Flashback on.
14 January 2008.
Hari itu. Off pikir itu adalah hari terindah dalam hidupnya. Ketika istrinya yang tengah hamil besar mengajak berjalan jalan bersamanya satu hari penuh sebagai kenangan sebelum anak pertama mereka lahir.
Dengan tatapan penuh cinta seolah dunia hanya milik mereka berdua. Tapi ternyata ia salah, sangat salah. Ketika takdir berkehendak lain dan berkata untuk mengambil sang istri yang sangat ia cintai, selamanya.
Hari yang penuh senyum dan tawa yang sangat bahagia tergantikan dengan bercak darah dan asap api kerusakan dimana mana. Hari dimana ia kehilangan istrinya. Malam itu juga, tepat pergantian hari pada tanggal 15 January, istrinya dinyatakan telah pergi dengan bibir tersenyum seolah ia merasa ini akhir yang bagus untuknya karena akhirnya anak mereka, Chimon Wachirawit Adulkittiporn selamat dari kejadian malam itu.
Mungkin menurut Gun Atthaphan Adulkittiporn, semua itu adalah akhir yang indah karena setidaknya anaknya dapat merasakan indahnya dunia bersama sang ayah. Tapi jika menurut Off, ini adalah akhir terburuk yang pernah ia ketahui. Akhir yang sangat buruk dimana keluarga mereka yang tidak lagi lengkap dan Chimon yang selalu merindukan sosok seorang ibu yang selalu ia dambakan.
"Aku memilih menyelamatkan, Chimon. Anak ini harus merasakan indahnya dunia ini, ia harus menemani ayahnya untuk menjalani hidup."
"Kumohon, Gun. Aku tidak pernah ingin akhir seperti ini, maupun kau atau Chimon. Kalian berdua harus selamat."
"Jika aku pergi. Anakmu adalah permata yang harus kau jaga sebaik mungkin, karena didalam dirinya akan ada aku yang menetap disana."
"GUN! KUMOHON, AKU YAKIN KAU DAN CHIMON DAPAT MELEWATI INI."
"Papii!"
"Aw, sedang apa disana sayang?" Off menghampiri Gun yang memanggilnya dari kebun rumahnya.
"Menyiram tanaman!" Sang istri berucap semangat. Mengembangkan senyum manisnya.
"Uh? Kenapa tidak dirumah saja? Perutmu sudah membesar. Kau tidak boleh banyak bergerak."
"Ungh, Papii!! Gun bisa!"
"Aku tahu kau bisa, sayang. Tapi aku melarangmu."
Gun merengut kesal, meletakkan penyiram tanaman yang ada di genggamannya. Mengulurkan kedua tangannya kedepan, seolah minta digendong.
"Gendong?" Tanya Off bingung.
Gun mengangguk gemas, membuat sang suami mengecup bibirnya gemas dan mengangkat tubuh Gun sepelan mungkin agar tidak menekan perutnya dan agar tidak terjatuh.
"Mengapa manja sekali?"
"Tidak tahu, ini ulah Chimon, bukan aku."
"Alasan saja. Aku tidak yakin itu ulah Chimon." Off tertawa gemas, menjepit gemas hidung mancung Gun dengan bibirnya.
Gun merengut lagi, balas mengigit hidung Off, tapi dengan kekuatan extra. "Hei! Sakit, sayang!"
"Rasakan itu!" Gun tersenyum senang. Mengalungkan lengannya dileher Off dan tertawa menggemaskan.
"Kau ini, sudah mau menjadi ibu tapi masih seperti bayi saja."
"Papii~." Gun tidak menghiraukan ucapan suaminya barusan. Ia yang baru saja didudukkan kesofa menatap serius Off yang duduk disebelahnya.
"Ya?"
"Ayo jalan jalan."
"Huh? Jalan jalan?"
"Iyaa! Ayo mengenang hari dimana sebelum Chimon lahir! Saat Chimon lahir nanti, mari tunjukkan foto foto ini." Gun berkata semangat. Menatap sang suami dengan mata berharap.
Off balas menatap tepat dimata istrinya, terlihat harapan besar disana. Ia menghela nafas berat, "Baiklah. Ayo berjalan jalan."
Harusnya Off tidak mengiyakan permintaan Gun hari itu.
Harusnya Off tetap dirumah bersama istrinya hari itu.
Maka itu semua tidak akan terjadi. Pikiran Off selalu berputar tentang hal ini, tentang penyesalan yang amat dalam dan selalu menyalahkan dirinya sendiri.
"PAPIII! Cepat berpose! Akan Gun foto!!"
Off yang sedang mengobrol dengan penjual ice cream belum sempat mengalihkan pandangannya. Tapi tiba tiba ia sudah mendengar suara kamera yang memfoto kearahnya.
Cekrek!
"Uhh. Papii tampan sekali~."
"Ada apa, sayang?" Off melambai kearah istrinya, pertunjuk untuk mendekat.
Gun menurutinya dan menunjuk foto yang ia ambil. "Papii tampan sekali!"
"Terimakasih, babe. Ini ice cream mu, sayang."
"Okay." Gun tersenyum manis dan mengecup bibir Off. Mengambil ice cream yang diberikan suaminya.
"Istriku menggemaskan sekali." Off bergumam gemas. Menatap kepergian istrinya yang berjalan menuju kursi diujung taman.
"Papii! Sini!"
"Iya sayang."
Harusnya. Harusnya hari itu Off tidak mengendarai motor, harusnya ia membawa mobil dan membawa istrinya yang tengah hamil itu berjalan jalan.
Harusnya, harusnya ia tidak melakukan itu semua.
Ini berujung penyesalan yang tidak pernah bisa dilupakannya.
Hanya saja Off tidak tahu. Ini bukan salahnya. Takdir sudah menentukan akhir yang seperti ini.
TBC.
PENDEK GAPAPA YA, WKWKWK.
SAD ENDING OR HAPPY?
YA JELAS SAD LAH😭🔫
KAMU SEDANG MEMBACA
Mom. { OffGun }
FanfictionChimon Wachirawit Adulkittiporn yang baru berumur 12 tahun menemukan sebuah album kuno di gudang yang berada didepan kamar ayahnya. Ketika membuka album tersebut, ia teringat. Ayahnya sering menunjukkan beberapa foto foto disini melalui handphone sa...