"P' Pluem!!"
"Chimon hari ini akan bertemu papa!"
"Benarkah? Aku ikut senang mendengarnya."
Senyum Chimon merekah. Memeluk pria yang lebih tua didepannya, yang rela datang jauh jauh dari sekolahnya hanya untuk menemaninya disekolah dasar ini selama bertahun tahun.
"Selama kau yakin, aku yakin kau pasti akan mendapatkannya, Mon." Pluem tersenyum damai. Seperti laut yang tenang, siapapun menyukai senyum damainya.
"Jika Mon yakin papa kembali. Apakah Mon akan mendapatkannya juga?" Chimon membuka bibir, tertawa serak, ia bercanda dengan sesuatu yang mustahil dengan putra sulung keluarga Teechaapaikhun ini.
"Tentu. Yakinlah sampai akhir."
"Chimon anak pintar, anak baik.
Semua permintaan anak baik akan dikabulkan oleh tuhan. Jadi tetap yakin dan berdoalah."
Perkataan seorang Pluem Purim detik itu bagai jawaban yang sama mustahilnya dengan pertanyaan yang diberikan.
Namun jawaban tak terduga hari itu membawa sesuatu yang sengaja diberitahukan olehnya.
Elusan lembut pada pucuk kepala Chimon yang diberikan setulus matahari yang menyinari bumi. Bagai memberi sebuah jawaban dan sebuah kunci.
Bahwa inilah waktunya.
****
"Aku sudah memberi tahu, Chimon."
"Baguslah."
Itu jawaban dari kedua teman dekatnya. Keduanya tersenyum lega satu sama lain, merasa waktu yang mereka nanti telah tiba.
"Dan aku akan membawa Chimon menemui Gun hari ini."
"Syukurlah." Tay tersenyum damai, akhirnya teman dekatnya ini mau memberi tahu kenyataan pada sang anak. Setelah bertahun tahun lamanya berbohong.
Chimon memang hanya seorang bocah yang masih berada disekolah dasar, masih sama kecilnya dengan anak bungsunya, Nanon. Menyembunyikan kenyataan dan berbohong dengan berbagai alasan tidak masuk akal tidak akan bertahan lama, Chimon telah beranjak dewasa.
Tay tahu, Chimon sangat dekat dengan putra sulungnya, Pluem Purim. Dan ia selalu menceritakan semua kelu kesahnya pada anak sulungnya.
Hanya saja, selama 5 tahun terakhir, Tay merasakan sesuatu yang aneh, yang membuatnya bingung dengan waktu yang lama.
Pluem sangat dekat dengan sang ayah.
Walaupun sama rata, Pluem sebagai seorang anak pertama tidak pernah ingin merepotkannya, memberinya pikiran. Jadi ia menceritakan segalanya hanya pada sang ayah. Tidak padanya.
Dan ketika ia bertanya pada suaminya, New hanya akan menjawab, "Ini masih rahasia."
5 tahun berlalu, dan hanya itu jawaban yang didengarnya.
Tay tidak menyimpan rasa curiga. Ia sepenuhnya percaya pada New. Hanya saja rasanya tidak adil.
Pluem dan New sangat mirip.
Hingga mereka menyembunyikan segalanya berdua. Tidak menceritakannya pada siapa siapa. Dirinya, Frank, maupun Nanon. Tidak pernah.
Tay juga ingin tahu segala tentang anak sulungnya, yang terasa sudah sangat dewasa. Apa saja yang telah ia lewati, dan segala keluh kesah anak sulungnya.
Ia yakin, semua yang diceritakan Chimon pasti sudah masuk ke telinga suaminya dengan sendirinya.
Tay yakin, sesuatu telah terjadi diantara New dan Pluem. Sesuatu yang mereka sembunyikan berhubungan dengan sesuatu fakta yang pernah terjadi.
Entah pemikiran dari mana. Namun Tay meyakini itu.
****
"Berhati hatilah, Off." Arm memberi pesan, bersama Tay menepuk pundaknya.
"Aku dan Arm tahu, bahwa dirimu itu kuat. Sangat amat kuat."
"Kami selalu bersamamu."
****
"Terima kasih, P' Pluem. Mon pergi dulu!" Chimon tersenyum bahagia, memeluk Pluem sekali lagi, seerat eratnya, tanda bahwa ia sangat amat bahagia.
Rasa tidak sabar terus membuncah di dadanya sejak awal memulai hari, sebesar itu keinginannya untuk bertemu seseorang yang merelakan nyawanya untuk melahirkan dirinya.
Walau sudah tiada, Chimon tetap bahagia.
Tangisnya sudah ia habiskan semalam, dan perasaan ketakutannya sudah ia buang bersama kata kata yang diberikan Pluem pagi tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, dan ayahnya sudah menjemputnya. Kini ia berpamitan pada Pluem yang sudah kembali ke sekolahnya.
"Mon anak baik, anak yang kuat. Jangan menangis lagi, ya?"
"Mon usahakan!"
"Ah, selamat siang, Pluem." Suara Off menginterupsi, menyapa keduanya yang tengah melepas beban bersama.
"Selamat siang, Paman." Pluem menyapa sopan, mengusap punggung Chimon dan melepaskan pelukannya perlahan.
"Terima kasih banyak, sudah menjaga Chimon. Paman minta maaf jika merepotkan."
"Tidak masalah sama sekali, paman. Chimon anak yang baik, pintar, menggemaskan. Sama sekali tidak merepotkan, aku menyukainya."
"P' Pluem apa apaan!" Chimon bersemu dengan wajah merah, memeluk ayahnya malu. Menyembunyikan wajah kecilnya diantara jas rapi ayahnya.
"Hahaha, lihat? Wajah Mon memerah!"
"Papii! Berhenti meledek Mon!"
"Hahahaha." Keduanya tertawa melihat tingkah menggemaskan bocah kecil yang tengah menyembunyikan wajah malunya.
Saat ini.
Tawa Chimon adalah semangatnya.
Off menguatkan dirinya selama ini dengan kebahagiaan anaknya.
Dan saat ini, ia sedang berusaha menghilangkan rasa pedih di hatinya. Sebisanya agar tak terlihat lemah dihadapan sang anak.
TBC.
double updatee!😔🙏
btw,
paham ndaa sama alurnyaaa??
mudah ketebak ndaa? kalo mudah ntar ntak bikin ribet lagi ehehe😤
KAMU SEDANG MEMBACA
Mom. { OffGun }
FanfictionChimon Wachirawit Adulkittiporn yang baru berumur 12 tahun menemukan sebuah album kuno di gudang yang berada didepan kamar ayahnya. Ketika membuka album tersebut, ia teringat. Ayahnya sering menunjukkan beberapa foto foto disini melalui handphone sa...