[5] 🏫 Seleksi Alam(i)

195 58 23
                                    

Qyara memperhatikan Chagra di depan kelas sedang menjelaskan pelajaran yang lebih banyak didominasi angka dan rumus. Ganteng banget, sih. Kak Agra itu nyaris sempurna.

Ya, yang sebenarnya bukanlah penjelasan Chagra menjadi perhatian Qyara, melainkan wajah Chagra, gerak tubuh Chagra saat mencoretkan spidol di permukaan papan berwarna putih, suara berat Chagra yang dengan menggila mengetuk gendang telinga Qyara hingga menghasilkan degupan gemuruh di jantung Qyara.

Qyara terganggu saat bola kertas yang berasal dari samping kanannya sudah mendarat di mejanya. Dia menoleh, Egi yang sudah memberi kode menunjuk untuk membuka kertas yang dikepal itu.

Tangan Qyara meraih kertas dengan bentuk tidak beraturan, membukanya pelan. Matanya mendelik tajam saat membaca isinya.

Komuk lo tolong kondisikan, Qy. Udah. Kayak cabe-cabean kurang mateng, tahu nggak! Biasa aja ngeliatinnya. Baru juga lihat guru matematika belum lihat oppa Korea.

Qyara membalas isi pesan di kertas yang sama, melemparkan kembali ke Egi. Baru juga hendak kembali pada fokus yang sempat terbuyar, mata Qyara beradu dengan Chagra.

"Qyara Wistara! Regisya Nasution! Kalian tidak memperhatikan penjelasan saya?"

Qyara menelan ludah, wajah dingin Chagra di depan sana terlihat sangat serius dan menakutkan. Egi tidak jauh berbeda, atau bahkan dia lebih merasa takut ketimbang Qyara.

"A-aku memperhatikan kok, Pak," sanggah Qyara.

Jantungnya bekerja dua kali lipat, Qyara menggigit bibir dalamnya saat netra mereka masih beradu pandang.

"Jika memperhatikan, kamu pasti mengerti dengan semua penjelasan yang saya berikan," ujar Chagra berjalan menuju meja Qyara.

Ketukan spidol pada meja Qyara terdengar lantang, Chagra mengangsurkan alat tulis tersebut ke depan Qyara.

"Kamu, kerjakan soal yang saya berikan di papan tulis."

Chagra tampak tersenyum miring, dia ingin membuktikan kemampuan matematika muridnya satu ini. Yang kata guru lain di atas rata-rata.

Qyara bangkit dari posisinya, keluar dari mejanya. Tangannya meraih spidol yang Chagra simpan di atas mejanya. Berjalan ke depan kelas mengerjakan tugas sekaligus hukuman.

Tatapan Chagra beralih ke Egi yang sudah melipat kedua tangannya di atas meja, persis seperti anak taman kanak-kanak akan pulang. Egi melirik Chagra takut-takut, wajahnya kembali menatap lurus ke depan memperhatikan Qyara yang sudah mengerjakan soal di depan sana.

"Kamu tunggu apa lagi? Bawa buku LKS kamu ke depan. Kerjakan soal selanjutnya," perintah Chagra pada Egi.

"Pa-pak, aku bisa lewat dulu nggak? Sumpah, Pak. A-aku lemah banget nih kalo soal hitung-hitungan." Egi mencoba negosiasi. Suaranya kentara sekali gugup.

"Kerjakan soal, atau berdiri di luar kelas sampai jam pelajaran saya selesai!"

Chagra memberikan pilihan yang sangat sulit untuk dipilih, dengan terpaksa Egi melangkah ke depan kelas, berdiri di sebelah Qyara.

"Qy, bantuin gue dong. Ini gimana ngerjainnya. Gue mampus aja deh, otak gue lemot soal beginian, Qy," cicit Egi mengeluh dengan soal yang hanya dengan melihatnya saja membuat matanya berkunang.

"Otak lo emang dari jaman Majapahit belum runtuh juga emang udah lemot kali, Gi." Qyara mencibir temannya tanpa menoleh sedikit pun.

Suara dehaman keras menyentak mereka. "Saya menyuruh kalian ke depan bukan untuk bergibah, kerjakan soal itu dengan benar," tegas Chagra yang sudah berdiri di belakang Qyara dan Egi.

Ketua Geng Kelas SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang