Kurang dari 1 jam Revan sudah sampai di depan kafe dekat kampusnya. Ia membuka pintu kafe itu lalu melihat seisi ruangan mencari Abel yang tadi menelfonnya meminta untuk dijemput.
Ketemu. Setelah 1 menit berdiri di dekat pintu akhirnya Revan menemukan Abel. Tanpa berlama-lama Revan langsung menuju kursi tempat Abel duduk.
"Lo berdua kenapa lagi sih? Ribut mulu kerjaannya." Sambar Revan tiba-tiba.
Terlihat di depan matanya Abel dan Dika dengan wajah yang kusut saling berdiam diri. Entah ada yang menyadari kedatangannya atau tidak, pasalnya kedua orang di hadapannya ini sekarang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masih.
Sedetik setelahnya Dikalah yang pertama kali menyadari kehadiran Revan. Dika memicingkan matanya, ia menatap Revan dalam-dalam. Laki-laki itu sangat benci Revan, sangat. Ia tidak suka dengan kehadiran Revan di sini. Menganggu.
"Ngapain kesini?" Ujar Dika dengan nada bicara tak suka sambil terus menatap Revan tajam.
Abel menengok, ia melepas airpods yang sedari tadi menempel di kedua telinganya dengan volume full. Abel tak berbicara sepatah katapun, ia lebih memilih diam sambil melihat perdebatan kedua orang di depannya ini.
"Ya elu ngapain ribut mulu si? Gak kasian sama anak orang?" Jawab Revan tak kalah nyolot.
"Gua kan cowonya. Ya terserah gua dong?"
Revan menautkan alisnya. Dika bener-bener nyebelin, sifat nyolotnya bikin Revan nerkam Dika sekarang juga.
Abel yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya berbicara. Tujuannya menelfon Revan ke sini itu untuk menjemputnya, bukan untuk menambah runyam masalah.
"Udah.. udah.. gue mau balik sekarang." Ucap Abel. "Lo nyebelin, Dik." Lanjutnya sambil menatap sebal ke arah Dika.
Abel menyambar lengan Revan lalu membawanya keluar dari kafe. Untungnya keadaan kafe sedang sepi, jadi setidaknya mereka gak jadi bahan tontonan gratis.
Dika sama sekali gak menyusul, ia malah diam dan kembali duduk di kursinya. "Orang aneh" batin Abel.
Setelah sampai di parkiran mereka tak langsung pulag. Revan diam sambil menatap Abel. Entah apa arti tatapan itu, Abel sama sekali tak mengerti.
"Bel, lu seharusnya gak kayak gini."
"Maksudnya?"
"Kalo lu kayak gini terus namanya lu gak ngehargain Dika sebagai cowo lu."
Abel menatap Revan heran. Ia paham apa maksud dari perkataan Revan, tapi harus banget Revan berbicara tentang itu sekarang ke Abel?
"Apasih?"
"Lu itu cewenya Dika, Bel."
"Yaiya tau." Abel mendengus. "Jadi lo gak ikhlas jemput gue nih?" Tambahnya.
"Bukan gitu, besok-besok lagi lu gak boleh gini. Selesain secara baik-baik, jangan asal main telfon gua trus cabut gitu aja."
"Van, lo tadi belain gue di dalem kenapa-"
Revan malas berdebat dengan Abel sekarang, apalagi sekarang sedang di tempat keramaian. Revan sama sekali gak mau jadi bahan tontonan orang banyak.
"Udah ayo balik." Potong Revan sambil memberikan helm ke Abel.
Selama perjalanan hening. Tak ada satupun yang mengawali pembicaraan. Keduanya sama-sama sedang ada di pikirannya masih-masing.
Hampir setengah jam perjalanan hening akhirnya sampailah mereka di depan kosan Abel. Tak ada suara, Abel langsung turun dari motor lalu langsung masuk ke kosannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
right there
FanfictionKenapa semesta yang menyelesaikan ini? Kenapa bukan ia yang diijinkan untuk menyelesaikannya? Kenapa harus dihilangkan?