BAB 7

57 7 0
                                    

Besoknya Kim Jimin benar - benar berangkat ke sekolah. Tentu dengan sebuah syarat bahwa Jimin tidak bisa tinggal di Stellare Dormitory dan dia akan diantar - jemput oleh supir pribadinya setiap hari.

Tidak ada penolakan, itu sudah mutlak disampaikan Jaejoong. Jimin harus bersyukur bahwa dia diperbolehkan ke sekolah, meminta hal lain rasanya terlalu berlebihan. Sekarang dia hanya perlu menikmati waktunya. Ayahnya bilang tidak perlu belajar rajin, asal Jimin senang dan bahagia.

Sohyun tersenyum ketika adiknya menyandarkan kepala di pundak Sohyun. Nafasnya teratur, hal baik yang kadang hilang. Dari jendela mobil, dia melihat Younghoon yang melajukan motornya sesantai mungkin, menyamakan kecepatannya dengan mobil yang mengantar Jimin dan Sohyun. Sohyun mendengkus, pria itu bertingkah baik hari ini. Padahal masih jelas diingatannya bagaimana Younghoon yang ugal - ugalan ketika mengantar Sohyun keliling kota. Saat itu sepatu mahal Sohyun langsung melayang indah di kepala Younghoon.

"Kak, aku sedikit takut." lirih Jimin sambil menggenggam tangan Sohyun.

"Hm?"

"Apa kakak punya teman banyak? Aku khawatir tidak bisa mencari teman."

Sohyun mengkerut. Dia merasa sedikit malu. Selama ini yang Sohyun lakukan hanya belajar dan ujian, tidak pernah terbesit sedikitpun untuk mencari teman. Pun kalau ada yang berusaha mengajaknya berteman, Sohyun selalu tak acuh dan menghindar. Lagipula dia punya Younghoon yang selalu di sisinya setiap kali Sohyun di Korea.

Melihat adiknya sekarang, dia tahu adiknya menginginkan seorang teman, yang bukan Sohyun ataupun Younghoon.

"Tidak, kakak lebih suka sendiri." jujur Sohyun, masih menatap Younghoon dari balik jendela.

"Sudah kuduga."

"Yah, kau tahulah. Tapi aku yakin, Jiminku pasti akan punya banyak teman."

Jimin mengangguk. Membayangkan usianya yang tidak panjang, gadis kecil itu hanya ingin mengisi hari - harinya dengan hal manis dan menyenangkan. Mungkin sekolah adalah awal barunya, dimana dia bisa mendapatkan banyak kawan yang tidak didapatkannya saat menjalani terapi sepanjang hidup.

...

Entah keajaiban dari mana tiba-tiba Hyunjae terlihat di halaman parkir yang sama sekali bukan tempatnya-Hyunjae terbiasa di antar supir. Pemuda bermarga Lee itu menghampiri Younghoon yang tengah memarkirkan motornya. Kening Younghoon mengernyit, sambil menerka perihal Hyunjae menghampirinya lebih dulu.

"Kau tidak tidur di asrama semalam." Hyunjae tampak kaku. Sebetulnya bukan kalimat itu yang ingin dilontarkan, tapi yang keluar malah basa-basi tak berguna.

"Hm, aku sudah izin. Ada apa? Kau mau bertengkar denganku?" Younghoon menaruh helmnya, lalu merapikan rambutnya. "Ini masih pagi, aku juga harus bertingkah baik di depan adik-adikku, jadi tinju-tinjuannya lain kali saja, ya."

Seenak jidat Younghoon menepuk-nepuk pundak Hyunjae dan berlalu pergi. Suasana hati pria itu tampaknya sedang bagus.

"Hoonie Oppa, ayo jalan bersama ke kelas!" suara nyaring Jimin menarik perhatian Hyunjae untuk berbalik. Di sana ada gadis nyentrik dengan tas pink dan seragam serba baru berdiri di sebelah Sohyun.

"Oii Jimin, lihat wajah pucat kakakmu. Jangan berlari atau dia akan pingsan haha...." Younghoon tertawa keras, menikmati wajah Sohyun yang berubah kesal.

Jimin tersenyum, lalu memeluk lengan kakaknya. "Kak, jangan khawatir. Aku baik-baik saja, hehe. Oh, itu-"

Keberadaan Hyunjae ternyata menarik perhatian Jimin. Dia berjalan mendekat ke Younghoon, sambil berbisik pada Sohyun. "Kak, dari tadi dia menatap kita. Teman Kakak?" tanya Jimin penasaran.

Sohyun menggeleng kecil. "Aku tidak yakin dia temanku. Tapi dia memang teman Younghoon."

Younghoon menyikut perut Hyunjae, tidak keras, hanya sikutan kecil.

