Aku mendengar deru nafas yang tipis, ringan dan lembut. Ku buka mataku dengan perlahan. Samar-samar buram aku melihat para malaikat kecil berkulit putih bersih seperti susu. Mereka memiliki sayap yang menempel dipunggung mereka. Tak hanya itu, mereka juga menggenggam sebuah terompet. Bahkan beberapa ada yang seperti sedang meniupnya.
Ku kedipkan mataku berulang kali, masih tidak yakin dengan apa yang ku lihat. Tiba-tiba seorang wanita menjerit seperti sedang menguras oksigen dari dalam paru-parunya.
"Keagungan memihak kepada Koidgjen!!" Jeritnya dengan lantang.
Ku arahkan bola mataku ke sumber suara. Aku melihat seorang perempuan muda berpakaian, um, tunggu aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. perempuan itu seperti mengenakan gaun, tapi bukan juga gaun yang biasa dikenakan diacara pesta-pesta. Gaun yang dikenakan perempuan itu nampak seperti gaun-gaun kuno abad 17 atau 18 dan terlalu lusuh dan polos seperti bukan untuk kaum bangsawan.
Apakah perempuan itu seorang rakyat biasa atau mungkin seorang pelayan?
"L-Lady Violaine!" Perempuan itu terlihat panik dan bingung. Kedua pupilnya bergetar dan berair disaat yang bersamaan. "S-saya akan memanggil dokter." Lanjutnya. ia pun langsung berlari cepat dan meninggalkanku.
Sungguh pelafalan yang asing, aku tidak pernah mendengarnya. Tapi kenapa aku bisa mengerti apa yang perempuan itu katakan?
Mataku tertarik pada pantulan cahaya di beberapa perabotan yang ada di ruangan ini. Hampir di setiap sudut perabotan terdapat ukiran berwarna kuning keemasan yang berkilau. Kilauan itu makin memancar akibat sinar terang mentari yang masuk dari balik jendela. Tak hanya pada perabotan, dinding yang dicat putih ini pun memiliki ukiran berwarna kuning keemasan yang berkilau.
Hmm, ini hanya cat kuning biasa atau emas murni?
Dengan hati-hati aku menegakkan tubuhku dan hendak memposisikan tubuhku untuk duduk, namun tubuhku terlalu lemas dan tidak bertenaga sehingga aku kembali jatuh terbaring. Saat aku terbaring, aku pun kembali menjumpai para malaikat kecil bersayap yang telanjang sembari memegangi terompet. Anehnya, mereka tidak bergerak sama sekali. Aku berkedip, berkedip, dan berkedip lagi namun para malaikat kecil itu tetap saja tidak bergerak. Aku pun sadar bahwa yang ku lihat ini hanyalah lukisan. Lukisan pada atap langit ruangan.
Jika memang para malaikat kecil itu hanyalah lukisan, maka artinya aku belum mati. Lalu apa yang terjadi tadi? Bukankah aku sedang dicekik?
Aku pun mengangkat kedua tanganku dan meraih leherku. Ku raba dan ku tekan dengan perlahan untuk merasakan rasa sakit yang kiranya akan tertinggal disana, tapi anehnya aku tidak merasakan apapun. Rasa sakit akan cekikan serta luka-luka dari kuku-kuku tajam yang tertanam di leherku secara ajib menghilang.
Sungguh aneh.
Namun tidak berhenti disitu, hal lebih aneh pun terjadi. Mataku tertuju pada tangan-tanganku. Kedua tanganku terlihat sangat kecil seolah hanya ada tulang dan kulit. Begitu kecilnya hingga kini sudah gemetaran tak bertenaga karena ku gerakkan sedikit. Bahkan kulitku pun sudah sangat putih seperti warna kulit mayat.
Bagaimana bisa aku menjadi sekurus ini? Aku sudah tidak sadarkan diri selama berapa lama hingga lemak di tubuhku pergi meninggalkanku?
Ceklek!
Knob pintu ruangan bergerak, pintu pun terbuka. Tak lama kemudian perempuan yang berpakaian seperti pelayan tadi memasuki ruangan dan berjalan ke sisi ranjang.
"Nona, saya sudah meminta seseorang untuk memanggilkan Dokter Mikel. Ia akan segera tiba." Ucap sang perempuan dengan suaranya yang bergetar.
Sebelum aku melontarkan pertanyaan kepada perempuan itu, tiba-tiba ia mulai menangis sesenggukan.
![](https://img.wattpad.com/cover/251272242-288-k37963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Renascence: The Lady In Purple
Historical FictionPercayakah kau bahwa setiap manusia memiliki beberapa kehidupan sebelum kehidupannya saat ini? Tidakkah kau penasaran dahulu kau hidup sebagai siapa? Jaksa, pangeran/putri kerajaan, atau justru seorang penjahat yang jenius? Laras Eliza, seorang maha...