Toko Pak Yos

23 26 4
                                    

"Bisa kan, Ras?" Dimas memohon dengan muka memelas, "Biasanya bareng sama aku, hanya saja-, aku lagi ada urusan mendesak."

Dimas tampak cemas, menunggu jawaban dariku. Kuanggukan kepala, wajah muram Dimas  berubah cerah. Bergegas pergi dari hadapanku dan Arata.

"Terima kasih, Ras. Kapan-kapan aku teraktir, deh! Arata, jaga Raras yaaa!" teriak Dimas dari atas motor yang berjalan kencang membuatku menggeleng.

Helaan nafas terdengar dari Arata, rahangnya mengeras, terlihat frustasi..

"Mana kunci motor? Biar aku yang bawa," pinta Arata datar, kuserahkan kunci motor padanya.

Diatas motor, kupandang punggung kekar Arata. Tempat nyaman untuk bersandar.

"Ras!" Arata memulai obrolan setelah beberapa menit dalam keheningan.

"Ya?"

"Jangan ngiler di bajuku!" ucapnya datar membuatku tersentak, mengangkat kepala. pipiku memerah, ternyata tanpa sandar aku bersandar di punggung Arata.

"Jangan mundur, nanti jatuh. Tetap seperti ini saja!" pintanya, menarik kembali tanganku dan melingkarkannya ke pinggang, saat kumundurkan bokong.

Kusandarkan kepalak pad punggungnya. dadaku berdetak kencang, aku merasa nyaman saat berada di sisinya.

Hening kembali tercipta di antara kami, tak ada kata, semilir angin membalai tubuh, menemani perjalanan ini.

"Ara, aku sering ke toko Pak Yos. Tapi, enggak pernah ketemu sama kamu. Kamu beneran tinggal sama beliau?" tanyaku penasaran.

"Aku dikebun belakang," jelasnya datar.

"Oh..."

Aku masih penasaran dengan kehidupan Arata, namun aku berusaha menekan rasa ingin tahuku.

Rasanya tak pantas, bertanya masalah privasi seseorang. Apalagi hubungan kami belum begitu dekat.

Tampak toko bunga milik Pak Yos dikejauhan, beberapa kali aku kesana menemani bunda membeli bunga.

Kami tiba di sebuah bangunan berdinding kaca, dengan atap berwarna biru. Terdapat spanduk besar didepan toko bertuliskan 'TOKO BUNGA LASTRI'.

Berbagai macam bunga berwarna warni tampak rapi berjejer dirak, tampak indah dimata.

"Ayo masuk!" seru Arata berjalan masuk kedalam toko.

"Hah!"

Aku membuka helm yang kukenakan, gegas mengikuti langkah panjang Arata. Tampak seorang pria berumur bertubuh tegap, rambutnya mulai memutih, memakai kacamata tipis sedang fokus pada nota yang ada didepannya.

Pak Yos, mengenakan kaos putih dengan celana kain hitam, masih terlihat kuat meskpun umurnya tak lagi muda.

Arata melangkah menuju Pak Yos, mencium tangan pria tua itu dengan takzim. Kulihat mata Arata sedikit melembut dihadapan Pak Yos, berbeda dari tatapannya yang biasa.

"Assalamualaikum, Pak Yos." Aku mengucapkan salam, mencium tangan beliau dengan takzim.

"Wa'alaikumsalam," jawab Pak Yos dengan pandangan mata yang galak membuatku sedikit takut.

"Jangan panggil 'Pak'! Saya belum tua! Panggil saja 'Bang'! Lebih cocok buat saya." lanjutnya sontak membuatku melongo.

Pak Yos mentapku dan Arata bergantian, membenarkan letak kacamatanya. Melontarkan pertanyaan yang membuat pipi merona.

"Jadi--, akhirnya kau bawa wanitamu kemari, heh?"

"Cuma teman," sangkal Arata, membuatku kesal.

Hingga Akhir WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang