Bab 02 - Jangan Baper

2K 419 99
                                    

Mungkin benar, hari ini adalah hari sialnya manusia tampan bernama Park Jeongwoo. Berakar dari menabrak si cewek cupu, masuk BK, dikeluarkan pada jam-jam terakhir kegiatan KBM, dan sekarang ban motornya bocor. Hebat.

“Sialan! Tau gini mending tadi pagi gue nurut aja dianter Si Jae Laos!” Jeongwoo memukul setang motor vespa hijau armynya keras. Tetapi, sedetik setelahnya cowok itu meringis kesakitan. “Duh anjing! Ngilu!”

“Lagian orang bentukan kayak gimana sih yang udah berani ngebocorin ban motor gue?! Awas aja kalo ketemu! Gue gibeng sampe jadi rempahan rempeyek lebaran tuh orang!” Jeongwoo menatap bengis ban belakang motor kesayangannya.

“Ah, daripada ngomel kayak orgil deket lampu merah, mending gue cari orang buat ikut dorong nih motor.” Kepala Jeongwoo celingak-celinguk, mencoba mencari kehadiran manusia di parkiran sekolah yang sudah sepi. “Nggak ada or—EH SORA!”

Sumpah demi Tuhan, Jeongwoo memanggil cewek yang telah ia umpati beberapa jam lalu itu murni karena reflek. Dia tidak berniat memanggil, tetapi entah kenapa mulut embernya malah berteriak. Dapat sial lagi ‘kan.

“Kenapa?”

Tahu-tahu Sora kini sudah berdiri tegak di hadapan Jeongwoo.

Si empu tak langsung menjawab. Ia senyampang bergeming. Diam-diam tengah menimbang ide asal yang tiba-tiba menghampiri otak luar biasa bodohnya.

“Jeong—”

“Gue mau minta tolong,” Jeongwoo mengalihkan pandang.

Senyum manis Sora terbit, “Minta tolong? Minta tolong apa?”

“Bantu dorong motor gue, sampe bengkel perempatan doang kok,” kata Jeongwoo. Nada bicaranya belum juga berubah. Masih ketus.

“Emang ban motor kamu kenapa?” tanya Sora. Mata sipitnya curi-curi pandang ke arah ban motor Jeongwoo.

“Lo buta? Liat sendiri itu ban belakangnya bocor,” sewot Jeongwoo.

Sora mengela napas, “Iya, aku liat.”

“Nah, nggak usah ngebacot lagi. Ayo bantu dorong,” Jeongwoo memakaikan helmnya di tangan. Lalu, ia naik ke atas jok motor. Tentu saja gerak-gerik cowok itu berhasil membuat mata Sora melotot.

“Loh? Kamu ... naik ke motornya?”

Kepala Jeongwoo menengok ke arah belakang, “Ya iyalah! Lo dorong behel motornya aja, gue ngikut dorong pake kaki.”

“Kita nggak dorong bareng-bareng aja? Nggak usah ada yang naik ke motor,” usul Sora.

“Ogah! Gue capek!”

LALU, JEONGWOO KIRA SORA TIDAK CAPEK APA?!

“Tap—”

“Tinggal dorong aja apa susahnya sih?! Anggap aja ini lo lagi balas budi.”

Sora cemberut, namun tak urung cewek itu mengiyakan permintaan Jeongwoo.

Akhirnya, mereka berjalan keluar dengan Jeongwoo yang menunggang motor—namun, kakinya masih menjejak aspal—serta Sora yang mendorong behel motor cowok itu.

***

Helaan napas lelah Sora terdengar ketika cewek berambut panjang itu mendudukkan diri di atas bangku depan bengkel. Peluh yang menggenang di dahinya tampak berlomba-lomba turun melewati pelipis demi bisa menetes ke bawah, menyentuh tanah kering kota Seoul.

Kepala Sora sekonyong-konyong mendongak kala sebuah botol minuman isotonic disodorkan tepat di depan wajahnya. Kedua alis tipisnya serentak menyatu saat menangkap sosok Jeongwoo adalah pelakunya. Ia tentu tak mau percaya diri dahulu menganggap Jeongwoo memberikan botol minuman itu untuknya. Terlalu mustahil pula bila dipikir-pikir.

“Ngapain lo natep gue? Ambil nih minuman!” Jeongwoo menggerak-gerakkan botol itu.

“Buat aku?” tanya Sora tak percaya.

Jeongwoo berdecak, “Kagak! Buat setan! Ya iyalah buat elo! Nggak mau?”

Cepat-cepat, Sora merebut botol berukuran sedang itu dari genggaman nyaman Jeongwoo. Menegak isinya hingga tandas setengah, lalu kembali menatap wajah teduh si pemberi. “Makasih.”

“Gitu kek dari tadi. Ribet banget! Heran!”

Sudut bibir Sora berkedut menahan senyum. “Motor kamu—”

“Udah bener,” sambar Jeongwoo. Cowok itu kemudian duduk di samping Sora.

“Kok nggak pulang?”

Sebelah alis tebal Jeongwoo terangkat. “Terus gue ninggalin lo sendirian gitu? Gue yang ajak lo ke sini, gue juga harus lah anter lo pulang!”

“Aku bisa kok pulang sendiri,” tolak Sora halus.

“Lo pulang naik apaan emang? Pasti jalan kaki, ‘kan? Eh denger yah, zaman sekarang jarang ada orang baik! Penjahat bertebaran di jalanan! Entar pas lo balik, lo malah diculik sama Om-Om Pedo gimana?! Nah, yang berabe ‘kan gue!”

Mendengar omelan Jeongwoo, senyuman Sora tak lagi dapat ditahan. Lengkungan semanis bulan sabit itu terbit menghiasi bibir pucat nan tipisnya.

“Heh! Jangan baper lo!” sentak Jeongwoo. “Senyam-senyum berasa Emak lo perawan, apa?!”

Beri predikat ‘cowok yang paling pandai mengobrak-abrik perasaan anak gadis orang’ kepada Jeongwoo. Sungguh, ia pantas mendapatkannya.

***

Dua kaki kecil itu menapak aspal usai bunyi kenalpot berisik berhenti menggema. Sekilas, ia merapikan poni yang sempat diacak-acak angin beberapa menit lalu. Kemudian, maniknya kembali jatuh pada seseorang di atas motor.

“Makasih.”

Jeongwoo tak langsung menjawab ucapan terima kasih Sora. Ia malah sibuk mengintip isi dalam rumah kecil cewek itu. Bukan tidak sopan atau bagaimana, namun menurut Jeongwoo, keadaan rumah Sora begitu memprihatinkan. Sudah kecil, kuno, bangunannya miring lagi seperti otak Haruto.

“Rumah lo kagak roboh kalo badai dateng?” tanya Jeongwoo reflek.

Sora memandang ke belakang, ikut menatap rumahnya. “Enggak.”

“Lo tinggal sama siapa sih? Sendirian?”

Gelengan pelan Sora berikan kepada Jeongwoo. Cewek itu menaikkan kaca mata bulatnya, sebelum akhirnya menjawab, “Aku tinggal sama Ibu kok.”

“Bapak lo ke mana?”

Fix, mulai hari ini Jeongwoo berubah profesi menjadi wartawan.

Sora tersenyum, “Ayah udah meninggal.”

“Oh? Maaf,” Jeongwoo mengusap leher belakangnya, merasa bersalah.

“Nggak papa,” Sora mengangguk maklum.

Hening.

“Emmm ... mau masuk?”

Jeongwoo tersentak, “Enggak, makasih. Gue mau pulang.”

“Hati-hati ya.”

“Iya,” Jeongwoo tersenyum tulus. “Jangan lupa makan yah? Maaf, nggak sempet teraktir.”

Ingat Sora, jangan baper!

TBC

true beauty, park jeongwoo (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang