"Nona,"
Amara menghentikan langkah kakinya. Gadis itu membalikan badan melihat sosok yang memanggilnya. Kedua tangan Amara menenteng plastik belanja berisi tisu basah dan minuman kaleng dingin yang baru Amara beli sebagai sogokan pada Liam-sebab coretan tangan.
Pemuda tinggi berseragam rapi yang memanggilnya barusan berhenti didepannya dengan senyum menawan cerah. Seperti biasa, riddle adalah perpaduan pangeran dongeng yang pas untuk dipandangi berlama-lama.
"Ya?"
"Anda mau pergi kemana?"
Apakah Riddle memanggilnya untuk menanyakan hal itu saja?
"Aku mau ke kelas. Bagaimana dengan ketua? Ada perlu apa sampai anda berlarian seperti itu?"
Amara menatap jeli nafas pemuda dihadapannya itu yang sedikit tersengal. Riddle tersenyum kikuk, menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. Amara tidak tau saja kalau Riddle berlari mengejarnya sejak gadis itu keluar kantin.
"Aku ingin memberitahu mu untuk rapat Ketua Kelas dan OSIS sepulang sekolah."
"Rapat?" Amara mengangguk kecil. "Baiklah, aku pasti akan datang. Tapi Ketua, apa hanya itu saja yang ingin anda sampaikan sampai harus berlari seperti ini?"
Alis Amara terangkat jeli, dia sadar jika sesaat tadi Riddle tampak terengah-engah.
"Y-ya, itu aku sedang berolahraga."
"Olahraga?" Amara takjub. "dengan seragam sekolah? Apa anda berlari keliling sekolah?"
"Ti-tidak itu," Astaga, apa yang yang harus ia katakana? Riddle merutuki dirinya sendiri.
Amara tertawa. Membuat Riddle yang melihatnya terkesima. "Kenapa wajah anda sangat lucu ketua. Itu menggelikan."
Mengerjap karena termenung terlalu lama, Riddle mengusap belakang lehernya, kaku. "Maaf, saya gugup tanpa alas an."
"Apa karena saya cantik?" Amara tersenyum sambil menunjuk wajahnya. Menikmati wajah malu-malu Riddle yang sontak mundur dua kali. Gadis itu terkekeh lagi. "Jadi, saya cantik?"
Riddle tidak bisa berbohong, apalagi pada malaikatnya.
"Hmm," Riddle mengangguk kecil. Menutup pipinya dengan satu tangan. Irisnya melarikan diri dari tatapan Amara. "Anda, sangat cantik seperti malaikat."
Puja Pangeran Dongeng Riddle.
Amara berkedip. Tidak menyangka dengan reaksi pemuda dihadapannya itu. Mendadadk dirinya yang berniat bercanda, terkena dampaknya juga. Hell, salahkan wajah imut Riddle yang lembut saat merona.
"A-ah." Amara bergerak mundur satu kali. "Maaf, apa aku kelewatan?"
Riddle meliriknya diam-diam, kembali melarikan diri dari pandangan saat maniknya bertemu dengan iris jernih Amara. "Nona, apa anda tidak merasa malu?"
"Eh?"
"Seperti saat anda tiba-tiba tidak bisa mengendalikan diri anda didepan orang yang anda suka, apa anda tidak merasakan itu?"
Dia sedang membicarakan dirinya sendiri ya.
Amara menggeleng pelan. "Kenapa aku harus malu?" Gadis itu mengulas senyum miring diwajahnya. "jangan-jangan anda yang malu, Tuan Muda Kreuz?"
"Tidak," Riddle menjawab cepat-cepat dengan wajah lebih memerah. "Dan panggil aku Riddle, jangan tuan muda ataupun ketua." Suaranya melirih diakhir, seperti angin malu-malu.
Amara menggeleng tertawa kecil. "Astaga, lucu sekali anda." Tangan gadis itu terangkat, Riddle terdiam sebentar saat sebuah tepukan mendarat dipucuk kepalanya. Lembut. "Maaf ya, wajah anda terlalu imut untuk dibiarkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
|KEKIRA|
Ficção AdolescenteCarlson menautkan tangan diatas meja, secara tidak langsung mengatakan bahwa dia yang berkuasa disini. Bahkan jika Amara menolak, dirinya tidak bisa melakukan apapun. Amara meneguk ludah kecut saat tatapan Carlson menyorotnya rendah. Dunia seakan r...