"Dimana Gun?!"
Arm terbangun panik dari pingsannya beberapa saat lalu. Ia mengusap matanya yang basah karena menangis walaupun tidak dalam keadaan sadar.
Lee yang tertidur disamping kasur Arm langsung terbangun, memeluk istrinya dengan sigap kala mendengar penuturan panik sang istri. Ia mengusap rambut istrinya berusaha menenangkan.
"Gun dimana Lee?! Semuanya hanya mimpi kan?!" Arm mulai terisak melihat Lee yang tidak menjawab pertanyaannya mulai menangis di pundaknya. Ia memukul bahu Lee, berusaha agar suaminya mau menjawab pertanyaannya.
"Semua hanya mimpi kan?"
Pukulan Arm pada pundak suaminya melemah. Ia mencengkram gemetar kaus suaminya, "T-tolong beritahu aku bahwa ini semua hanya mimpi, Lee!"
Arm meraung dipelukan Lee, ia memberontak dengan tubuh bergetar. "Katakan padaku!"
"Katakan padaku bahwa ini hanya mimpi!"
Remasannya berganti pada selimut rumah sakit yang menutupi kaki jenjangnya. Nafasnya tercekat dan menatap lemah suaminya dengan wajah basah dan bengkak.
"Auku tidak ingin percaya. Tidak akan pernah mau percaya. Tolong beri aku jawaban, Lee!"
"Akh." Arm meringis ketika merasakan sedikit nyeri diperutnya. Tapi ia tak menghiraukannya dan masih menangis deras.
Lee menatap istrinya tidak tega. Ia menangkup pipi bulat istrinya yang sangat berisi dan mengusap air matanya yang mengalir deras. "Cukup, sayang. Kau akan menyakiti dirimu sendiri."
"Dengarkan aku." Lee ikut terisak ditengah kata katanya. Ia menahan sesak di dadanya sejak tadi agar sang istri tidak merasa semakin sedih, tapi istrinya sangat keras kepala.
"Gun sudah pergi.
Aku juga tidak ingin percaya, Arm. Tidak pernah sekalipun.
Gun sudah pergi jauh meninggalkan kita semua, meninggalkan anak dan suaminya sendiri.
Aku, kau, dan semuanya menyayanginya. Tapi Tuhan lebih sayang padanya, Arm. Tuhan mengambilnya-"
"Tapi Tuhan jahat pada kita semua, Lee! Ia mengambil Gun! Tidakkah ia kasihan pada anak dan suaminya sekarang?!" Arm memotong dan menentang ucapan Lee keras.
"H-huks. Lihatlah Off sekarang! B-bisakah kau lihat? A-aku, hiks-"
"Bisakah aku berharap bahwa ini adalah skenario palsu dan gagal yang salah?"
****
"Percaya tidak percaya, Tay."
"Tidak, New! Gun masih disini! Gun tidak akan meninggalkan kita!" Tay meraung dipelukan New, menarik narik kemejanya sekuat mungkin, menolak kenyataan bahwa apa yang didengarnya adalah sesuatu yang nyata.
Gun adalah teman yang sangat dekat dengannya. Mereka berteman lebih dari sepuluh tahun, mana mungkin ia bisa menahan diri agar tidak menangis seperti ini.
Rasanya baru kemarin ia bertemu Gun dibangku smp dan berteman baik.
Rasanya baru kemarin... Ia mendengar kabar pernikahan Gun dan Off.
Rasanya...
Baru kemarin ia mendengar kabar tentang Chimon.
Tay... Tidak percaya.
Ia terus meraung, memukul mukul bahu New, melepaskan kemarahannya.
Tay berdoa setiap hari, selalu diselingi dengan doa untuk sahabatnya agar terus hidup bahagia bersama.
Tay adalah orang yang sangat taat pada agama, ia sangat mencintai Tuhannya.
Sejak ia kecil, Tay mencintai Tuhannya sepenuh hatinya.
Tapi hari ini...
Bolehkah ia marah pada Tuhannya?
Mengapa Tuhannya sangat jahat padanya?
Tay... tidak sanggup.
Ia menangisi kenyataan yang ditolak keras olehnya.
Meyakini pikirannya, bahwa semuanya hany mimpi terburuk semata.
****
Jasad Gun...
Dikremasi dan dibakar malam itu.
Pukul 4 dini hari, hujan deras melingkupi bumi.
Hanya Lee, New, dan Arm yang hadir.
Karena Off menghilang, dan Tay pingsan.
Suram.
Suasana malam itu suram.
Hanya diisi isak tangis.
New jatuh berlutut, meremas jeansnya.
Sakit.
Hingga membuat semuanya membenci kenyataan.
Bahwa mereka sangat menyayangi Gun.
Hingga tidak pernah tahu bahwa...
Perpisahan akan datang secepat ini.
****
"Selamat tinggal, Gun Atthaphan."
"Satu hal yang kini aku mengerti,
Meski berat bibir ini mengucap,
Akan selalu ada kata selamat, dalam setiap kata selamat tinggal.
Selamat tinggal." - Selamat ( Selamat tinggal ), Virgoun ft Audy.
TBC.
Gausa nangis, bengek aja lebih bagus😔💔
Btw, ku minta maap karna ilang 2 bulan😭🙏🏻
Ku sibuk cklie-
hehe.
Btw (lagi), disclaimer ⚠️ ini NewTay😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Mom. { OffGun }
FanfictionChimon Wachirawit Adulkittiporn yang baru berumur 12 tahun menemukan sebuah album kuno di gudang yang berada didepan kamar ayahnya. Ketika membuka album tersebut, ia teringat. Ayahnya sering menunjukkan beberapa foto foto disini melalui handphone sa...