Minggu, 17 September, 13:00
Aku berada di kamarku bersama Younghoon dan mencoba mencari kesibukkan. Tetapi kami terus menguap bosan karena tidak ada kegiatan yang benar-benar menarik. Pakaian sudah dicuci tadi pagi. Kini televisi dibiarkan menyala menampilkan film Train To Busan padahal kami tidak benar-benar menikmatinya.
"Hei, Kim Sohyun." Aku berbaring di sofa berlengan sedangkan Younghoon menikmati kasurku yang empuk. "Apa kamu benar-benar tidak punya teman?"
"Ada, Haechan." Sahutku seadanya. Haechan adalah teman sebangku ku, jadi aku tidak bohong saat mengatakan bahwa dia temanku.
"Ck, bocah sinting itu." Younghoon berdecak seakan tidak senang dengan Haechan, tapi menurutku Haechan adalah orang yang baik.
"Apa aku perlu mengundangnya kemari? Dia cukup menyenangkan." kataku asal yang kemudian langsung mendapati bantal melayang ke wajahku. Tidak keras tapi cukup membuatku kesal.
Aku mendelik ke Younghoon yang menatap tajam ke arahku.
"Jangan sekali-kali mengundang pria manapun ke kamar atau aku akan mengadukanmu pada paman." Ancaman Younghoon terdengar serius.
"Hm." Yah, aku memang tidak berniat mengundang siapapun kemari, Younghoon termasuk salah satunya. Tapi pria itu nekat menerobos kamarku.
Kami sama-sama bisu dalam beberapa menit. Sampai kudengar ponselnya berdering dan Younghoon segera mematikannya.
"Oppa tidak selamanya akan jadi pengasuhku." Sudah berapa lama aku tidak menyebutnya oppa hingga lidahku jadi kelu. "Hoonie Oppa bisa pergi menikmati weekend dengan teman-teman, aku baik-baik saja di sini."
Younghoon cukup lama untuk membalas, dia malah bangkit dan menuju bar. Dari kulkas, dia mengeluarkan sprite.
"Aku tidak punya teman." akunya.
Aku hanya mendelik tidak percaya sambil berjalan ke sisinya. Kemudian aku duduk di bar counter, menyodorkan gelas kosong ke Younghoon untuk minta diisi.
"Aku serius. Aku tidak punya teman." ulang Younghoon, membuatku sedikit muak.
"Hei, kau populer, kau pikir aku tidak tahu?" Aku menenggak soda yang ia tuangkan ke dalam gelasku. "Banyak orang yang ingin berteman denganmu."
"Ck. Itu karena aku keponakan Presdir Kim, mereka ingin status. Berteman denganku sangat bermanfaat bagi masa depan mereka, anggap saja investasi."
"Kau punya banyak hal selain itu." Ya, dia punya. Selain hal-hal menjengkelkan yang disebut status, dia punya bakat dan karisma. "Kau kapten basket, itu semua berkat usahamu sendiri, kau berbakat." Meski aku benci mengakui tapi, "Kau baik dan cukup tampan, itu dirimu."
Yah, meski Younghoon tidak baik – baik amat, tapi cukup menyenangkan dijadikan teman. Dia memang tidak akan meninggalkan temannya di saat sulit, tapi dia akan membuat temannya jengkel dengan sifatnya yang unik. Itu tidak buruk, percayalah.
Younghoon lama menatapku sebelum lesung pipitnya yang manis muncul dan dia mencubit kedua pipiku cukup keras. Aku menampar tangannya minta dilepas, tapi dia malah membawa kepalaku ke kanan dan ke kiri.
"Lopaskan!" Uh, dia benar – benar sinting. Aku ingin menarik pujianku barusan.
"Hihi, lihat siapa yang bicara." ujarnya sambil melepaskan tangannya dari kedua pipiku. "Cari teman untukmu sendiri."
Hei, itu berbeda. Aku hanya tidak ingin membangun hubungan karena memang kehadiranku di sini tidak akan berlangsung lama. Aku hanya kemari untuk ujian dan pulang setelah ujian. Sangat disayangkan jika aku harus bersedih karena pisah dengan temanku. Aku tidak suka perpisahan. Itu menyedihkan. Namun aku tidak akan mengatakannya, cukup aku saja yang tahu sisi lemahku.
