Arka POV
Setelah mengantar Dinda kerumah, aku langsung putar balik menuju rumahku. Yaa, memang lumayan jaraknya dari sini. Tapi ini sudah menjadi salah satu tugasku sebagai sahabat yang merangkap sebagai supir gratisnya si Bebek itu.
Sebenarnya aku juga tidak pernah berfikir sebelumnya kalau pertemanan -tepatnya persahabatan- ku dengan Dinda bisa bertahan hingga selama ini. Apalagi dia adalah seorang perempuan.
Ada yang bilang bahwa laki-laki dan perempuan tidak bisa hanya menjadi sahabat. Pasti akan ada salah satu yang melibatkan cinta. Dan kalau itu terjadi, pilihannya hanya dua. Persahabatan mereka hancur, atau mereka menjadi sepasang kekasih.
Tapi untuk aku dan Dinda.. Entahlah, siapa yang tau apa yang akan terjadi kedepannya? Bisa saja si bebek itu jatuh pada pesona ku. Haha. Atau.. Aku? Hah, tidak mungkin!
Aku sudah berjanji pada kak Riko untuk selalu menjaganya, dan aku rasa aku hanya bisa melakukan itu pada batasan kami yang seperti ini. Sebagai sahabat.
***
Saat aku tiba dirumah, tidak seperti biasanya pintu terbuka lebar. Dari luar terlihat tidak ada satupun lampu yang menyala, apa mati lampu?
Segera saja aku turun dari motor dan masuk kedalam rumah, jam segini dirumah hanya ada Cindy -adikku satu-satunya- sedangkan ibuku masih dikantor. Biasanya kalau mati lampu begini Cindy akan duduk diteras sambil menungguku pulang. Tapi kenama dia bahkan tidak ada diruang tamu? Apa dia belum pulang dar sekolah? Ah, tapi tidak mungkin.
Aku mulai khawatir dan segera naik keatas dimana kamar Cindy berada. Karna masih sore, jadi walau mati lampu tidak terlalu gelap didalam.
Dari tangga aku melihat pintu kamar Cindy terbuka dan terdengar suara seorang perempuan. Saat aku memasuki kamarnya tiba-tiba..
Brukkk.
"Awww!!" hal pertama yang aku rasakan adalah sakit. Entah apa yang orang itu pukulkan ke kepalaku.
"Rasain lo, dasar maling oon!!" serunya.
"Woy gue bukan ma- aduhh!!" aku mencoba melihat wajah perempuan itu tapi sebuah pukulan manis mengenaiku -lagi- kali ini dipunggungku.
"Pergi gak lo atau gue panggil orang se RT buat gebukin lo!!" teriaknya dan bersiap-siap menyerangku lagi.
"Gue bilang gue bu- Awww!! Lo gila yaa?? Arrgghh!!" ini keterlaluan. Aku dipukuli dirumahku sendiri??! Siapa sebenarnya perempuan ini??!
Sekilas aku bisa melihat Cindy yang terbaring ditempat tidurnya. Apa yang terjadi sebenarnya?
"Ngatain gue gila lagi lo! Rasain nih-
"Kak Arkaa.." panggilan lemah dari Cindy membuat perempuan kurang ajar itu tidak jadi memukulku lagi. Hhh, syukurlah Cindy bangun. Dan sekarang aku sudah bisa melihat wajahnya walau agak remang-remang. Sepertinya dia seumuran denganku.
"See? Apa ada maling yang dipanggil kakak sama penghuni rumah yang mau dia malingin?" kataku sambil mengusap-usap kepalaku yang masih terasa sakit karna kejadian barusan.
Gadis itu melihat Cindy dan aku bergantian dan menjatuhkan 'senjata' nya yang ternyata adalah sebuah payung lipat Cindy yang bermotif hello kitty. Astagaa, perempuan ini sepeetinya punya bakat menyiksa orang.
"Dia kakak aku ka, bukan maling. Emang si mukanya agak kriminal cumaa-
"Heh, songong yaa. Kamu nggak kasian apa, kaka tuh abis dikira maling trus digebukin dirumah sendiri.." kataku dan melirik perempuan itu yang kini hanya diam menunduk. Mungkin dia merasa bersalah karna sudah salah memukuli orang. Baguslah.
"Hehe iyaa maaf elaah gitu aja ngambek. Yaudah kita kebawah aja yuk, nanti aku ceritain ke ka Arka. Ayo kak." Cindy mengamit lengan perempuan itu dan turun kebawah bersama sedangkan aku mengekori mereka dibelakang.
Siapa sebenarnya perempuan itu?
***
Sera POV
"... Ayo kak." aku menurut saja saat Cindy menggadeng lenganku dan menarikku turun kebawah. Dalam hati aku sangat malu, menyesal, dan merasa bersalah karna telah mengira kakanya Cindy maling dan -lebih parahnya lagi- memukulinya.
Hhh, rasanya aku bahkan tidak punya muka untuk berhadapan dengannya untuk sekedar minta maaf. Tapi terlambat. Sekarang kami bertiga sudah duduk di bangku teras rumah Cindy. Karna masih mati lampu, didalam jadi agak remang-remang.
Entah kenapa aku tidak berani melihat wajah lelaki didepanku yang tampaknya masih kesakitan karna pukulanku tadi. Apa sekencang itu pukulanku?
"So, coba ceritain gimana bisa ampe kaka di tuduh maling dan digebukin dirumah sendiri?" reflek aku mengangkat wajahku untuk melihatnya, dan saat itu juga mata kami bertemu. Akupun tidak ada pilihan lain selain membuka suara.
"Sorry." itulah kata pertama yang keluar dari mulutku.
"Waktu Cindy ketiduran abis minum obat datang bulan tiba-tiba mati lampu. Terus pas gue denger kaya ada suara orang masuk gue langsung mikir itu maling. Gue panik, jadi gue ambil aja barang yang ada buat jaga-jaga kalo tu maling masuk." lanjutku.
"Pertama, kenapa lo mikir itu maling? Mana ada maling sore-sore gini? Lagi juga emang lo pikir anak smp kaya dia tinggal sendirian dirumah? Bisa ajakan itu orangtuanya, kakanya, tantenya, neneknya." aku mendesah mendengar deretan pertanyaannya. Saat aku ingin membuka mukut dia kembali bersuara.
"Kedua. Dari sekian banyak barang dikamar Cindy, kenapa harus payung?? Lo gak pernah ngerasain kan kepala lo yang gak bersalah apa-apa dipukulin pake payung, hello kitty lagi?! Gimana kalo gua amnesia?" aku tercengang mendengar perkataannya. Bagaimana bisa lelaki yang kelihatannya cool -pada awalnya- seperti dia bicara sepanjang itu?
Akupun memilih diam,menunggu dia melanjutkan argumen indahnya itu.
"Dan terahir. Lo siapa sih sebenernya? Kenapa lo bisa ada dikamar Cindy? Kalian keliatannya udah akrab, tapi gue gak pernah liat lo sebelumnya." dari 3 pertanyaan yang dia ajukan hanya pertanyaan ini yang setidaknya aku ingat untuk bisa kujawab. Sisanya, aku tidak ingat dia bicara apa tadi.
"Bisa gue jelasin sekarang?" tanyaku
"Silahkan.."
"Jadi ta-
"Jadi gini loh kaa...." saat aku mau menjelaskan semuanya Cindy langsung menyerobot dan mengambil alih tugasku. Aku pun lagi-lagi pasrah dan mendengarkan cerita yang keluar dari mulut anak itu. Dia menceritakan sampai sangat detil. Sedangkan kaka nya sesekali melirik kearahku dan aku hanya membuang muka.
"Naahh jadi gitu kak ceritanya. Intinya kak Sera ini udah nolongin aku dan soal yang tadi itu beneran cuma salah paham ajakok. Iya kan kak?" tanya meminta persetujuan.
"I.. Iya. Hmm sekali lagi gue minta maaf yaa udah mukulin lo. Eee.. Masih sakit gak?" tanyaku ragu.
"Udah nggak terlalu kok. Btw makasih ya udah nolongin adek gue. Jadi lo tetangga baru yang disebelah?" jawabnya dan kemudian gantian menanyaiku.
"Sama sama. Iya, gue baru tadi pagi nyampe. Oh ya, kayanya gue mesti pulang deh. Rumah gue masih berantakan banget soalnya." aku bangkit dan merapikan bajuku yang sedikit kusut.
Cklek
Tiba-tiba lampu kembali menyala dan akupun tersenyum kepada mereka berdua.
"Tuh udah nyala lampunya, gue pamit yaa. Oya Cindy, jangan lupa kalo hari-hari pertama kaya gini banyakin minum air putih sama jangan kecapean, biar gak sakit ampe pucet banget kaya tadi. Oke??" Cindy mengangguk semangat dan membalas senyumku.
"Makasih banyak kak Sera.. Nanti kalo sempet mampir kesini ya kaa. Nanti aku kenalin ke Bunda." katanya.
"Oke, nanti kaka pasti mampir lagi kok. Hmm, gue pamit ya. Sekali lagi ma-
"Udah gausah banyak-banyak minta maafnya. Gue kan udah tau ceritanya gimana." potongnya sambil tersenyum -untuk pertama kalinya sejak tadi.
"Thanks. Kaka pulang ya Cin.." aku segera pergi setelah membalas lambaian tangan dari Cindy dan tersenyum sekilas padanya dan.. Arka. Ya, seingatku itulah namanya.
***
TBC..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovtangle
Teen FictionARKA POV Aku sudah berjanji akan selalu menjaga dia. Tapi kini dia memilih orang lain untuk menjaganya. Apa yang bisa aku lakukan selain ikut bahagia untuknya? Aku sangat menyayanginya, atau mungkin lebih dari itu? DINDA POV Aku merindukannya, aku b...