03: Tiara Anjani

13.3K 1.6K 43
                                    

Langkah riang seorang gadis yang baru saja keluar dari kampus terhambat saat melihat seorang pria berdiri bersandar pada kap mobil.

Gadis dengan kemeja merah muda itu mendengus dan memutar bola matanya malas. Pasalnya orang ini selalu mengganggunya bahkan sejak ia berada di kelas  sepuluh SMA hingga sekarang.

"Aduh, Om. Ara 'kan udah bilang kalau Ara enggak tahu Dara ada di mana. Kok masih aja nemui Ara dengan pertanyaan itu terus."

Tiara Anjani, nama gadis itu menghampiri pria yang mengenakan kemeja  biru slimfit  yang menambah ketampanannya. Terlebih lagi body laki-laki itu sangat cocok dan pas untuk wajahnya yang tampan sekali.

Tiara Anjani adalah sahabat Dara semenjak SMP. Setelah Dara  menghilang, laki-laki yang mengaku sebagai suami Dara itu terus datang dan menanyakan keberadaan Dara padanya. Padahal saat itu Dara baru beberapa bulan duduk di bangku SMA bersamanya. Lalu, tiba-tiba Dara menghilang bak ditelan bumi.

"Saya akan terus tanya ke kamu mengenai keberadaan Dara sampai kamu jawab pertanyaan saya dengan memuaskan." Juan memasukkan tangannya ke kedua saku celananya. Matanya menatap Ara dengan tatapan tajam khasnya.  "Di mana Dara?" tanya Juan.  Juan tidak tahu ini untuk ke berapa ratus kali ia bertanya dengan pertanyaan sama pada gadis muda di depannya.

"Ara enggak tahu,  Om."

Ara memutar bola matanya dan sekali lagi gadis kecil dengan rambut dikepang menjadi dua itu menjawab dengan jawaban yang sama.

Andai saja ia mengetahui keberadaan sahabatnya itu--Dara-- tidak akan pernah mau memberitahu keberadaannya pada Juan. Tidak akan pernah, batinnya berucap dengan penuh tekad.

Kembali Juan harus menelan kekecewaan saat tak mendapat jawaban yang ia harapkan. Juan kemudian memutar tubuhnya  ke sisi mobil dan masuk. Setelahnya ia melajukan kendaraannya tanpa meninggalkan sepatah kata pada Ara yang lagi-lagi mendengus di tempat.

"Lihatlah manusia itu, pergi gitu aja tanpa ngucapin terima kasih. Pantes aja Dara pergi. Mungkin aja Dara sering dibuat naik darah karena sikap dia." Ara mengoceh sambil melangkah pergi dari area kampus.

Sejujurnya ia juga cukup penasaran di mana keberadaan sahabatnya itu.

Mobil yang dikendarai Juan melaju cepat hingga tanpa sadar sebuah kendaraan roda dua melaju dari arah berlawanan dengan gerakan sedikit elong hingga kecelakaan pun terjadi. Mobil Juan menabrak pengendara yang melaju dengan keadaan tak stabil.

Juan mengatur napasnya dengan keringat mengucur jelas di keningnya. Pria 35 tahun itu segera turun dan menghampiri massa yang sudah berkerumun. 

"Bawa ke rumah sakit. Naik mobil saya,"  perintah Juan.

Segera, massa mengangkat tubuh dua orang yang sudah tak sadarkan diri masuk ke mobil Juan. Ditemani dua orang tak dikenal,  mobil akhirnya melaju kencang membelah jalanan kota menuju rumah sakit.

Setelah tiba di rumah sakit,  dua pengendara motor tersebut segera ditangani oleh dokter. Keduanya berjenis kelamin laki-laki dengan satu pria mengenakan setelan biasa sementara  satunya lagi mengenakan seragam dinas.

Juan mengambil barang dua pengendara yang diserahkan oleh dua orang yang ikut dengannya.

"Ini sebagai bentuk terima kasih saya karena sudah membantu saya membawa mereka." Juan menyerahkan segepok uang pada dua orang tersebut yang baru saja di antar oleh tangan kanannya.

"Enggak usah,  Pak. Ini kami ikhlas membantu." Seorang pria menolak pemberian Juan karena merasa tak pantas untuk menerimanya. Namun,  Juan yang biasa menjadi pemimpin tentu saja menolak dan tetap keukuh memberikan apa yang seharusnya diberikan.

Juan segera menghampiri dokter saat melihat salah satu dokter yang menangani keduanya keluar dari ruangan.

"Salah satu kondisi pasien sudah setengah sadar. Tidak ada luka berat dan mungkin hanya perlu waktu setengah bulan untuk pemulihan. Luka dalam juga tidak ditemukan. Hanya saja beberapa luka gores terkena aspal terlihat di siku dan kaki."

Juan dapat menghela napas lega mendengar penuturan dokter. Beruntung tidak ada luka dalam yang bisa membahayakan mereka.

Dua orang yang membantunya sudah pulang di antar oleh sopir Juan. Sementara mobilnya yang terdapat baret di depan segera dibawa ke kantor polisi untuk melakukan pemeriksaan. Juan masih taat hukum dan ia tidak mau membiarkan hal sekecil apa pun mengaganggunya di masa depan. Jadi,  lebih baik ia yang berurusan dengan polisi lebih dulu.  Lagi pula,  di tempat kejadian juga ada polisi yang sedang mengatur lalu lintas. 

Juan dapat mendesah lega kala mendengar kembali dari dokter jika pasien satunya lagi juga tidak mengalami luka serius. Hanya terkilir di bagian tangan kanan karena mungkin saat itu tanpa sadar menahan beban berat tubuhnya.

Keluarga korban sudah dihubungi dan Juan juga sudah menjelaskan kronologis kejadian.

Juan mengobati sedikit lebam di keningnya. Lebam yang ia dapat dari terbentur oleh setir mobil. Setelah berbincang sejenak,  Juan memilih pulang dan kembali ke kantor. Ada banyak pekerjaan yang harus ia urus dan tidak ingin membuang waktunya di rumah sakit. Biaya administrasi sudah ia bayar hingga lunas.

Tiba di kantor, sudah ada sekretarisnya--Emily-- yang baru bergabung dengannya dua tahun terakhir ini. Gadis 25 tahun dan belum menikah itu cukup memuaskan Juan dengan hasil kerjanya.

Sayangnya,  Juan tidak berniat untuk mengajak gadis se-kompeten Emily untuk berkencan. Juan masih mempertahankan Emily untuk tetap bekerja dengannya. Beruntungnya Emily tidak memiliki perasaan tertarik padanya. Juan hanya tahu motto hidup Emily yang sering ia dengar adalah 'Menjadi perawan seumur hidup' dan sudah terlaksana hingga wanita itu kini berusia 25 tahun. Tidak tahu ke depannya akan tetap bertahan atau buyar.

"Pak,  Nona Serena tadi datang untuk menemui bapak."

"Lalu?" Juan menatap Emily dengan sebelah alis terangkat.  Tangannya ia masukkan ke dalam saku dan menatap Emily dengan mata memicing.

Emily yang berdiri di balik meja kantornya tersenyum. Wanita itu kemudian menunjukkan telapak tangannya yang di sambut kekehan Juan.

"Bagus. Kamu dapat bonus dari saya. Pertahanan,"  kata Juan.

"Terima kasih, Pak."

Emily menunduk sedikit dengan senyum kecilnya.  Hanya beberapa helai rambut di tangannya sudah membuat Emily mendapatkan bonus.  Tentu saja helaian rambut di tangannya adalah milik model lokal bernama Serena yang beradu dengannya satu jam yang lalu.

Ini adalah salah satu alasan mengapa Juan sangat mempertahankan Emily disisinya. Gadis ini meskipun penampilannya sangat cantik, tapi kenyataannya dia sangat ganas dan bahkan bisa menyerang wanita yang selalu mengganggunya.

Juan melirik ponselnya yang terus berdering sejak tadi. Ada panggilan masuk dari Serena yang terus ia abaikan.

"Mengganggu saja," gerutu Juan kesal.

Pria itu segera memblokir Serena agar wanita itu tidak lagi mengganggunya yang saat ini memang butuh ketenangan setelah tadi mengalami kecelakaan yang untungnya tidak berakibat fatal baik terhadapnya maupun dua korban lainnya.

Om Playboy itu suamiku {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang