05. Cognizant

8 2 0
                                    

Ini adalah hari ketujuh. Lebih tepatnya hari ketujuh aku kembali terbangun di tempat yang asing dan di tubuh yang asing pula. Aku kira semua ini hanyalah mimpi, tapi nyatanya aku terus saja terbangun di tempat ini lagi dan lagi.

Setiap kali aku membuka mata, aku selalu melihat langit-langit kamar yang sama. Langit-langit kamar berlukiskan para malaikat-malaikat kecil bersayap yang telanjang dan sedang memegangi terompet. Hmm, sejujurnya tidaklah buruk terbangun di kamar ini dengan seluruh perabotnya yang dilapisi emas. hm, hm... benar ini sungguh menakjubkan.

Tok tok tok

"Permisi nona, saya Cecile. Apakah Anda sudah bangun?"

Tanpa mendengar balasan dariku, Cecile langsung membuka pintu. Aku mengedipkan mataku dan memandanginya yang masuk dari balik pintu. Cecile memandangiku sembari tersenyum.

"Mengapa kau selalu tersenyum setiap kali kau memandangiku yang baru saja terbangun dari tidur?"

Masih dengan senyumannya, Cecile berkata "Saya hanya merasa senang karena melihat nona sudah kembali sehat, sebelumnya saya hanya melihat nona berbaring lemas dan tidak sadarkan diri."

Cecile meletakkan baskom berisikan air diatas meja bercermin yang terletak di sisi kanan ranjang.

"Nah, silakan cuci wajah Anda dulu."

Aku duduk dipinggir ranjang dan hendak berdiri, namun sebelum aku berdiri Cecile bergegas menujuku. Ia memegangiku dan membantuku untuk berjalan menuju meja bercermin.

Sebelumnya dua hari yang lalu terjadi peristiwa dimana aku terjatuh dan kepalaku membentur lantai dengan keras. Hal itu terjadi saat aku melakukan terapi berjalan dan didampingi oleh Dokter Mikel. Aku bersikeras meminta Dokter Mikel untuk menghilangkan penyangga yang selama ini membantuku untuk berjalan. Akan tetapi aku lupa pada kenyataan bahwa kakiku masih terlalu lemah. Akibatnya aku justru terjatuh dan kepalaku membentur lantai dengan keras.

Aku masih ingat rasa sakit di kepalaku dan benjolannya pun masih ada.

"Terima kasih." Ucapku begitu sampai di meja bercermin.

Mendengar ucapan dariku, Cecile pun membelakkan matanya. Kedua matanya berkedip cepat dan memandangiku terkejut sekaligus kebingungan.

"Kenapa kau mudah sekali terkejut dengan apa yang aku katakan dan lakukan?"

Cecile menundukkan kepalanya cepat "M-maaf, nona. Saya tidak bermaksud-"

"Tuh kan, lagi-lagi kau seperti itu. Selalu meminta maaf padahal tidak salah apapun."

Aku pun mulai membungkuk dan membasuh wajahku dengan air hangat dari baskom. Setelah ku rasa cukup. Cecile pun memberikan handuk kecil kepadaku. Ku ambil handuk itu darinya dan menggunakannya untuk mengeringkan wajahku.

"Cecile." ucapku sembari menatap pantulan diriku pada cermin.

"Ya, nona?"

"Berapa umurmu?"

Kedua alis Cecile mengembang, "Saya 28 tahun."

"Apakah kau sudah menikah?"

"Belum, nona."

"Kenapa?"

"Saya..." Cecile terdiam sebentar. "Belum ada pria yang ingin menikahi saya."

"Omong kosong."

Cecile tersentak kaget.

"Mana ada pria yang tidak ingin menikahimu yang merupakan wanita lembut?"

"Memang itu yang terjadi, nona. Lagipula sebentar lagi saya akan berusia 30 tahun, sudah tidak pantas lagi untuk disebut gadis maupun wanita untuk dinikahi."

Renascence: The Lady In PurpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang