"Kamu dekat dengan Bang Yos?" tanyaku penasaran.
Tak kudengar jawaban darinya, aku menoleh melihat wajah tampannya, tak ada ekspresi di wajah itu. Ada gurat luka yang disembunyikan dengan apik di wajah datar itu, entah kenapa membuat dadaku nyeri.
"Anak nakal! Dipanggil dari tadi enggak datang-datang," ucap seseorang membuatku terkejut.
Kulihat Bang Yos memukul pelan kepala Arata, membuatnya terkekeh.
"Sorry Bang, enggak kedengaran," kekeh Arata.
"Tuh, angkat pesanan pak Ramlan!" perintah Bang Yos.
"Tunggu sebentar ya!" seru Arata beranjak menuju toko setelah membersihkan tangan.
Pak Yos duduk disampingku, menatap danau dalam diam. Hening, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Bagaimana Arata selama ini disekolah?" tanya Pak Yos membuatku menoleh padanya.
Keriput tampak di wajah tua beliau, namun jejak ketampanan masa muda masih tersisa disana.
"Datar, dingin, enggak punya teman, hingga akhir-akhir ini," jawabku apa adanya.
"Jadi, dia sudah punya teman?" tanyanya penuh harap.
"Ada ... beberapa-," jawabku ragu.
Apakah aku sudah dianggap teman olehnya?
Pak Yos menatapku, kemudian berkata "sedikitpun tak apa, aku ingin dia merasakan masa muda yang tak pernah dia rasakan. Dia selalu tertutup, bahkan denganku. Meski ia sudah tinggal disini selama tiga tahun."
Aku terdiam mendengar semua ucapan Pak Yos, Arata memang tertutup. Banyak hal yang disembunyikan olehnya.
"Kamu teman pertama yang diajak Arata kemari. Dimas tidak termasuk! Anak itu selalu datang meski sudah kularang berulang kali," gerutu Pak Yos membuatku terkekeh.
"Apa dia ...."
"Tidak! Banyak yang menjauhi Ara, tapi hanya karena takut reputasi ayahnya, bukan karena sikap buruk Ara," sangkalku.
Pak Yos menatapku dalam diam, menelaah ucapanku tentang Ara. Yang kulihat saat Bang Yos sangat peduli dengan perkembangan Ara dalam bersosialisasi.
"Sering-seringlah kemari, anggap rumah sendiri. Lastri juga pasti ingin itu...," lanjut Pak Yos dengan mata menerawang.
Arata berjalan kearah kami, dengan wajah penuh tanda tanya. Pak Yos bangkit, membersihkan celana yang dikenakannya.
"Aku senang kamu mau berteman dengannya, dia anak yang baik. Latar belakangnya saja yang membuatnya tak baik," ucap Pak Yos melangkah menjauh.
"Saya juga senang berteman dengan Ara, Pak!" seruku, membuatnya menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Bang bukan pak! Aku belum tua! Enak aja masih muda gini di panggil pak," gerutu Pak Yos membuatku terbahak.
"Siap, Bang!" teriakku padanya.
"Sudah tua enggak mau dikatai tua," ledek Arata membuat Bang Yos menendang pantat Arata.
"Apa yang kalian bicarakan selama aku enggak ada?" tanya Arata setelah menghempaskan pantat disampingku.
"Enggak banyak. Hanya salam perkenalan," jawabku padanya.
Kami menikmati waktu dengan memandang danau, pegunungan tampak dari kejauhan menambah keindahan alam.
Aku bisa merasakan, sedikit demi sedikit Arata mulai membuka hati kepadaku. Sikap dingin yang selama ini di perlihatkan mulai mencair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hingga Akhir Waktu
RomanceRasti Pratama gadis cantik anak keluarga terpandang, jatuh cinta pada Kazuo Arata, pemuda tampan keturunan jepang dari keluarga preman. Kehadiran Rasti dalam hidup Arata membuat hidup menjadi lebih berwarna. Perbedaan keluarga tak menyurutkan cinta...