#3 "Nad"

16 3 1
                                    

DUA minggu berlalu, hari terakhir pengumpulan karya akhirnya tiba. Nadia, yang dengan senyum mengembang di wajahnya segera menutup laptop di hadapannya dengan keras. Langsung terdengar suara gaduh dari Tama dan Johan yang bersorak girang, karena akhirnya film pendek garapan mereka rampung sudah. Nadia tak bisa menahan kuasa atas air mata bahagia karena perasaan lega yang akhirnya menjemput. Ditambah lagi teriakan dengan bumbu sumpah serapah kawan satu timnya yang terlalu berlebihan, menambah kesan bangga tersendiri bagi Nadia. Akhirnya.

            "Tapi, Nad... Beneran sudah ter-upload, kan?" Tama memotong sukacita perayaan mereka. Membuat Johan langsung memukul kasar pundak kawannya itu setelah Nadia memasang muka masam padanya.

            "Tinggal menunggu hari pemutaran film," ucap Tama lagi, kali ini ia membalas menepuk kepala Yohan.

            Brak. Pintu laboratorium komputer didorong keras. Nadia yang duduk membelakangi pintu langsung menengok ke arah datangnya suara. Didapatinya Vina dan Putri yang segera   berhamburan masuk. Salah satu dari mereka membawa sepotong kue tart dengan lilin putih besar yang sudah menyala. Lilin itu nyaris tak dapat berdiri tegap di atas kue-sekali-lahap jika Putri tak memegangnya.

            "Selamat ulang tahun Nadia!"

            "Selamat ulang tahun ibu sutradara!"

            Keempat kawan Nadia mulai gaduh menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Suara mereka mengisi penuh ruangan laboratorium, walau hanya ada mereka berlima di sini. Nadia terharu, air matanya tumpah lagi. Walau dalam hati ia mencaci dirinya sendiri yang sangat mudah untuk menangis. Setelah Nadia mengucapkan harapan, ditiupnya lilin yang sudah menghancurkan potongan kue kecil di bawahnya. Ia memandang ke arah teman-temannya lagi. Bagi Nadia memiliki mereka sebagai tim produksi dan sahabat dekatnya adalah paket lengkap yang bisa ditawarkan dunia, dan sekolah ini tentunya. Ia senang dapat menghabiskan waktu dengan orang-orang kreatif, pemilik pikiran terbuka, walau berkepribadian aneh nan ngeyelan seperti mereka. Tak bisa Nadia pungkiri perasaan bersyukur yang selalu ia tambatkan pada Tuhan, karena hal sekecil orang-orang yang mengingat hari ulang tahunnya, sangatlah berarti.

            Vina mencuil krim kue dengan jarinya, lalu mengoleskannya pada pipi Nadia. Nadia hanya diam saja saat ketiga kawannya yang lain juga melakukan hal yang sama. Ia tak akan membalas karena ia tahu sudah kalah jumlah, jika ia melawan pasti empat orang itu akan langsung mendaratkan potongan kue yang sudah tak berbentuk itu pada wajahnya. Nadia pasrah, memilih tersenyum dan memejamkan matanya. Namun ia kembali membuka mata saat tiba-tiba saja ada tangan yang memegang pundaknya dengan halus. Ia tahu siapa pemilik tangan itu.

            Dan, berdiri di sana sembari tertawa kecil mendapati Nadia dengan wajahnya yang berlumeran krim kue. Nadia tersipu, tak bisa menyembunyikan rasa malunya.

            "Hei, Nad."

            "Hei, Dan."

            "Ada sesuatu di wajah kamu."

            "Krim kue?"

            "Bukan." Dan tersenyum simpul. "Rahasia."

            Alis Nadia bertaut. Dan, dengan sikapnya yang suka-agak-nggak-jelas malah cengar-cengir. Membuat Nadia semakin mengerutkan alisnya.

            "Aku cuma mau ingatin kalau setelah jam istirahat selesai, lab ini bakal dipakai sama kelasku. Sama satu lagi..."

"Modusmu, Dan, Dan!" teriak Yohan, langsung disusul gelak tawa dari yang lainnya.

            "Menengo, Le!" Dan mengisyaratkan mereka untuk diam. Yohan mengumpat, namun ia dan yang lainnya sudah tahu apa yang belakangan ini terjadi di antara Nadia dengan Dan. Mereka memilih untuk membereskan barang-barang mereka dan keluar dari lab komputer. Mempersilakan Dan untuk kembali "modus" dengan Nadia.

Dan & NadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang