"Apa kalian bertengkar?" tanyaku mengutarakan spekulasi yang dari tadi berpendar di kepala.
Aku meletakkan es batu yang dibungkus handuk ke nampan stainless di atas nakas. Younghoon tidak punya luka berdarah, keseluruhannya hanya memar. Memarnya butuh di kompres air es dalam dua atau tiga hari. Dan aku jengkel membayangkan Younghoon yang mungkin mengeluh karena biru mewarnai wajahnya yang kata dia tampan.
"Kenapa Younghoon bisa sampai pingsan?" tanyaku lagi. Younghoon punya fisik yang kuat, dia tidak mudah jatuh sakit. Jadi melihatnya seperti ini membuatku was-was. Takut kalau ternyata ada luka dalam di tubuhnya.
Tidak kunjung mendapat jawaban, aku berbalik menghadap sofa. Baru itu aku sadar Hyunjae yang tengah meringis saat mengompres lukanya sendiri. Aku menghela nafas dan menghampirinya, ingat bahwa Hyunjae juga punya luka yang harus ditangani. Tidak ketinggalan, aku mengambil obat merah, salep, kapas, dan perban dari kotak P3K yang merupakan salah satu fasilitas asrama di setiap kamar.
Aku mengambil kursi kecil, menyeretnya ke depan Hyunjae dan duduk di sana. Kami berhadapan dan jujur saja aku gugup. Aku tidak pernah berada di jarak yang sedekat ini dengan pria manapun selain Younghoon.
Hyunjae menatap risih padaku, dia tampak terganggu karena aku duduk di depannya, tapi aku buru-buru meraih tangannya. Punggung tangannya yang berdarah membuatku mendesis. Kalau aku yang terluka seperti ini pasti sudah menangis kencang.
"Aku bisa sendiri." Hyunjae menarik tangannya dan aku mencelos menatap udara kosong dalam genggamanku. Mungkin kecewa karena Hyunjae menolak niat baikku.
"Baiklah." Aku sedang tidak ingin menyanggah, jadi aku biarkan dia mengobati lukanya sendiri sementara aku menjauh dan mengambil ponselku yang ada di samping Younghoon.
Aku mendial beberapa huruf, kemudian melakukan panggilan. Hanya sebentar dering tunggu dan yang aku hubungi segera mengangkat suara.
"Halo Sohyun, ada apa?"
"Em, apa Dokter Park sibuk?" tanyaku sambil menatap wajah Younghoon yang masih belum sadarkan diri.
"Tidak juga, kenapa? Apa kau sakit?"
"Ah, bukan aku. Tapi kalau dokter tidak keberatan, bisa Anda kemari?"
Srak
Aku melotot saat Hyunjae tiba-tiba menarik ponselku dan mematikan panggilannya. Sedikit heran aku berbalik, menjumpai Hyunjae yang wajahnya berubah dingin. Entah kenapa, tapi dia terlihat marah.
"Apa Kau Bodoh Hingga Tidak Paham Kenapa Aku Membawanya Kemari?" teriak Hyunjae.
Sial, aku paling tidak suka ada orang yang berteriak kepadaku. Apalagi seorang laki – laki. Itu mengejutkan dan membuatku bergetar. Air mataku menggenang.
"Bisa saja aku membawanya ke UKS atau ke kamarku. Tapi kamarku di lantai tiga, kamar reguler siswa laki-laki dan sekarang sedang ada kerja bakti. Kau sadar, aku sengaja menghindari orang lain! Kau malah mengundang dokter kemari. Sialan."
Aku menelan ludah susah payah menahan tangis. Aku ini cengeng sekali, payah.
"Aku tahu, makanya aku mengundang Dokter Park kemari. Beliau bisa dipercaya." Aku mengusap air mata yang hampir terjatuh. "Dan kau tidak perlu berteriak seperti tadi." lirihku kesal.
Hyunjae memandangku lama. Entahlah, tapi tatapannya membuatku tenggelam hingga aku tidak kuasa untuk tidak mengalihkan pandang. Aura maskulinnya sangat kental hingga mampu meciutkan keberanianku. Tanganku menyugar rambut ke belakang.
Ku dengar helaan nafas, lalu Hyunjae berjalan ke sofa lagi. "Bisa bantu aku membalut luka?" tanyanya dengan suara yang lebih lembut.
Aku mendengus dengan raut jengkel, tapi tetap saja aku bergerak untuk kembali duduk di depannya. Menarik nafas dalam-dalam, aku berusaha menghembuskannya bersamaan dengan rasa dongkolku terhadap mahluk aneh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVERENDING HEART
Fanfiction❝Ku mohon biarkan aku berada di sisimu, jadi aku bisa mengembalikan segala cinta yang telah kuterima, sebelum hidup ini berakhir.❞ Hyunjae x Sohyun x Juyeon Terinspirasi dari lirik lagu SHINee : Life