Part 5. Flashback (4).

1.6K 176 45
                                    




Off terpaksa keluar dari ruang operasi ketika salah satu dokter menyuruhnya untuk keluar. Tatapan matanya kosong, Off duduk di kursi rumah sakit, ia menunduk dan menangis putus asa.

Ia menggumam terus berdoa untuk keselamatan istri dan anaknya. Bahkan beberapa orang yang sempat melewati koridor sempat merasa kasihan melihat keadaan mengenaskan pria yang menangis di kursi depan ruang operasi.

Darah yang tadi mengalir dari dahinya sudah mengering disisi wajahnya. Bekas darah Gun juga darahnya sendiri membekas sangat banyak di kausnya yang berwarna putih.

Off terluka cukup parah di seluruh bagian tubuhnya. Tapi ia sama sekali tidak peduli tentang luka yang ada ditubuhnya, dipikirannya hanya ada Gun dan Chimon, tidak ada yang lain.

Aye yang tadi sempat membantu Off, keluar dari ruang operasi. "Permisi, tuan Off. Luka anda sangat parah. Apakah anda tidak berniat mengobatinya dulu? Anda bisa menggunakan P3K rumah sakit ini."

"Tidak perlu. Terima kasih. Apakah sudah selesai?" Off mengangkat wajah sembapnya. Ia bertanya panik. Lalu dibalas gelengan pelan dari Aye. Ia tersenyum tipis dan menggeleng lemah setelahnya.

Aye menatap mengenaskan suami dari seseorang yang tadi dibantunya. Ia tersenyum miris, semua orang yang melihat perlakuan Off pada Gun pasti langsung menyadari seberapa besar perasaan pria itu pada istrinya.

"Selagi Anda menunggu. Tidakkah anda menghubungi teman, ibu, atau kerabat anda?"

Off langsung mengambil handphone yang untungnya masih baik baik saja dan masih berada dikantungnya cepat. "Terimakasih sarannya, Suster."

"Sama sama, tuan. Jika anda berkenan mengobati luka Anda, Anda dapat mengambilnya disana." Aye menunjuk ruangan di depan kursi tempat Off duduk.

Off hanya mengangguk mengerti. Setelahnya, Aye kembali masuk kedalam ruang operasi. Membantu dokter Apple, kekasihnya, untuk kembali menjalankan operasi terbaik untuk istri Off. Aye benar benar tidak tega jika harus melihat bagaimana ekspresi Off ketika ia dan Apple gagal menyelamatkan Gun.

Dengan tangan yang bergetar. Off memencet dua nama didalam kontak handphonenya, wajar jika ia harus menunggu. Ini sudah hampir tengah malam, teman temannya dan suami mereka masing pasti sudah tidur karena kelelahan.

Off mengigit bibirnya, air mata masih setia turun dipipinya. Bahkan isakan pilunya masih belum berhenti.

Ah, telfonnya dijawab.

"Ada apa menelfon tengah malam begini, Off?" Suara parau kedua temannya terdengar.

"Kumohon tolong datang kerumah sakit sekarang. Kumohon Tay, Arm. Gun.."

Off terisak kuat ia meremas kaos putihnya, membuat kedua temannya langsung tersadar dan bertanya panik. "Gun dan aku mengalami kecelakaan hebat."



****



Arm berjalan cepat memasuki rumah sakit. Off sudah memberi tahu dimana ruangannya. Arm mengigit bibirnya panik, air matanya luruh begitu saja ketika mendengar hancurnya suara sahabatnya. Bahkan ia membuat Lee, suaminya, langsung terbangun panik dan memeluk sang istri erat.

Lee yang menggenggam tangan Arm mengelusnya pelan, menenangkan sang istri yang terlihat sangat panik. Ia menghela nafasnya pelan, berjalan disamping Arm dan menekan nomor lantai 14 ketika mereka sampai di lift.

Ia melepaskan genggamannya. Menarik pinggang Arm dan memeluknya erat. Lee mengecupi kening Arm menenangkan, "Doakan saja yang terbaik, sayang. Gun pasti baik baik saja."

Arm meremat kuat jaket Lee. Ia menangis deras didada suaminya, mengangguk kecil mengaminkan doa dari Lee.

Suara dentingan lift menyadarkannya, tanda mereka telah sampai di lantai tujuan. Arm melepaskan pelukannya dan langsung berlari kecil mencari ruang operasi dan menemukan Off yang menangis di pelukan Tay dan New.

Mom. { OffGun }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang