Bab 15 - Perihal Kemah

1.1K 246 24
                                    

“RA!”

Tersentak akan teriakan Jeongwoo, Sora spontan menggeplak bahu sang pengemudi motor. “Apa sih?! Jangan teriak-teriak! Aku kaget tau!”

Terdengar suara tawa kecil Jeongwoo, “Maap elah. Gue mau nanya.”

“Nanya apa?”

“Dih, jutek banget,” katanya merengut. “Lo mau ikut kemah?”

“Enggak.”

Di dalam helmnya, alis pekat Jeongwoo menyatu keheranan. “Kenapa?”

“Buang-buang waktu sama uang. Masih mending aku fullin satu hari kerja, kan? Buat nambahin uang cuci darah Ibu,” jelasnya.

Jeongwoo terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian, ketika motor vespanya berhenti tepat di jalan aspal depan rumah Sora, ia kembali buka suara, “Gue yang bayarin.”

Sora yang tengah berusaha melepaskan helm di kepalanya sontak mematung. “Bayarin apa?”

“Semuanya,” Jeongwoo mengalihkan pandang ke arah lain usai menerima helm dari tangan sang pacar.

“Nggak usah,” larang Sora. “Aku nggak ikut bukan semata karena alasan itu.”

“Terus apa dong?” tanya Jeongwoo sembari menurunkan standar motornya.

“Ibu ... nggak ada yang jagain.”

“Oh, iya yah. Ya udah kalo gitu sih emang nggak usah ikut aja. Kasian nanti Ibu kamu sendirian.”

“Kamu ikut nggak?”

Hening sejenak. Jeongwoo yang tadi sudah bersiap menaikkan standar motor spontan langsung menghentikan kegiatannya. “Gue? Enggak keknya.”

“Kenapa? Temen-temen kamu pada ikut semua kan? Nggak iri?”

“Fyuuuhhh,” napas Jeongwoo terhempas kasar. “Buat apa sih gue ikut kalo lonya aja enggak?”

“Ya nggak papa, kan nggak ada hubungannya juga,” kata Sora.

“Nggak mau. Males,” Jeongwoo menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lagian lo emang nggak tau ya Ra fakta penting tentang gue?”

Sora mengernyitkan hidungnya penasaran, “Fakta penting apa?”

“Hidup seorang Park Jeongwoo tuh bakal sepi banget kalo nggak ada Han Sora di sekitarnya.”

***

“Bun.”

“Heum? Ngapain kamu ngusel-ngusel ke Bunda?”

Bukannya menjawab pertanyaan sang Ibunda, Jeongwoo justru makin menenggelamkan wajahnya pada perut yang pernah ia huni selama sembilan bulan.

“Dih! Dih! Dih! Udah gede masih aja ngedusel-dusel ke Bunda. Liat tuh Kakak kamu. Nggak pernah tuh waktu seumuran kamu manja-manja lagi ke Bunda,” Ayah yang sibuk menonton berita malam mendadak ikut menyahut. Bawa-bawa Jaehyuk pula. Tidak tahu saja anak pertamanya itu kini diam-diam menyisir rambut bangga. Kapan lagi kan dipuji Ayah depan Jeongwoo?

“Kalo iri bilang aja sih, Yah,” cibir Jeongwoo.

Mendengar perkataan tak sopan putra bungsunya, kontan Bunda mencubit lengan anaknya itu. “Jangan gitu! Uang jajan kamu dikurangin tau rasa!”

“Tau tuh! Kurangin setengah aja Yah uang jajan Jeongwoo!” Jaehyuk kompor mode on.

Jeongwoo bangkit terduduk, lalu menendang Jaehyuk yang kebetulan tengah duduk bersila di dekatnya. Tidak keras kok, masih jaga akhlak dia di depan orang tua. “Kompor banget!”

true beauty, park jeongwoo (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang