28. Kecelakaan

701 66 19
                                    

Alena sedang membaca berkas-berkas yang berada di meja kerjanya. Ia menandatangani berkas yang membutuhkan tanda tangannya.

Saat sedang sibuk memeriksa laporan kafenya. Tiba-tiba Haekal menelpon lewat panggilan Video.

Alena menekan tombol berwarna hijau di tabnya. "Halo sayang, Kenapa?" tanya Alena sambil memperlihatkan senyumnya di layar tabletnya.

"Kamu lagi di mana?"

"Aku lagi di cafe, kerja" Alena memberitahu Haekal sambil memperlihatkan map yang sedang ia baca sekarang.

"Kenapa gak bilang aku? Aku kan, bisa nganterin kamu," ujar Haekal.

"Halah, sok-sokan mau nganterin. Ini aja kamu baru bangun kan? Muka bantal begitu," cerca Alena.

Sedangkan, Haekal hanya memperlihatkan cengirannya dari balik layar tersebut.

"Aku samperin sekarang ya?"

"Enggak usah Ekal, aku masih kerja. Bucinnya nanti aja" ledek Alena.

Haekal yang di tolak kehadirannya oleh Alena, hanya bisa pasrah. "Yaudah kalau gitu aku mau main ke Rendra aja deh," tutur Haekal.

Alena mengangguk sambil tersenyum, "Iya, sana mandi," pinta Alena.

"Oke, kamu hati-hati ya. Bawa mobil sendiri kan?"

Alena mengganguk, "Iya, hati-hati kok. Palingan kecepatan mobilnya cuma 100km" Alena menjawab ucapan Haekal dengan bercanda.

"Alena! Aku serius."

"Iya sayang, aku bawa mobilnya hati-hati kok. Jangan khawatir sana gih mandi." Alena segera mematikan sambungan teleponnya.

Alena melihat ponsel miliknya dan mendapati ponselnya mati karena baterainya habis.

Alena pergi ke parkiran mobil sambil membawa segelas kopi yang belum habis.

Ia ingin mengambil charger handphone yang masih berada di dalam mobil.

Saat Alena ingin kembali ke ruangannya. Tiba-tiba Audrey datang menghampiri Alena.

"Bisa gak sih lo gak usah deket-deket sama Haekal?!" kata Audrey dengan angkuh.

"Lah? Gue pacarnya kenapa lo yang ngatur?" sahut Alena dengan tenang walau jauh di lubuk hatinya saat ini, ia sedang menahan emosinya.

"Sok cantik banget! cih" Audrey berdecih.

"Gapapa, dari pada lo jadi cewek ke gatelan. Bitch"

"Lo pikir gue takut sama lo?" Audrey melipat tangannya di dada.

"Gue bahkan bisa bikin usaha lo ini bangkrut di detik ini juga" ucap Audrey dengan sombong.

"Yakin? Lo pikir gue gak tau, lo anak bungsu dari keluarga Tiona? Tiona corp? Perusahaan terbesar kelima di seluruh Indonesia?"

Alena berhenti sejenak, menarik napasnya. "Tiona gak ada apa-apanya sama keluarga Giordan bitch, gue bahkan bisa bikin lo jadi gelandangan detik ini juga kalo gue mau." Alena menarik dagu Audrey lalu mendorong menjauh darinya.

"Jangan sombong dulu, dear. Nih rasain, dasar sinting!" Alena menyiram baju Audrey dengan sisa kopi yang ia bawa dan segera kembali ke ruangan kerjanya.

"Sialan, tunggu pembalasan gue Alena." batin Audrey yang sudah menggepalkan tangannya menahan amarah dan pergi dari tempat ini.

••••••

Audrey mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia sampai di depan rumah kosong.

"Nih, Bos," kata seseorang sambil memberika Audrey sebuah amplop bewarna coklat.

Ia membuka amplop tersebut. Audrey melihat beberapa foto mesra Haekal dan Alena saat pergi ke tempat wisata yang berada di Bandung kemarin.

Audrey melihat foto yang diberikan kepadanya satu persatu. Sampai pada foto terakhir, Haekal mencium puncak kepala Alena, dan Alena memperlihatkan senyum menawannya.

Audrey langsung membanting foto tersebut di meja. Audrey merasa marah, ia sangat kesal melihat Haekal yang sudah bahagia bersama Alena.

Bahkan, Haekal tidak ingin mendengarkan dan bertemunya lebih dulu.

Audrey tau seberapa hebat keluarga Giordan. Audrey tau keluarga Giordan adalah salah satu keluarga kolongmerat di Indonesia bahkan di Asia.

Ia memang salah, sudah mencari gara-gara dengan salah satu putri tunggal Giordan.

Rasa marah, iri dengki, dan benci sudah mengusai tubuh Audrey.

Ia mengepalkan tangannya dan memukul meja dengan penuh dendam.

"Ini, bayaran lo untuk foto-foto ini" Audrey mengeluarkan satu amplop coklat yang berisi uang.

"Dan tugas lo selanjutnya adalah, buat gadis ini menjadi sekarat gimana pun caranya! Gue gak mau tau, lo harus buat dia terkapar tak berdaya di rumah sakit," kata Audrey dengan penekanan di setiap katanya.

"Baik, Bos," ucap orang suruhan Audrey dan langsung pergi dari hadapan Audrey.

"Permainan baru saja dimulai, Alena" Audrey memonolog dengan dirinya sendiri sambil memperlihatkan senyuman yang penuh kemenangan.

••••••

"Halo sayang, ada apa lagi?" Haekal menelpon Alena lagi.

"Kamu masih di kafe?" tanya Haekal dari smabungan telepon tersebut.

"Iya sayang, bentar lagi aku mau ke bangunan sebelah yang tempat jadi new brand."

"Pulangnya kapan?"

"Nanti, habis ngecek yang disebelah, mungkin."

"Aku samperin ke kafe ya?" ucap Haekal dengan semangat.

"Gak usah, bentar lagi aku pulang! Kamu ngumpul aja sama temen-temen kamu yang lainnya."

"Yaudah nanti sore, Aku samperin ke apartemen."

"Iya sayang"

"Kamu hati-hati bawa mobilnya ya sayang."

"Iya Ekal, bye-bye"

Alena langsung mematikan telepon dari Haekal. Tidak biasanya Haekal menelpon dirinya secara terus menerus seperti ini.

Saat sedang menelpon tadi, Pak Dio membawakan laporan untuk brand barunya.

Jadi, ia tidak perlu lagi ke bangunan sebelahnya.

Setelah satu jam lamanya ia mengecek berkas-berkas untuk peluncuran fashion brandnya.

Karena, ini sudah jam tiga sore, Alena segera mengambil kunci mobilnya dan segera pulang.

Sejujurnya, pekerjaannya hari ini sangat banyak. Ia sangat lelah dan tidak ingin di ganggu oleh siapa-siapa.

Alena menjalankan mobilnya dengan sedikit mengebut, ia ingin cepat sampai rumah dan segera beristirahat.

Alena melihat lampu merah di depan, saat ia ingin memberhentikan mobilnya.

Ia menginjak rem mobilnya, namun mobilnya tidak bisa berhenti.

"ANJING, REMNYA BLONG"

Di depan, di samping kanan dan di belakang, sudah banyak mobil yang berada di sekitarnya.

Dan, mobilnya tetap tidak bisa berhenti. Dengan terpaksa Alena membanting stirnya menghangtam Trotoar dengan kencang.

Brak

••••••

Don't Leave Me ✔ ¦ HAECHAN NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang