[🌖] O1. - Plan

205 35 18
                                    

ㅡ Almost, hampir yang tak akan pernah terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Almost, hampir yang tak akan pernah terjadi.

Kesepuluh jemari lentik Sumire sibuk menari-nari di atas papan ketik, tangan kirinya sesekali menggeser layar touch screen di depannya, ke kiri dan ke kanan secara bergantian.

"Akita-san, aku melihat bagian kanannya retak dan sistem di dalamnya terpecah." Mata violet itu masih menatap lurus ke layar lebar di hadapannya, mencari tahu lebih. "Bahkan sepertinya sudah rusak."

"Kau benar, pantas saja buram." Wanita itu melepas suatu benda yang meliliti matanya, kemudian kembali mengenakan kacamata abu-abu yang biasa bertengger di hidungnya.

"Buram? Apa benar-benar sudah tidak berfungsi?"

"Hanya butuh sedikit perbaikan," ucap Akita.

Akita meletakan benda penutup mata berwarna hitam tersebut ke nakas yang ada di sampingnya. Manik coklatnya menatap gadis violet di depannya yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Baiklah, aku yang akan memperbaikinya," tukas Sumire.

Sudut bibirnya terangkat dengan sendirinya, netranya menghangat ketika perhatiannya tertarik pada Sumire.

Ia masih mengingat saat-saat di mana gadis itu melepaskan jabatannya sebagai ninja untuk bergabung bersama tim senjata ilmiah dengannya dan Katasuke.

Menjadi bawahan paling muda dengan pengetahuan yang masih minim, membuat Sumire kewalahan dengan pilihan yang telah ia pilih.

Tapi bagaimanapun, gadis itu spesial. Dengan kecerdasan juga kebiasaannya yang rajin, ia terus berusaha menjadi bawahan yang baik dengan bimbingannya dan Katasuke.

Bayangan ketekunan Sumire yang saat itu berumur tiga belas tahun, terpatri jelas dalam ingatannya. Melihat gadis violet itu yang kini berstatus remaja, ia merasa seperti seorang ibu yang baru menyadari putrinya telah tumbuh dengan cepat.

Wanita dengan klan Inuzuka itu bergumam, "Kau telah bekerja keras, Sumire."

"Aku tak melakukan apa pun, Akita-san."

Akita mengangkat kedua lengannya, merenggangkan otot-ototnya yang kaku, mulutnya terbuka mengeluarkan helaan nafas yang panjang. Hari semakin malam, tetapi Katasuke belum juga kembali.

"Huaah! Sudah jam berapa ini, di mana Katasuke-sensei?"

Bundaran ungu itu melirik jam dinding di belakangnya, jarum jam sudah menunjukan angka sembilan malam. Bukankah pria itu berkata akan kembali ketika langit telah gelap? Bahkan ini sudah larut malam, tapi batang hidungnya belum juga muncul.

Almost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang