Arka POV
Aku mengeluh saat motorku terpaksa harus berhenti karna lampu yang semula hijau itu berubah menjadi merah. Kulirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku yang masih menggenggam stang motor. Aku tersentak melihat posisi dua jarum jam yang berbeda panjangnya itu, 06.57!
Haahhh, udah pasti telat inimah gue! Mana masih jauh lagi! Gerutuku dalam hati. Andai saja aku tadi tidak hampir menabrak Sera yang berujung dengan mengobrol dengannya, pasti aku tidak akan setelat ini!
Aku jadi ingat bagaimana penampilannya tadi -setelan baju tidur, sendal jepit, rambut yang dicepol, dan muka bantalnya- yang sepertinya tidak dia sadari melihat bagaimana ekspresi shock bercampur malu nya. Tapi mungkin lebih besar rasa malu nya karna kami yang seumuran, bertemu disaat aku sedang berseragam SMA rapih sedangkan dia malah awut-awutan seperti itu.
Aku berdecak, lalu kulihat lampu merah itu sudah berubah menjadi kuning. Segera aku bersiap-bersiap mejalankan motorku lagi tanpa melepaskan pandanganku dari 3 lampu bulat yang berjejer vertikal itu. 1..2...3... Go!!
Aku rasa motorku adalah yang pertama kali melaju keluar dari barisan depan yang terdiri dari puluhan kendaraan saat lampu kembali hijau. Walau aku yakin aku akan tetap telat, tapi setidaknya aku masih bisa mengejar jam pelajaran pertama hari yang kebetulan adalah pelajaran kesukaanku, IPA, lebih tepatnya Biologi.
Aku bukan orang yang suka mengendarai motor dengan kecepatan tinggi apalagi kebut-kebutan. Hanya saat situasi tertentu saja aku 'terpaksa' melakukannya seperti sekarang ini. Sekilas kulihat jam tanganku menunjuk ke angka 7 dan 2 saat gerbang sekolah sudah berjarak beberapa meter dariku.
Aku memasuki sekolah tanpa kesulitan sama sekali, karna tidak ada aturan yang mengharuskan satpam tidak membukakan gerbang untuk murid yang terlambat disekolahku ini. Aku rasa itu bagus, karna siswa yang terlambat pasti mempunyai alasan, dan disamping itu datang terlambat jauh lebih baik daripada bolos sekolah bukan?
Jadi jika datang telat kami pasti tetap diizinkan masuk, namun untuk hukumannya itu tergantung guru yang ada dikelas. Apakah akan disuruh lari mengelilingi lapangan, berdiri didepan kelas, hormat dibawah tiang bendera, bersihin kamar mandi, nyanyi, joget atau ada juga yang hanya membiarkannya saja. Tergantung nasib dan mood si guru sebenarnya. Dan sekarang aku hanya bisa pasrah mengenai nasibku nanti.
Setelah memarkirkan motor dan menyimpan helm dirak khusus, aku segera berlari menyebrangi lapangan lalu menaiki tangga menuju lantai tiga dimana kelasku berada.
Suasa lorong cukup sepi membuat suara langkah kaki ku yang beradu dengan anak-anak tangga menjadi terdengar lebih keras. Sampai dilantai tiga saat aku hendak berbelok ke kiri, langkah kaki ku berhenti karna melihat Dinda yang berjalan keluar dari kelasnya yang berada dikoridor sebelah kanan bersama Runa. Aku mengernyitkan dahi melihat wajahnya yang pucat dan kelihatan lemas, ia bahkan berjalan dengan dipapah oleh Runa. Khawatir, akupun memutar badan berbelok kekanan untuk menghampirinya.
"Din, lo sakit?" tanyaku langsung saat sudah berada didepannya. Ia mengangkat wajahnya yang semula agak menunduk untuk menatapku. Dari jarak yang lebih dekat ternyata ia terlihat lebih buruk, bahkan bisa kulihat keringat yang keluar dari dahinya. Reflek aku memeriksa dahinya yang tertutup poni itu dengan punggung tanganku. Panas.
"Dinda dari abis bel tiba-tiba badannya panas Ar, pucet, tadinya dia gamau gue ajak ke UKS tapi setelah gue paksa dan sedikit gua ancem ahirnya nurut juga dia!" jelas Runa mewakili Dinda yang tidak kunjung menjawab pertanyaanku.
"Kalo udah ngerasa nggak enak badan aturan nggak usah masuk aja. Malah jadi makin parah yang ada, gimana sih lo! Lo dianter Kak Riko kan tadi? Emang dia nggak liat muka lo tadi pas kesini udah kaya mayat idup gini? Ayo gua anter ke UKS. Run, lo balik kekelas aja." ucapku panjang lebar memarahinya yang hanya diam memandangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovtangle
Teen FictionARKA POV Aku sudah berjanji akan selalu menjaga dia. Tapi kini dia memilih orang lain untuk menjaganya. Apa yang bisa aku lakukan selain ikut bahagia untuknya? Aku sangat menyayanginya, atau mungkin lebih dari itu? DINDA POV Aku merindukannya, aku b...