Sorakan orang-orang mulai terdengar ramai memenuhi ruangan. Nad hanya dapat menatap bisu layar proyektor yang tidak menampilkan nama filmnya sebagai pemenang. Karyanya kalah, lagi. Mungkin sudah tiga atau empat kali film pendek garapan Nad dan kru-nya tidak berhasil menyabet gelar juara di berbagai lomba yang berbeda. Kaki Nad gemetar. Air matanya serasa ingin jatuh, tapi tetap ia coba tahan. Johan dan Tama berdiri di belakangnya, saling menatap satu sama lain. Kecewa dengan diri mereka sendiri, namun lebih kecewa karena perasaan bersalah yang hinggap saat melihat sutradara timnya itu bungkam, tak bicara sepatah kata pun. Saat menuju ke tempat ini, Nad sangatlah gempar dan bersemangat. Ia yakin, setelah beberapa kegagalan yang kemarin, kali ini filmnya akan menang. Film pendek yang ia buat sepenuh hati, bahkan ia sampai menaruh hati pada salah satu orang yang terlibat di dalamnya. Namun sekarang, Nad hanya bisa mematung dalam hening, menatap kusut juri yang memberikan piala penghargaan pada tim lawan.
"Nad, besok kita coba lagi..."
Nad langsung melangkah meninggalkan teman-temannya. Diusapnya air mata yang jatuh dari sebelah matanya. Kakinya berjalan cepat menuju sebelah kiri panggung penghargaan, di mana tim yang menyabet gelar film terbaik baru saja turun dari panggung. Langkah Nad berhenti, ia menahan napas, lalu mengembuskannya perlahan. Lagi dan lagi. Diremasnya kasar jemarinya sendiri guna menangkal betapa gemetar perasaannya sekarang. Nad masih memperhatikan orang-orang yang ada di sana. Teriakan bahagia mereka masih terdengar gaduh—menyindirnya—setidaknya itu yang pikiran nakal Nad pikirkan. Nad meremas jemarinya lebih kuat. Mencoba untuk menguatkan hatinya sendiri. Menahan air matanya yang serasa akan jatuh lagi. Setelah napasnya sudah dapat ia atur, ia kembali menuju ke arah mereka.
"Hei. Um, maaf... Perkenalkan! Nadia dari SMK Media." Nad menyapa salah satu anggota kru pemenang yang berdiri agak jauh dari kawan-kawannya. Laki-laki itu menoleh ke arah Nad, menatapnya bingung.
"SMK Media?" tanya laki-laki itu dengan antusias. Nad mengangguk.
"Pertama-tama, aku mau apresiasi film pendek buatan tim kalian. Aku suka banget sama konsep ceritanya. Dialognya juga deep sekali! Pengambilan angle kameranya pas, akting aktornya juga lumayan, walaupun monolog tetapi dia bisa mengangkat isi cerita yang mau disampaikan ke penonton. Aku sempat mikir kalau film kalian yang bakal menang dan filmku kalah jauh. Aku benar-benar suka sama—"
Nad linglung mendengar pujian beruntun dari salah seorang anggota tim rivalnya. Cowok itu akhirnya sadar akan kecanggungan yang tercipta di antara mereka, bahwa ia telah bersikap sok kenal, bahkan sama sekali belum memperkenalkan diri.
"Maaf." Ia memotong kata-katanya sendiri, menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Nad. "Aku Aga. SMKN 9."
"Halo, Mas Aga. Selamat, ya. Film kamu pantas buat jadi film terbaik. " Nad menerima jabat tangan dari laki-laki yang ternyata bernama Aga itu.
"Makasih, Mbak Nadia. Tapi, aku cuma kameramen." Aga menunjuk seorang laki-laki seumurannya di sisi lain panggung penghargaan. "Sutradaranya lagi wawancara. Mau aku kenalkan?"
Pandangan Nad beralih ke arah yang ditunjuk Aga. Seorang wartawan mengarahkan mikrofon ke hadapan orang itu. Dari raut wajahnya terpancar semangat dan rasa bangga karena berhasil memegang piala penghargaan sebagai film terbaik. Seketika, hati Nad hancur lagi. Seharusnya aku yang di sana, seharusnya itu aku! Rasa kecewa semakin menyerbak dalam dirinya. Kecewa dengan diri sendiri ternyata lebih menyakitkan.
"Um... Nggak usah, aku titip salam saja. Sekali lagi, selamat."
"Baik, Mbak Nadia. Nanti aku sampaikan."
Nad tersenyum kecil. "Sampai ketemu lagi, Mas Aga..."
"Sampai ketemu lagi, Mbak Nadia."
Aga berlalu, menyusul kawan-kawannya yang sedang asyik mengabadikan foto kemenangan mereka. Baru kali ini Nad memberanikan diri untuk mengucapkan selamat kepada kru film yang berhasil memenangkan perlombaan. Ia pikir mungkin saja hatinya akan terasa sedikit lebih lega daripada biasanya. Nyatanya memang benar. Kali ini ia masih sanggup menerima kekalahan, walau kecewa masih memenuhi hatinya. Namun kali ini rasanya lebih baik, masih bisa ditoleransi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan & Nad
RomansaNADIA ARTA RAVENA datang ke kehidupan ARDANI MAHESA-atau yang biasa dipanggil Dan-secara tiba-tiba. Tanpa tanda, tanpa permisi, Nad hanya tiba-tiba lewat dan menghentikan langkah Dan. Semua hal kecil nan berarti yang Nad lakukan dapat membuat Dan ja...