[4] 4log⁡36 🏫 Hai, Pak Agra.

226 61 24
                                    

"Selamat pagi, Pak Agra!" sapa Qyara dengan semangat.

"Astaga! Kamu ngapain di sini?"

Chagra terlonjak, saat kakinya baru saja bersentuhan dengan conblock parkiran dewan guru, Qyara sudah berdiri di samping mobil Chagra dengan senyuman ciri khasnya.

"Nungguin Bapak," ujar Qyara menatap Chagra, tangannya bertaut di belakang punggung, tubuhnya bergerak ke kanan ke kiri.

Chagra tentu tidak mempedulikan Qyara, dia melangkahkan kaki jenjangnya menuju kantor guru. Qyara berlari-lari kecil mengimbangi langkah Chagra yang kian dipercepat.

"Pak Agra, jangan cepat-cepat dong, santai aja. Kita nikmati proses ini step by step."

Chagra menyimpan tasnya di samping kursi tempat duduknya. Menyalakan laptop di hadapannya. Qyara yang sudah berdiri di depan mejanya tidak dia hiraukan.

Qyara mengangsurkan satu paper bag yang ia simpan di belakang punggung sejak tadi. Tas kertas itu berisi kotak bekal makanan dan satu susu kotak.

"Bapak sudah sarapan? Ini buat Bapak, aku yang masak sendiri loh," ujar Qyara bangga menepuk dadanya.

Chagra menatap paper bag dan Qyara bergantian. Qyara masih berdiri di depan meja Chagra.

"Ngapain lagi masih di sini? Udah tahu 'kan, pintu keluar di mana." Chagra mengangkat pergelangan tangannya, meneliti jarum pada jamnya. "Sebentar lagi bel masuk," ketus Chagra.

"Aku mau lihat Bapak makan masakan aku dulu, aku bangun jam empat subuh loh, Pak. Demi masak nasi goreng itu."

"Yang nyuruh kamu siapa? Saya tidak minta."

Qyara menarik garis senyum, matanya memicing. "Bapak belum coba masakan aku. Cobain deh, Pak. Pasti nanti Bapak minta terus," ungkap Qyara dengan percaya diri.

Chagra menyandarkan bahunya di sandaran kursi. Melipat tangan di dada dengan tatapan datar. Kepalanya sudah mulai pening memikirkan bagaimana mengusir muridnya satu ini.

"Iya, nanti saya makan," ketusnya.

"Dihabiskan ya, Pak."

"Iya! Sudah sana tunggu apa lagi?" Chagra sudah menggerakkan tangannya kode meminta Qyara pergi segera.

Namun, Qyara memilih untuk bebal. Tidak mengindahkan ucapan Chagra yang sangat jelas mengusirnya dari sana. Qyara tetap berdiri di tempatnya, tidak bergeser barang seinci pun.

"Hari ini Bapak kan ada dikelas aku. Kita bareng aja masuk ke kelas."

Chagra menggeser kursinya, mendekat ke layar laptop yang ada di hadapannya, tangan kanannya mengklik mouse. Tatapannya beralih ke Qyara.

"Mata pelajaran saya ada di jam ke dua, kelas kamu jam pertama pelajaran kimia. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, dalam waktu lima menit kamu tidak pergi ke kelas, saya akan beri catatan hitam," tegas Chagra.

Mata Qyara membesar mendengar kata catatan hitam. SMA Cendikia Luhur, menerapkan sistem mencatat semua pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah, buku berwarna cokelat muda berukuran 8,5x13,5 cm, lengkap dengan data siswa pada sampul depannya itu disebut 'buku saku'.

Catatan hitam di buku saku Qyara baru saja menjadi bersih kembali, dua bulan lalu Qyara mendapat catatan hitam karena tiga kali tidak mengikuti mapel PJOK. Berakhir dengan uang bulanan Qyara dipotong Sehan sang kakak sebagai hukuman.

"Siap, Pak! Aku ke kelas sekarang. Sarapannya jangan lupa dihabiskan," ucap Qyara bergegas meninggalkan meja kerja Chagra.

Chagra memijit pelipisnya, sungguh dia sangat menyesal menyanggupi permintaan Sehan untuk menjadi guru matematika di Cendikia Luhur, untuk mendisiplinkan Qyara-adiknya.

Ketua Geng Kelas SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang