Qyara masuk ke kamar. Mondar-mandir di depan meja rias miliknya. Tungkainya bergerak ke wall in closet, memilih baju yang akan dikenakan.
"Bang Sehan, ngundang Pak Agra nggak kompromi lagi. Kalo tahu gitu, gue kan bisa siap-siap. Luluran dari pagi, biar kinclong." Qyara menghentikan gumamannya. "Hah? Kinclong? Berasa peralatan dapur." Qyara lalu tergelak sendiri dengan ucapannya.
Setelah menemukan pakaian yang pas, Qyara bergegas berganti, mematut dirinya di depan cermin yang menyatu dengan lemari besar. "Gila! Cantik banget gue pake baju ini. Nggak sia-sia mami menurunkan kecantikan paripurna ini," puji Qyara pada diri sendiri.
Gerak tangannya mengibaskan helaian rambutnya ke belakang, memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri, melihat belakang punggungnya dari pantulan cermin yang sengaja dia belakangi.
"Ceilah. Udah mirip mbak-mbak pemain drama Korea gue." Qyara memuji sendiri, terkekeh sendiri.
Kakinya berlari kecil menuju meja riasnya, memoles wajahnya sedikit riasan rasanya tidak apa-apa. Qyara melepas eye patch yang sejak tadi dia kenakan, tangannya mulai menyapukan pelembab wajah hingga bedak. Memoles bibirnya dengan lip balm agar tidak terasa kering. Selesai dengan wajah, Qyara merapikan rambutnya. "Ikat nggak? Ikat? Nggak? Oke, baiklah. Nggak usah diikat."
Jika tadi kegalauannya tentang rambut, sekarang beralih ke eye patch. "Pakai lagi apa nggak ya? Kalo pakai lagi, gue kayak bajak laut, dong! Nggak pakai nanti diomelin Bang Sehan."
Qyara menarik napas panjang, menahannya tiga detik, lalu menghempaskannya secara kasar melalui mulut. "Nggak usah dipakai. Paling juga diomelin sedikit sama Bang Sehan. Daripada gue kelihatan nggak cantik di depan Kak Agra, iya, kan? Nggak masalah omelan seorang Sehan Wistara."
Tangannya meraih botol parfum, menyemprotkannya di belakang telinga dan pergelangan tangannya. Sesaat Qyara menghidu wangi perpaduan antara mawar dan vanila yang menguar. "Selesai. Ah, wanginya diriku," celotehnya.
Qyara berlari kecil menuju pintu, hatinya berdebar yang entah bagaimana cara mengendalikannya. Langkahnya dipercepat, tujuan awalnya adalah ruang kerja Sehan yang bersebelahan dengan kamarnya. Qyara memutar handel pintu, mendorongnya perlahan. Qyara mengerutkan keningnya, tidak ada Sehan dan Chagra di sana.
"Nggak ada di sini. Berarti di kamar Bang Sehan." Qyara berbalik, menutup kembali ruang kerja Sehan.
Mata Qyara mengerjap berulang, saat menangkap sosok laki-laki yang hampir dua tahun tidak dia lihat, berjalan melangkahi undakan tangga teratas, dengan tangan kanan menggenggam satu cup minuman favorit Qyara.
"Aahhh ... kakak pinguin," teriak Qyara berlarian melewati kamar Sehan.
Qyara menubrukan tubuhnya pada laki-laki tersebut. Memeluk erat tanda merindukan sosok ini. "Kakak kapan pulang? Bukannya tugas di Kalimantan?" tanya Qyara melepaskan pelukan.
"Udah tiga hari yang lalu. mungkin bulan depan tugas di Jakarta lagi." Si pria tersenyum. "oh, iya, kakak punya ini buat Cleire," ucapnya memamerkan cup minuman yang Qyara pesan pada teman-temannya.
Kaki pendek Qyara melompat-lompat, mencoba meraih minuman yang sengaja si pria tinggikan dari jangkauannya. Qyara berhasil merebutnya, langsung menusuk permukaan cup dengan pipet. Menikmati setiap tegukan minuman segar itu melewati tenggorokannya.
"Pelan-pelan, Clei. Kakak nggak akan minta, kok," ucap sang pria seraya menepuk pelan puncak kepala Qyara. Mengusapnya dengan penuh makna.
Si pria mendongak saat derap langkah kaki terdengar menghampiri mereka, senyumnya terbit, netranya menangkap dua temannya—sehan dan Chagra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Kelas Sebelah
HumorBagaimana jika orang yang kamu taksir adalah teman baik kakakmu, dari sebelum ladang gandum dihujani meteor micin, kamu sudah menaruh hati padanya. Setelah beberapa tahun menghilang, dia muncul kembali ke permukaan. Dan sialnya, dia muncul sebagai...