O.7

2.1K 235 71
                                    

Chenle mengusap bibirnya yang membengkak seraya meringis. Ia memukul dadanya beberapa kali karena rasa sesak menguar di sana.

Air mata berlomba-lomba keluar dari pelupuk tetapi sebisa mungkin ia tahan.

"Kenapa menangis? Ingin aku melakukan yang lebih dari ini?"

Jisung mendesis seraya mencengkeram wajah Chenle dan mendongakkannya. Ia menjilat bibir bawah kala melihat lelehan cairan putih kental masih mengotori sebagian wajah ayu si submissive.

"J-jangan...."

Sebulir air mata lolos. Chenle menggelengkan kepalanya dengan ekspresi takut kala Jisung memindahkan tubuhnya yang sediakala berlutut kini berakhir di pangkuan.

Telapak tangan lebar Jisung sama-sama sibuk. Menggerayangi dan menahan wajah sang ibu tiri.

"Munafik" tandasnya pedas.

Bisikan itu membuat Chenle terluka karena memang sedikit banyak yang lelaki tampan itu ucapkan menggambarkan kondisi dirinya sekarang.

"Kau menolak perlakuanku tapi lihatlah... Dia bersemangat"

Tawa remeh Jisung membuat Chenle kian menjerit dalam hati. Ia mencoba mencari apa kesalahan yang ia perbuat pada lelaki di hadapannya ini sampai-sampai mendapatkan perlakuan seperti ini.

"A-ah..."

Jisung meremas selangkangan Chenle yang disambut dengan lenguhan lirih yang tentu saja membangkitkan libido.

"Aku bertaruh, tua bangka sialan itu pasti menidurimu setiap malam huh?"

Chenle mendesah tertahan kala tangan nakal si anak tiri mencoba mengeksplor lebih jauh bagian bawah tubuhnya dan menggerakkan dengan tempo yang membuat gila.

Susah payah memukul pergelangan tangan Jisung dan memberikan perlawanan yang dirasa sia-sia karena yang lebih muda nampak tidak terganggu sama sekali.

Cengkraman di wajah berpindah ke leher. Jisung seolah bertindak ingin menghentikan saluran pernapasan Chenle dan menekan titik lemah leher porselen itu agak kuat seiring dengan gerakan tangannya yang semakin cepat.

Jisung tertawa, ia menikmati bagaimana wajah submissive dihadapannya yang gelagapan mengais oksigen disela kenikmatan yang mendera ketika sampai di puncak.

Memajukan wajah dan mengecup pelipis Chenle lembut, Jisung menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Kau bernyanyi dengan baik"

Jisung menghempas wajah Chenle dan menyingkirkan dari pangkuan. Mengabaikan lelaki manis yang meringkuk pasrah di lantai semen yang dingin selagi terbatuk-batuk.

"Perkataanmu enam bulan lalu memang ada benarnya. Mulutmu sangat besar sampai-sampai sanggup untuk mengoral milikku hingga ke pangkalnya"

Jisung menjilat jemarinya yang basah akibat substansi cair milik Chenle.

"Kita impas kan? Aku tidak sejahat orang kebanyakan yang hanya mengejar kepuasan diri saja"

Chenle menekuk kaki dan masih bertahan dalam posisi berbaring menyamping di lantai semen kotor nan dingin. Mengabaikan pakaiannya yang sudah tidak karuan selagi si dominan muda mulai mengoceh.

"Ini tidak akan terjadi jika kau menolak tua bangka itu, hyung..." Desisnya rendah.

Pemuda manis yang sudah menyandang marga Jung itu menegang kala Jisung menyebutnya dengan sebutan demikian.

"Kau milikku, hyung... Dan aku akan merebutmu bagaimanapun caranya tanpa peduli norma dan peraturan yang ada"

"Karena Jung adalah peraturan itu sendiri"

guilty pleasure of sinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang