Dara menatap alat pembersih lantai dan juga seragam yang ia kenakan. Gadis itu mengepalkan tangannya di dada sambil bergumam dalam hati untuk menyemangati dirinya.
"Dara, pokoknya kamu harus semangat untuk kerja."
"Semangat, Dara."
"Kamu pasti bisa. Demi kuliah," ujarnya lagi.
Dara memang memiliki keinginan untuk kuliah agar hidupnya tidak datar-datar saja. Ia tidak mungkin seumur hidup harus menjadi penjual warung. Dara harus bisa memiliki pekerjaan yang mapan agar ia dan Bu Siti bisa hidup lebih makmur lagi. Bukan Dara tidak bersyukur dengan apa yang ia miliki sekarang, namun jika Dara menginginkan hal lain, tidak salah 'kan? Selama keinginannya tidak merugikan orang lain, baginya itu tidak masalah.
Dara kemudian menarik alat pembersih lantai dan alat pembersih lainnya menuju lantai paling tinggi di gedung ini. Lantai yang merupakan tempat CEO atau owner pemilik perusahaan ini berada. Menurut HRD yang menerimanya jika Dara hanya akan bertemu empat orang di lantai ini setiap harinya.
Dara menarik napas dan melangkah keluar dari lift yang membawanya ke lantai tiga puluh. Gadis itu mulai membersihkan lebih awal pada bagian dekat lift. Bahkan, paling sudut pun tak luput dari pembersihnya.
"Eh, cleaning servis baru, ya?"
Dara segera memutar tubuhnya saat melihat seorang wanita dengan rok span hitam selutut berdiri tak jauh dari posisinya berada.
Dia adalah Jelita yang kebetulan baru keluar untuk makan siang. Senyum gadis itu terasa hangat menyapa Dara yang masih memegang alat pengepel.
"Iya, Mbak. Saya pekerja baru di sini," jawab Dara sambil tersenyum.
"Oh, saya Jelita. Semoga kamu betah ya kerja di sini." Jelita menatap sekeliling dan berbisik, "soalnya bos kita agak aneh."
Dara tersenyum sambil mengangguk sebagai tanggapannya. Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya sementara Jelita kembali ke kursinya.
Tak berselang lama pintu lift terbuka dan Juan melangkah keluar. Pria itu menatap lurus ke depan tidak melirik sedikit pun pada Dara yang sedang menunduk dengan alat pengepel di tangannya.
Juan dan Dara sama-sama tidak menyadari jika mereka berada di tempat yang sama saat ini.
Semua pekerjaan Dara berjalan lancar membuat ia menghela napas lega. Gadis itu segera melepaskan seragam kerjanya dan berjalan ke luar kantor untuk pulang ke rumah. Tugasnya membersihkan lantai tempat bos bekerja sudah selesai dan Dara sudah memastikan jika ia tidak meninggalkan setitik debu pun pada pekerjaannya.
Tak lama setelah Dara pulang, Zayn membuka pintu ruangan Juan kasar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Pria itu cukup mengejutkan Juan dengan aksinya.
"Zayn, kamu--"
"Saya melihat Bu Bos tadi di kantor ini, Pak," sela Zayn sebelum Juan melempar amarah padanya.
Amarah Juan adalah hal yang teramat sangat dihindarinya. Zayn bergidik ngeri membayangkan bagaimana pria ini jika sudah marah.
"Apa?"
Juan segera bangkit dari duduknya menatap Zayn tidak percaya. Mana mungkin Dara ada di kantor ini? Apa mungkin istri kecilnya itu mencarinya dan gengsi untuk bertemu dengannya secara langsung? Pikir Juan sambil tersenyum.
Pikiran-pikiran positif sudah merasuki otak Juan hingga membuatnya tidak bisa berpikir secara rasional.
Zayn bergidik ngeri melihat senyum atasannya yang teramat menyeramkan menurutnya. Senyum monyet yang sedang jatuh cinta, komentar Zayn dalam hati.
Ah, ngomong-ngomong soal monyet jatuh cinta, ia juga belum pernah melihatnya secara langsung.
"Benar, Bos. Saya lihat langsung itu Bu Bos, istri bos tadi," ujar Zayn berapi-api. "Tapi, saya enggak yakin Bu Bos datang buat cari bos. Bu Bos tahu bos kerja di sini aja enggak." Zayn tertawa kecil menatap bosnya yang kini sudah melotot ke arahnya. Bibir Zayn yang membentuk garis lebar seketika membeku saat mata tajam bak leser menghunus ke arahnya.
"Kamu terlalu jujur, Zayn. Saya suka pria seperti kamu yang membuat saya ingin--"
"Bercinta?" sela Jelita dengan suara terkejutnya.
Gadis cantik itu berniat untuk menutup pintu ruangan yang tak tertutup karena Zayn yang terburu-buru masuk. Namun, gerakannya menarik handel pintu harus membeku saat mendengar pernyataan atasannya secara langsung.
Jelita tidak menyangka jika apa yang dimaksudkan oleh mantan pacar dari bosnya itu adalah sebuah kebenaran yang baru diketahuinya hari ini.
Jelita menggeleng kepalanya menatap Juan dan Zayn iba. Gadis itu berkata sambil menutup pintu, "laki-laki ganteng enggak jamin suka dengan goa. Sukanya sama sesama yang punya guling."
Perempuan itu memilih untuk melanjutkan pekerjaannya dari pada memikirkan nasib percintaan bosnya yang memang tidak bisa diingatkan lagi.
"Jelita!" jerit Zayn dan Juan nyaris secara bersamaan.
Asap hitam rasanya sudah mengepul di atas kepala Juan saat mendengar tuduhan yang ke sekian kalinya dilayangkan padanya.
Tidak mau peduli dengan apa yang dipikirkan oleh sekretarisnya itu, Juan mengalihkan tatapan yang pada Zayn.
"Kamu ceritakan ke saya, di mana kamu melihat istri saya, dan dia pakai baju warna apa. Kamu juga harus menjelaskan secara rinci jam berapa dan di menit ke berapa kamu bertemu dengan dia," titah Juan.
Zayn yang mendengar perintah atasannya langsung menelan ludahnya dengan susah payah. Tadi ia hanya melihat dengan sekilas, dan bahkan lupa di menit ke berapa ia melihat Dara tadi.
Sementara itu, Dara yang sudah pulang dari kantor segera ke rumah sakit untuk menjenguk Riki dan Riko. Gadis cantik itu datang dan disambut orangtua Riki dengan hangat.
Pak RT mempersilakan Dara duduk dengan ramah.
"Terima kasih nak Dara sudah menjenguk Riki lagi," ucap Pak RT.
"Kebetulan lewat dari tempat kerja, Pak." Dara menjawab dengan sopan.
"Nak Dara sudah bekerja? Bekerja di mana?" tanya Bu RT.
"Di kantor yang enggak jauh dari sini, Bu. Jadi cleaning servis. Baru mulai hari ini," jawab Dara apa adanya, membuat Bu RT mengangguk.
"Iya, usia remaja memang cukup produktif buat kerja. Semangatnya masih full. Beda sama yang sudah berumur," timpal Pak RT santai.
"Kayak bapak yang udah tua," goda Riki. Senyum pria itu tersungging menatap bapak dan ibunya yang masih harmonis meski usia mereka tak muda lagi.
"Bapak masih muda kok," celetuk Pak RT, sambil mengusap jenggot tipisnya.
"Iya, bapak masih muda. Itu 30 tahun yang lalu. Sekarang sudah tua, Pak." Bu RT menepuk pundak suaminya membuat pria paruh baya itu cemberut. Sementara Dara sebagai penonton tersenyum senang melihat interaksi keluarga Pak RT yang harmonis hingga membuat Dara tiba-tiba merindukan papanya.
Andai saja Papa masih di sini, ujar batinnya sedih.
Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Dara kemudian mengobrol dengan keluarga Pak RT yang sangat menyambutnya dengan ramah. Bahkan, Riki juga membuat guyonan hingga membuat suasana di ruang Rumah sakit tampak ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Playboy itu suamiku {TERBIT}
General FictionHanya kisah sederhana di mana Juan yang harus menikahi anak temannya yang baru berusia 15 tahun. Juan sang playboy dihadapkan dengan pilihan sulit dan membuatnya tidak bisa untuk lari dari tanggungjawabnya. Tapi, bagaimana jika gadis yang ia nika...