"Oh ya, yang ini harus diingat betul. Aku sangat tampan, bukan cukup tampan, okey?"
Younghoon mengedipkan satu matanya padaku. Hoek, itu membuatku mual.
"Mau ke mana?" tanyaku ketika Younghoon meraih jaketnya yang tergeletak di kasur dan menyampirkan ke bahunya yang cukup tegap.
"Bertemu musuh, jaga dirimu."
Huh, ternyata dia tsundere. Bilang saja teman apa sulitnya?
Younghoon yang hampir meraih knop pintu kembali menoleh ke arahku yang masih duduk di bar counter. "Awas saja jika membawa pria masuk." Dia memicing.
Di hari yang sama, 16:20
Aku mengangkat tanganku tinggi, membiarkan otot punggungku meregang. Sungguh enak, lega, sudah lama aku tidak tidur siang begini. Selepas kepergian Younghoon tadi aku akhirnya terlelap di kasur karena tidak ada kegiatan yang bisa aku kerjakan.
Lama aku menatap jam dinding aku teringat jika besok aku ada ujian susulan. Jika bukan karena Ujian Sejarah yang terpaksa aku tinggal kemarin Jumat mungkin aku sudah berangkat ke Amerika malam ini. Aku melirik meja belajar dengan malas. Ini sungguh berbeda saat aku melaksanakan ujian bersama teman-teman. Tidak ada jiwa yang membara ingin menang atau ambisi untuk belajar rajin seperti waktu lalu. Mungkin nanti malam aku akan mengulang sekilas tentang yang aku pelajari kemarin. Sejarah, harusnya dibaca sekilas aku ingat karena aku sudah pernah mempelajarinya.
Aku bangun saat sadar tenggorokanku perlu diberi air. Aku haus. Jadi aku bangun dari kasur dan berjalan ke bar. Mengisi gelas dengan air, aku mulai meminumnya.
'Brak'
Gelasku hampir jatuh saat pintu kamarku terhantam sesuatu yang cukup keras. Keningku mengerut penasaran dan rasa itu membuatku berjalan mendekati pintu. Walau begitu waspadaku tak menipis, aku lebih dulu mengambil ponsel di sofa baru setelah itu mengecek layar interkom.
Kosong, aku tidak melihat siapapun. Jadi dengan hati-hati aku membuka pintu, layar ponselku sudah siap mendial nomor darurat asrama.
Aku terkejut saat pintu terbuka, tapi reflek aku menopang tubuh Younghoon yang ambruk. Wajahnya sudah penuh lebam. Tangannya juga berdarah, dia tidak sadarkan diri. Sialan, baru pergi sebentar sudah babak belur.
"Aku tidak tahu password kamarnya." Suara berat itu bergetar.
Dari balik pundak Younghoon aku melihat Hyunjae yang duduk bersandar di tembok dengan nafas terengah. Penampilan pria itu juga jauh dari kata baik. Wajahnya bahkan punya lebam yang lebih parah dari Younghoon. Ujung bibirnya berdarah, pasti robek. Matanya bengkak dan hidungnya yang tinggi itu seperti akan patah.
"Bantu aku membawanya ke kasur, bisa?" Aku melirik Hyunjae memastikan keadaannya. Pasti sulit untuk dia menopang tubuh sendiri apalagi membantuku, tapi aku tidak ingin menyeret Younghoon seperti karung beras sampai kasur, atau memapah tubuh jangkung Younghoon sendirian, karena yang ada aku malah ambruk.
"Hn." Dia bangkit dan masuk ke kamar, melewatiku yang berdiri di ambang pintu dan wangi musk dari badannya menguar. Sesaat aku lupa cara bernafas. Yang aku ingat, aku mengabaikan peringatan Younghoon lagi.
"Aku akan membantumu, jadi bisa kau kemari?" Nada kesal Hyunjae bisa kudengar. Dia sudah memegang lengan Younghoon, buru-buru aku juga berjongkok dan membawa Younghoon ke kasurku.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVERENDING HEART
Fanfiction❝Ku mohon biarkan aku berada di sisimu, jadi aku bisa mengembalikan segala cinta yang telah kuterima, sebelum hidup ini berakhir.❞ Hyunjae x Sohyun x Juyeon Terinspirasi dari lirik lagu SHINee : Life