Langit senja melembut dan memancarkan warna jingga keemasan yang hangat. Dibawah terik jingganya itu para pasien Pusat Rehabilitasi Kembang Kencana sedang bersorak ria karena aktivitas sore mereka yakni bermain bola voli. Permainan voli senja itu berlangsung dengan sangat sengit bahkan sampai para penonton pun ikut geregetan melihatnya. Aku hanya bisa tertawa kecil sembari memandangi mereka dari balik jendela ruang perawat.
"Ras." Suara lembut seorang perempuan memanggilku dari belakang. Aku menoleh dan mendapati Kak Tia, seniorku. "Sedang apa?" Lanjutnya.
Aku tersenyum kemudian menunjuk para pasien yang sedang bermain bola voli dengan dagu, "Lagi ngelihatin mereka main voli tuh, kak." Ucapku.
Kebetulan sekali saat aku selesai dengan kalimatku, Pak Joko—salah satu pasien rehab—sedang melakukan smash andalan beliau. Bola yang dipukul keras oleh Pak Joko menukik tajam ke bawah dan mengenai daerah lawan. Sontak Pak Joko dan timnya langsung melompat kemudian joget kegirangan. Aku dan Kak Tia yang melihat itu justru terkikik geli.
Drrtt drrtt
Ponsel yang berada di kantung celanaku, bergetar. Ku lihat notifikasi yang tertera disana. Ada pesan masuk dari Anya, sahabatku.
Anya
Ras, nanti jadi kan?Me
Jadi, yuk yuk!Bibirku merekahkan senyuman. Perasaan senang yang menggebu terasa meluap memenuhi dadaku. Aku sangat senang karena ini adalah kali pertamanya setelah empat bulan lebih kami tidak bertemu karena dia sedang magang di ibu kota. Kami akan pergi ke festival kota dan menjajal berbagai kuliner dan permainan yang menarik di sana.
"Kak Tia, aku pamit duluan ya. Jam magangku sudah selesai." Ucapku berpamitan.
"Eh, tunggu!"
Aku berbalik dan menatap Kak Tia, "Ada apa kak?"
"Kamu jadi ke festival di pusat kota bersama temanmu?"
Aku mengangguk.
Kak Tia mengulum bibirnya kemudian berdeham.
Aku menelan ludah, "Ada apa ya, kak?"
Ku mohon jangan jam molor, ku mohon jangan jam molor. Aku ingin pergi bermain bersama Anya.
Kak Tia terdiam sebentar. Kedua matanya berkedip lambat.
"Tidak ada apa-apa kok. Aku cuma iri, aku juga ingin main. Hehe"
Aku menghela nafas lega.
"Kalau begitu, nanti saya akan fotokan suasana festivalnya deh. Hehe"
Kak Tia tersenyum. Tangannya pun meraih lenganku dan mengusapnya lembut, "Betulan ya? Aku tunggu loh."
Aku mengangguk.
"Selamat bersenang-senang ya."
"Terima kasih kak. Saya pamit dulu."
Aku pun menggantungkan tasku di bahu, melambaikan tangan kepada Kak Tia kemudian berjalan keluar menuju parkiran.
Drrtt Drrtt
Ponselku kembali bergetar dan notifikasi pesan dari Anya muncul di layar.
Anya
Aku ajak Evan, ya?Langkahku terhenti. Aku terdiam cukup lama dan berpikir, bagaimana caranya mengatakan 'tidak' kepada Anya?
Aku tidak ingin melihat dan bertemu dengan Evan, terlebih jika sedang bersama Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renascence: The Lady In Purple
Historical FictionPercayakah kau bahwa setiap manusia memiliki beberapa kehidupan sebelum kehidupannya saat ini? Tidakkah kau penasaran dahulu kau hidup sebagai siapa? Jaksa, pangeran/putri kerajaan, atau justru seorang penjahat yang jenius? Laras Eliza, seorang maha...