Bab 3

43 5 1
                                    

Arsen

Dor!

Suara itu memekakkan telingaku yang telah selesai memetik beberapa tangkai bunga berwarna putih di kesunyian ini. Aku bersama dengan seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri, menatap taman yang indah ini. Kulihat wanita paruh baya tersebut mulai terjatuh dan tak berdaya. Aku mendengar suaranya yang lembut memanggilku dengan terbata-bata. Ia berusaha untuk memanggilku untuk yang terakhir kalinya.

"Arsen..." panggil wanita paruh baya tersebut kepadaku.

"Ma.... Mama! Tolonglah bertahan untukku." Ucapku disertai suara serak karena tangisanku.

Aku tidak kuasa menahan tangisku, melihatnya terbaring tak berdaya, serta darah yang berlumuran pada dada bagian kirinya. Kupandangi wajahnya yang mulai terlihat kerutannya, dan aku menyadari bahwa kecantikannya tidak ada yang berubah. Sama seperti dahulu, di saat aku seringkali meletakkan kepalaku di atas pahanya, dikala bosan dengan pekerjaan hinaku itu.

"Arsen.... Mama sa... sa-ngat sayang padamu, Nak..." kalimat tersebut ia lontarkan begitu saja tanpa memedulikan perasaanku yang ia tinggalkan.

Sekarang aku hanya mendengar suara angin yang bertiup dengan kencang karena hujan akan segera turun. Tersadar dengan keadaan, aku berteriak dengan kencang memanggil mamaku,

"Mama!"

***

Minggu, 8 Desember 2030

Huft! Mimpi itu lagi. Lagi-lagi aku terbangun hanya karena mimpi membosankan yang terus saja menggangguku. Mengganggu tidurku, ketika aku berusaha untuk terus melupakan kejadian tersebut dengan tidur. Aku bosan dengan mimpi itu. Sudah dua tahun lamanya aku dihantui, dan ia terus saja mencoba untuk mengingatkanku akan kejadian yang membuatku benci dengan pekerjaanku ini. Aku terus mencoba untuk melupakan kejadian itu, tapi entah mengapa kejadian itu terulang kembali setiap kali aku tertidur.

Aku melihat jam weker digital berwarna hitam yang berada di atas meja ranjangku. Jam menunjukkan pukul 3.40, masih terlalu pagi untukku memulai aktivitas. Kuputuskan untuk pergi berlari mengelilingi komplek perumahanku ini. Aku butuh udara segar! Dasar, mimpi sialan! Mengganggu tidurku saja, dan membuatku harus terbangun dini hari. Ayam jago pun tidak akan berkokok sedini ini. Aku bangun dari tempat tidurku yang sangat nyaman tersebut, menuju walk in closet untuk mengganti piyama yang kugunakan saat ini. Kupandangi pakaian yang menggantung di lemari bajuku, satu per satu. Warna yang membosankan sama seperti hari-hariku, tapi aku menyukainya, apalagi kalau bukan warna monochrome. Kuambil jaket serta celana training berlogo tiga garis, dan kukenakan salah satu sepatu favoritku, yaitu Ultraboost 4.0 DNA.

Setelah semua perlengkapan untuk berolahraga telah kukenakan, aku mulai melangkahkan kakiku untuk berlari, hanya sekedar jogging untuk melepaskan beban pikiran di pagi hari buta ini. Hari ini, aku hanya ingin menghibur diriku sendiri. Untung saja aku tidak ada pekerjaan di hari Minggu ini. Semenjak kepergian Mama, hari liburku di hari Minggu terasa sangat membosankan. Entah apa yang aku kerjakan setiap hari Minggu selama dua tahun ini. Sudah 25 tahun lamanya, aku menghabiskan hari Minggu bersama dengan Mama untuk pergi mengelilingi kota tempat tinggal kami ini. Meskipun tidak banyak tempat yang bagus untuk dikunjungi, tetapi Mama tetap mengajakku ke tempat yang pastinya telah kami kunjungi beberapa kali. Salah satu tempat yang sering kami kunjungi, yaitu taman terbengkalai yang ada pada mimpiku.

Taman itu terletak di pinggir kota dan jauh dari hiruk pikuk kota. Mama sering mengajakku untuk pergi ke sana. Aku bingung dengannya, masih ada banyak taman yang bagus untuk dikunjungi, seperti taman di tengah kota. Namun, mengapa hanya taman yang dipenuhi dengan ilalang tersebut, justru menjadi tempat yang sering ia ingin kunjungi? Aku pun tidak tahu alasan pasti mengapa taman ini menjadi tempat yang sering kami kunjungi. Mungkin taman ini adalah tempat favoritnya semasa muda. Ya, sekarang pun aku mengarang jawaban tersebut. Ha! Lucu sekali. Apa yang menjadi kesenangan mamaku saja, aku tidak tahu. Satu hal yang kutahu dan mungkin ini alasan beliau menyukai tempat itu, yaitu daerah taman tersebut masih asri sehingga udaranya masih segar dan hal tersebut membuatku merasakan kenyamanan taman itu.

Aku, Kamu, dan Mis(i)teri KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang