Semenjak Gulf diadopsi, Mew tumbuh menjadi pria yang berkepribadian aneh. Seminggu setelah Gulf pergi, ibu panti menegur Mew yang sama sekali tidak menyentuh makanannya. Setiap hari, Mew akan mengurung diri di kamar dan keluar jika merasa haus atau sekedar ingin ke kamar mandi. Ibu panti menghela nafas, mencoba memikirkan cara terbaik agar Mew bisa menerima keputusannya. Namun setelah sebulan Gulf pergi, ibu panti terkejut mendengar seorang anak panti yang berteriak karena melihat Mew tergeletak di depan pintu kamar mandi dengan mulut yang berbusa.
"Mew, kenapa kau seperti ini?" Ibu panti menggenggam tangan Mew dengan erat. Ingin sekali rasanya memarahi anak itu, tapi ibu panti tidak tega. Apalagi setelah melihat begitu pucatnya wajah Mew dan begitu lirihnya suara anak itu menyebut nama Gulf, "maafkan ibu, nak. Maafkan aku" lalu ibu panti menangis tersedu.
Hingga seminggu kemudian, Mew dinyatakan sehat oleh dokter. Ibu panti mengucapkan terima kasih sambil membungkuk, merasa senang karena Mew tidak perlu merasa sakit lagi, "kalau begitu, saya permisi bu" ucap dokter lalu berjalan menjauh keluar dari kamar rawat Mew, "sekali lagi terima kasih, dokter" ibu panti sekali lagi membungkukkan badannya dan menoleh ke arah Mew tapi yang perempuan itu lihat Mew hanya diam saja dengan pandangan kosong.
"Mew" ibu panti memanggil dengan suara lembut, "kau ingin melakukan sesuatu setelah ini?" Lalu tangannya menarik selimut Mew ke atas agar lebih menutupi tubuh anak itu.
"Aku tidak ingin melakukan apapun ibu" itu adalah kalimat pertama yang Mew ucapkan setelah Gulf pergi, "aku tidak tahu harus melakukan apa. Selama ini, Gulf yang selalu mengajakku untuk melakukan sesuatu" lalu setelahnya Mew menangis. Ibu panti dengan cepat memeluk Mew dengan erat, membiarkan anak itu mengeluarkan semua rasa sakit yang selama ini dia pendam, "aku hanya ingin Gulf, ibu panti"
Ibu panti terdiam.
Ini adalah kesalahannya.
Dia yang telah membuat Mew menjadi seperti ini.
"Aku akan membuatmu bertemu dengan Gulf. Ku mohon jangan menyakiti dirimu lagi, Mew"
.
.
Tapi kenyataan berkata lain."Keluarga Kanawut sudah tidak tinggal di sini lagi, bu. Mereka sudah pindah sebulan yang lalu"
Ibu panti berjalan sambil melamun. Satpam perumahan tadi tidak mungkin berbohong. Apalagi setelah ibu panti melihat sendiri rumah yang menjadi tempat tinggal Gulf sudah kosong, "apa yang harus aku katakan kepada Mew?" Ibu panti mengusap wajahnya kasar, "Mew pasti sangat kecewa"
"Ibu panti!" Mew berlari ke arah ibu panti, "apa Gulf mau bertemu denganku?" Lalu anak itu tersenyum dengan nafas yang terengah - engah.
Ibu panti memandang Mew dengan ekspresi yang tidak bisa dimengerti oleh anak itu sendiri, "apa Gulf tidak mau bertemu denganku?" Lalu sekali lagi Mew bertanya, kali ini wajahnya mulai khawatir.
"Mew, kita harus kembali" ibu panti menyentuh kedua bahu Mew dan meminta anak itu untuk berbalik agar mereka bisa segera pulang tapi Mew malah menjauhkan tangan perempuan paruh baya itu dengan wajah bingung, "kenapa kita harus pulang?"
