[BAG: 8]
—tiga pagi teng jennie kembali menginjakkan kakinya di apartemen jimin setelah dua minggu yang lalu percakapannya dengan taehyung terputus karena bersitegang membahas masalah potret jembatan pont alexander tiga. jennie menghela, dengan berat ia melepaskan sepatu serta kemeja flanel yang ia gunakan untuk diletakkan di atas rak dan standing hanger, melompat, ia membiarkan tubuhnya terlentang di atas sofa untuk beberapa saat, karena sumpah demi tuhan, ia baru saja sampai di apartemennya setelah pulang dari studio ketika jimin mengirimkan panggilan agar ia segera ke apartemen laki-laki itu untuk menyiapkan beberapa hal; jimin tidak menyebutnya dengan spesifik, namun tentu mengarah ke arah taehyung dibumbui sedikit suara yang terdengar panik.
ini kilah yang bodoh bagi jimin untuk menutup-nutupi kecelakaan taehyung, jennie tentu bisa mengendus kebohongan itu sedari panggilan tersambung, teruni itu jengah, tentu, matanya berat, tubuhnya terasa sakit dan pegal karena harus duduk dalam waktu yang lama untuk mengejar tugas akhirnya di semester lima. namun, begitu jimin menyelipkan nama taehyung, jantungnya mencelos, terlebih ketika ia tahu—fakta bahwa laki-laki itu bersama stella benar-benar membuat otaknya berkerja dua kali lipat untuk memikirkan hal-hal yang tidak sehat. jadi, apa arti percakapan di depan lukisan itu dua minggu yang lalu? legah apa yang laki-laki itu maksud? tragis, lihat sekarang, ia sudah seperti lelucon paling tak masuk akal.
jennie menggeser pandangannya ke arah lukisan itu sekali lagi, suvenir dari dua minggu yang lalu itu kembali memutar dengan lambat, ia bahkan masih bisa merasakan bagaimana tubuh taehyung mendekat ke arahnya, mengikis jarak, lantas membiarkan harum keduanya bercampur, jennie benar-benar hampir sampai pada titik dimana tubuhnya akan kolaps ketika harum laki-laki itu menguar mengganggu kewarasannya, namun taehyung, dengan segera menggeser tubuhnya untuk berdiri dengan sempurna menghadap pont alexander tiga itu dengan khusyuk, "berdirilah dengan benar, bukankah kau seorang pelukis yang sedang menilai lukisan lain?"
"sialan"
jennie mengatupkan kelopak matanya yang sudah lelah, jemarinya menekan tombol volume up itu sebanyak tiga kali tatkala suara milik adele dalam lagu when we were young mulai menghiasi rungunya melalui earbuds.
"kau gila jennie, kau jatuh ketika cinta lamanya kembali. tidak ada ruang, apa yang kau harapkan jennie kim?"
ini gila, dan taehyung adalah penyebabnya, bukan lagi tugas-tugas dari mata kuliah sejarah seni barat modern dan kontemporer.
COLORS OF THE WIND
sesak, taehyung hanya mampu mengucapkan satu kata itu di dalam otaknya ketika jennie mulai membawa air hangat untuk berlabuh kembali di atas kepalanya, lecet, koyak, darah kering, garit, jejas beserta tetek bengeknya itu—dibersihkan dengan telaten oleh sosok yang sangat ia benci selama ini, entah sesak macam apa yang ia maksud ketika merasakan kulitnya dengan kulit perempuan itu bertemu. sementara calon tunangannya hanya diam, khusyuk dalam pikirannya sendiri, taehyung tahu, di sana, di kepala yang keningnya sudah nampak layu itu—bertalu-talu keributan yang ingin meledak. taehyung merasa bersalah karena telah menyeret jennie ke dalam situasi gila semacam ini.
tidak ada yang bisa ia lakukan, ia hanya mampu menurut, mengangguk terhadap segala macam titah jimin ketika teruna itu mengiyakan atas permintaannya untuk pulang ke apartemen laki-laki itu, namun dengan berbagai macam syarat yang salah satunya adalah jennie harus tahu keadaannya, apa yang menimpanya kemana ia hilang dan bersama siapa ia menikmati acara kaburnya selama tiga hari ini. tentu jimin hanya ingin jennie sekedar tahu keadaan sahabatnya itu sebagai formalitas semata, namun jennie, dan naluri pedulinya yang sudah melebihi apapun itu tentu menawarkan diri untuk memberi bantuan lebih, ia merelakan dirinya menjadi relawan, kendati yang dihadapinya saat ini adalah seorang musuh bebuyutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLORS OF THE WIND : JENNIE ft KIM TAEHYUNG
Fanfictionpertanyaan itu masih bersemayam di bilik hatinya, apakah rasanya persis seperti mandi hujan untuk pertama kali? atau seperti menemukan dalam kehilangan? atau pula senyum dalam cantingan sendu? tulisan ini ditulis, ketika hujan merindu. 𝗟𝗢𝗪𝗘𝗥𝗖...