berada dikelas.
Yang membuatku semakin terkejut, teryata selama ini aku sekelas dengan mereka. Pantas saja Arata tahu namaku.
Beberapa kali, aku berusaha mengobrol dengannya. Namun, ditanggali dengan dingin. Dia selalu menghindar, membuatku kesal bukan kepalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Akhir Waktu
RomanceRasti Pratama gadis cantik anak keluarga terpandang, jatuh cinta pada Kazuo Arata, pemuda tampan keturunan jepang dari keluarga preman. Kehadiran Rasti dalam hidup Arata membuat hidup menjadi lebih berwarna. Perbedaan keluarga tak menyurutkan cinta...