Ibu panti tidak tahu harus mengatakan apa, "Mew, ayo kita bicara di panti saja" selain memaksa Mew untuk kembali. "Aku tidak mau!" Mew meronta, "aku harus bertemu dengan Gulf!" Kemudian tanpa sadar berteriak kepada ibu panti.
"Mew.. Gulf sudah tidak tinggal di sana lagi" setelahnya, Mew terdiam. Tangannya yang tadi sibuk melepaskan diri dari ibu panti, kini terkulai lemas. "Gulf dan keluarganya sudah pindah" dan Mew tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Alamat ini adalah satu - satunya alamat yang bisa membuat Mew bertemu dengan Gulf.
Lantas, bagaimana mereka bisa bertemu setelah ini?
Mew tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya, "kenapa semua orang berusaha menjauhkan aku dari Gulf?" Lalu Mew bergumam dengan suara lirih.
"Apa karena aku anak seorang pembunuh jadi kalian ingin menjauhkan aku dari Gulf?" Ibu panti menggelengkan kepalanya, mencoba menenangkan Mew dengan mengusap kedua lengan anak itu, "kalian jahat!" Tapi Mew menjauhkan tangan ibu panti darinya, kemudian anak itu berlari menjauh, "Mew! Kau mau kemana?!"
Mew berlari sekuat mungkin dengan kedua matanya yang sudah berkaca - kaca. Mew tidak pernah tahu kalau rasanya akan sesakit ini jika dia jauh dari Gulf. Bahkan sekarang, Mew tidak tahu keberadaan Gulf, "kemana aku harus mencari Gulf?" Lalu Mew berhenti berlari dan menangis sekuatnya. Satu lengannya menutupi wajahnya yang menangis, "kemana aku harus mencarimu, Gulf?" Kemudian Mew terduduk di pinggir jalanan, melepaskan semua rasa sedihnya. Hingga akhirnya Mew menyadari bahwa dia tidak ingin hidup lagi. Jika tidak ada Gulf, untuk apa dia hidup di kota yang ramai ini.
Akhirnya, Mew berdiri dari posisinya. Sambil mengusap air matanya, Mew berjalan mendekati jalanan kota yang ramai dengan kendaraan. Mew berjalan dengan pandangan kosong, berharap ada mobil besar yang akan menabraknya dan membuatnya mati seketika.
Tin!
Tin!
Tin!
Brak!
.
.
"Kau ingin apel, nak?" Mew menganggukkan kepalanya begitu dia menoleh ke arah ibu panti yang sedang sibuk mengupas buah, "setelah ini, kau ingin melakukan sesuatu?""Mungkin aku akan membaca buku di taman, bu" ucap Mew sambil tersenyum. Ibu panti menganggukkan kepalanya lalu memberikan sepiring penuh potongan buah apel kepada Mew, "ibu bisa pulang ke panti, anak - anak pasti merindukan ibu panti"
"Ya, aku memang akan pulang. Aku akan membawa pulang baju kotormu dan menggantinya dengan yang sudah dicuci" Mew mengangguk, mulutnya sibuk mengunyah buah apel yang terasa sangat manis.
"Ibu! Sepertinya aku melihat bintang di langit!" Mew tiba - tiba berteriak heboh saat sedang memandang ke arah jendela, "Mew, jangan mengada - ada. Ini masih siang" tapi ibu panti yang tidak percaya hanya bisa tertawa, "Aku serius!"
Mew yang merasa kesal akhirnya membiarkan ibu panti tertawa, pria itu terus menatap satu titik cahaya di langit yang dia yakini sebagai bintang dengan wajah senang.
"Aku harap, aku juga bisa menemukan bintang - bintang yang lain!"
.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
DAYSTAR ✔ - MEW GULF
Historia Corta[END] Bagi Mew, Gulf seperti sebuah bintang di siang hari. #5 MEW (20210501) #4 MEW (20210510) #10 Tharntype (20210513)