Qyara duduk di jok samping Sehan, tangannya sudah menarik seat belt lalu mengenakan di tubuhnya. Qyara menunduk, mengusap matanya. Tangan Sehan terulur mengusak puncak kepala Qyara dengan sayang.
"Nggak usah nangis, cuma tiga hari doang kan," hibur Sehan pada adik perempuannya.
Qyara mendongak, menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya. "Siapa yang nangis sih, Bang."
Sehan mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Qyara. Wajahnya mendekat ke wajah Qyara. "Mata kamu kenapa, Dek?" Sehan menangkupkan tangannya di wajah Qyara.
"Ada pelangi ya, Bang?" kekeh Qyara.
"Nggak usah bercanda, Cleire! Ini di bola mata kamu ada gores merah, kenapa?"
Pikiran Qyara menerawang mengingat kejadian dua setengah jam lalu. "Tadi Bella mau tarik rambut Clei, terus Clei tangkis. Nah, di sana mata Clei perih, Bang. Kayaknya kena kuku Bella." Qyara mejelaskan secara urut kejadian di kelas.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" perintah Sehan.
"Bang, kita pulang aja, ya? Clei nggak apa-apa kok."
"Kita ke rumah sakit sekarang atau abang turun buat perhitungan juga sama mereka. Di sini bukan anak mereka aja yang cidera, tapi kamu juga." Sehan sudah terlihat menahan emosi.
Sehan bisa terlihat sabar dan tenang menghadapi sesuatu hal. Namun, tidak untuk adik-adiknya. Haram bagi Sehan untuk diam saja saat fisik adik-adiknya sudah tersentuh dan disakiti.
"Ya udah kita ke rumah sakit aja," cicit Qyara takut-takut.
Sehan meninggalkan parkiran SMA Cendikia Luhur dengan tidak sabaran. Cengkraman pada stir terlihat memutihkan buku-buku jari Sehan. Rahangnya mengencang.
"Kamu diskor, abang nggak protes karena gimana juga kamu harus dapat peringatan, tapi kalo begini? Kamu juga korban, anaknya enak cuma keseleo. Kamu itu mata, Clei. Bisa lebih fatal ini."
Qyara menunduk, mencengkram ujung rok seragamnya. Rasa bersalah mengepung perasaannya. Seorang Sehan yang Qyara tahu tidak akan memperlihatkan emosionalnya, tapi gara-gara ulahnya kakaknya pun bisa memperlihatkan sisi lain dirinya.
"B-bang ... maaf. Gara-gara Clei semua jadi begini."
Sehan menoleh Qyara sejenak, menghela napas pelan. Tangan kirinya mengusap pelan puncak kepala Qyara. "Udah nggak apa-apa. Jangan diulangi lagi, ya?"
Qyara mengangguk, masih belum berani menoleh ke wajah Sehan. Sampai mobil Sehan memasuki pelataran rumah sakit pun Qyara masih membungkam mulutnya.
-o0o-
Qyara sudah mendapatkan penanganan dari dokter spesialis mata di Rumah Sakit Medika Eye Center di bilangan Menteng Jakarta pusat. Tidak tanggung-tanggung, Sehan membawa Qyara ke rumah sakit terkenal khusus menangani pengobatan dan perawatan mata.
"Bagaimana mata adik saya, Dok? Nggak apa-apa, kan?"
Sang dokter tersenyum ramah mendengar pertanyaan Sehan, dokter itu berbalik menghadap Sehan setelah selesai memasangkan eye patch pada mata kiri Qyara.
"Sudah selesai," ucapnya memberi isyarat pada Qyara.
Qyara turun dari bed pasien, menghampiri Sehan dan mendaratkan tubuhnya pada kursi sebelah Sehan, berseberangan dengan sang dokter yang jika ditebak berusia pertengahan empat puluh tahun.
Sang dokter memutar layar komputernya menghadap Qyara dan Sehan. Ada gambar bola mata dan bagian-bagiannya pada layar komputer itu. Telunjuknya menunjuk bagian layar, mulai menjelaskan pada Sehan dan Qyara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Kelas Sebelah
ComédieBagaimana jika orang yang kamu taksir adalah teman baik kakakmu, dari sebelum ladang gandum dihujani meteor micin, kamu sudah menaruh hati padanya. Setelah beberapa tahun menghilang, dia muncul kembali ke permukaan. Dan sialnya, dia muncul sebagai...