Juan menutup pintu apartemennya. Pria itu baru tiba saat jam menunjukkan pukul 10 malam.
Hal ini terjadi karena sejak ada Dara yang bekerja di kantornya, membuat Juan tidak begitu fokus untuk bekerja. Pria itu akan terus memerhatikan Dara dan memandangi gadis kecilnya sepanjang waktu.
Juan akan fokus bekerja jika jam kerja Dara sudah berakhir.
"Mas udah pulang?"
Juan yang baru saja meletakkan jasnya langsung menoleh ke asal suara.
Dia adalah Eva. Wanita yang diselamatkan Juan saat wanita itu berniat untuk bunuh diri.
"Astaga, hampir saja aku lupa kalau ada orang lain di dalam apartemenku ini," ujar Juan di dalam hatinya.
Juan memang mengizinkan Eva untuk tinggal sementara waktu di tempatnya karena wanita itu mengaku tidak bisa pulang ke rumah karena sudah di usir oleh keluarganya.
Eva sendiri cukup baik dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Wanita itu akan memasak untuk Juan dan membersihkan apartemen hingga pria itu tidak akan menemukan debu tertinggal.
Apartemennya pun rapi dan bersih tanpa perlu ia memanggil seorang untuk membersihkannya.
"Baru saja." Juan menyahut santai. "Kalau begitu saya masuk kamar dulu. Kamu jangan tidur terlalu malam," ujar Juan.
Pria itu memutuskan untuk berbalik pergi masuk ke dalam kamarnya.
Sementara Eva yang ditinggalkan di depan pintu kamarnya tersenyum menikmati perhatian Juan yang membuat hatinya menghangat. Sudah beberapa bulan ini tidak ada yang memberi perhatian padanya sehingga perhatian kecil Juan yang memintanya untuk segera tidur membuat Eva merasa senang bukan main.
"Mas Juan orang baik. Andai saja ayah anak ini adalah Mas Juan, aku pasti akan menjadi wanita paling beruntung di dunia ini," ujar Eva. Tidak lupa, wanita itu juga ikut mengusap perutnya yang berisi janin.
Keesokan paginya.
Pagi-pagi sekali Juan sudah siap dengan setelan kantornya bahkan sebelum matahari terbit. Pria itu menatap jam yang baru menunjukkan pukul lima lebih empat puluh menit.
Juan sudah siap dengan kemeja putih tanpa dasi serta celana hitam yang membungkus tungkai kakinya.
Juan yang sudah siap berangkat mengejutkan Eva yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Mas Juan sudah mau berangkat ke kantor?" Eva menyapa Juan dengan sedikit keterkejutan di hatinya karena biasanya ia baru menyelesaikan masakan paginya baru Juan bangun dari tidur.
Juan menoleh dan tersenyum kecil. Pria itu menjawab, "sebelum ke kantor saya harus ke tempat lain. Kalau begitu saya berangkat."
Pria itu keluar dari unit apartemennya dengan santai, tanpa menunggu respon dari Eva.
Wanita yang sedang hamil itu mengikuti Juan sampai di pintu dan hanya bisa menatap punggung pria itu yang bergerak menjauh.
"Mas Juan mau ke mana, ya, pagi-pagi gini," ujar Eva kebingungan.
Sementara di sisi lain, Juan jelas memiliki tujuan untuk bangun dan berangkat pagi-pagi. Tujuannya tak lain adalah rumah Dara.
Tiba di perkampungan tempat tinggal Dara yang ia ketahui melalui informasi dari Zayn tentunya, Juan langsung turun dari mobil.
Hal pertama yang dilakukan pria itu adalah mengerut dahinya saat melihat rumah yang ukurannya sangat mungil dengan cat biru pudar yang menempel di tembok bangunan.
Rumah ini bahkan lebih kecil dari ruang tamu rumahnya dulu. Juan tidak bisa membayangkan jika istrinya tinggal di perkampungan padat penduduk dengan rumah sekecil ini pasti sangat tidak nyaman, ujar batinnya merasa miris.
Juan bertekad untuk segera memboyong istrinya ke rumah besar yang sudah ia beli sejak tiga tahun lalu. Sementara rumah lamanya sudah ia jual dengan pihak properti yang mau membayar dengan harga yang sudah ditentukan.
Juan memang tidak mengerti rasa apa yang ia miliki untuk Dara. Ia akan mencari tahunya terlebih dahulu apa perasaan yang ia miliki untuk perempuan itu. Namun, sebelum itu ia harus mencari cara agar istri kecilnya kembali ke sisinya. Senangnya semenjak bertemu dengan Dara, Juan tidak pernah bermimpi buruk lagi.
Pria itu kemudian mendekati warung yang menempel dengan rumah Dara dan menatap sekeliling dalam warung dan tidak mendapati satu orang pun. Juan mengerut keningnya kemudian beralih ke teras kecil dan langsung mengetuk pintu rumah istrinya itu.
"Siapa?" Itu adalah suara wanita lain dan bukan suara Dara. Juan mulai berspekulasi dan tepat sekali pada saat pintu terbuka ternyata yang muncul adalah seorang wanita paruh baya yang rasanya tidak asing di mata Juan.
"T-tuan Juan?"
Nah!
Juan menyeringai saat wanita di depannya menyebutkan namanya. Wanita ini adalah Bu Asih yang merupakan pekerja yang sudah lama bekerja pada temannya--Angga Judistira-- yang juga merupakan ayah Dara.
"Apa kabar, Mbak Asih?" Juan tersenyum miring menatap Asih yang sudah pucat di tempat. Tanpa menunggu respons Asih, Juan melangkah masuk dan menemukan sofa mini di ruang tamu kecil tersebut. Keningnya lagi-lagi mengerut menatap sofa yang bahkan lebih buruk dari kursi kerja karyawannya.
Juan menatap area rumah yang hanya terdapat dapur dan meja makan menyatu tanpa sekat. Lalu, dua pintu yang bisa terlihat dari tempat Juan berdiri. Juan tidak tahu pintu-pintu apa yang terlihat di matanya, namun ia yakin jika salah satu dari pintu tersebut adalah kamar Dara.
"Di mana kamar Dara?" tanya Juan menatap Asih.
"Non Dara enggak--"
Juan tidak menunggu jawaban Asih yang ia pikir pasti akan mengelabuinya. Pria itu membuka pintu yang tepat berada di ruang tamu dan menemukan Dara tengah mengancing kemeja bajunya. Bahkan, gadis itu belum sempat mengenakan celana kerjanya.
Kehadiran Juan yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan Dara. Gadis itu dengan cepat menarik selimut di atas tempat tidur guna menutup tubuh bagian bawahnya.
"Om, ngapain di sini? Keluar!" teriak Dara terkejut. Wajahnya pucat saat melihat senyum miring Juan. Bukannya keluar, pria itu justru mendekat hingga berdiri di depan Dara.
"Bunga biru, eh?" Juan menyentuh dagu Dara dengan telunjuknya dan menatap manik mata gadis itu.
"Om Juan keluar sekarang atau aku teriak," ancam Dara yang tidak mempan untuk Juan.
"Teriak aja. Lagi pula warga mana yang mau protes kalau suami ada di rumah istrinya," sahut Juan enteng.
"Om--"
Dara melebarkan matanya ketika Juan menyatukan bibir mereka. Pria tidak tahu malu ini sudah menciumnya! Teriak Dara dalam hati.
Dara dengan keras mendorong tubuh Juan dan melayangkan tamparan ke wajah pria itu. Ekspresi wajahnya terlihat sangat marah sehingga membuat Juan bukannya takut tapi justru tersenyum.
"Keluar sekarang, Om!"
Dara tidak peduli dengan selimut tipis yang sudah jatuh ke lantai. Fokusnya adalah mengeluarkan Juan dari kamarnya.
Tidak lama kemudian Asih masuk dan membujuk agar Juan keluar sebelum ia berteriak memanggil warga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Playboy itu suamiku {TERBIT}
General FictionHanya kisah sederhana di mana Juan yang harus menikahi anak temannya yang baru berusia 15 tahun. Juan sang playboy dihadapkan dengan pilihan sulit dan membuatnya tidak bisa untuk lari dari tanggungjawabnya. Tapi, bagaimana jika gadis yang ia nika...