"Hyunjae, jangan melotot begitu. Adik-adikku nanti ketakutan." Younghoon masih tersenyum dengan deretan gigi putihnya, menyambut Jimin dan Sohyun yang perlahan mendekat.

Demi apa pun, Hyunjae tidak benar-benar melotot, dia hanya menatap biasa. Tapi memang dasarnya Younghoon suka mendramatisir kejadian. Dia ratu-ralat, dia raja drama sesungguhnya.

"Ck." Hyunjae berdecak. Dia melirik kesal pada Younghoon, tapi kakinya enggan pergi meninggalkan sekelompok orang bermarga Kim di sana.

"Kak Younghoon, apa dia teman Kakak?' tanya Jimin gamblang menanyakan pertanyaan yang sama yang tadi diajukan kepada Sohyun.

Sementara Younghoon berwajah masam, Hyunjae lebih dulu menyahut. "Bukan."

Sohyun terbatuk, dia menarik lengan adiknya sebagai bentuk isyarat. "Tidak sopan tanya begitu di depannya. Sapa dengan benar."

"Ah iya, maaf hehe." Jimin mengangkat tangan kanannya, melambai kecil, "Halo, Kak, aku Kim Jimin. Biar wajah kami tidak mirip, tapi aku adik kandung Kak Sohyun. Yah, kebalikannya, aku dan Kak Younghoon sepupu, tapi wajah kami lebih mirip."

Sohyun memandang geli adiknya. Si kecil itu cerewetnya tidak pernah hilang. Ah, betul. "Jujur saja, bukan wajah kalian yang mirip. Tapi cerewet dan absurdnya kalian tuh yang sebelas-dua belas."

Keempat orang disana tertawa. Jarang-jarang Sohyun melontarkan lelucon. Dan jarang-jarang Hyunjae ... tertawa.

"Ah, bel masuk akan berbunyi." Hyunjae yang menyadari dirinya lepas kontrol kemudian berbalik dan pergi.

Younghoon mendengkus. "Sial. Paling tidak balas dulu sapaan Jimin, dasar bodoh!"

Sohyun menghela napas. Dia merangkul Jimin dan memutar bola mata malas. "Dia si peringkat 1 ngomong-ngomong."

.

Sebulan berlalu tanpa dirasa. Jimin menikmati bangku sekolahnya dan mulai dekat dengan teman-teman kelasnya. Sementara Sohyun masih disibukkan dengan proses beradaptasi. Masalahnya, teman sebangku dia adalah Haechan yang super hiperaktif. Hingga rasanya segala energi Sohyun habis dipakai oleh pria bersuara unik itu.

"Sohyun, aku baru tahu ternyata keluargamu juga pemilik Resort Jandi di Jeju?" Haechan mengungkapkan rasa takjubnya yang kesekian kali. "Lain kali ajak aku kesana liburan gratis ya!"

Yah, sebenarnya Haechan bukan dari keluarga yang tidak mampu hanya untuk membayar sewa resort seharga 65 juta per malam. "Hm. Kapan-kapan." sahut Sohyun. Membalik lembar demi lembar kertas yang dia baca.

Sohyun sengaja membaca buku dan menggunakan earphone agar Haechan tidak mengajaknya bicara, tapi pria itu terus saja mengoceh disampingnya. Mau tidak mau dia mendengarkan, lumayan pusing mendengarkan musik sambil dialuni suara bising Haechan yang sejak tadi tidak berhenti bicara.

Untung saja Donghyuck datang dan seperti biasa, mereka akan menghilang di balik kerumunan kafetaria. Donghyuck adalah kembar identik Haechan, mereka sangat mirip sampai sangat sulit dibedakan. Agar gampang dikenali, biasanya Donghyuck memakai kacamata baca yang sangat pas dengan kepribadiannya. Dia kalem, perfeksionis, sensitif, dan lumayan sulit didekati.

Sohyun menutup bukunya. Dia memandang ke ruang kelas yang kosong. Suara jendela yang berderit menarik perhatian Sohyun untuk mendekat. Dia membukanya dan membiarkan besi kecil menopang daun jendela. Saat melihat ke bawah, ternyata ada anak-anak basket tengah bermain. Lirih, dia bisa mendengar suara Jimin bersorak semangat untuk Younghoon.

Jimin duduk bersama tiga gadis yang mungkin teman sekelasnya. Sohyun barang kali harus mengecek latar belakang mereka untuk menjamin kesehatan Jimin. Saat hendak berbalik dan menutup jendela, pemandangan aneh mengusik perasaan Sohyun.

"Hyunjae?" Dari jauh Sohyun juga bisa tahu kalau pria yang baru saja duduk di sebelah Jimin adalah Lee Hyunjae.

Kok bisa Younghoon tidak marah?

.
.

TBC
.
.

NEVERENDING HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang