Bagian 10

406 43 3
                                    

Dua hari berlalu, setelah kepulangan dari Busan tidak ada hal yang berbeda. Hari - hariku tetap sama, berlatih , berlatih dan berlatih untuk persiapan comeback serta konser yang sudah jauh jauh waktu di siapkan.

Saat tengah malam aku berlatih tanpa sepengetahuan siapapun, sebuah notifikasi meruntuhkan segala semangat hidupku. Malapetaka itu telah datang menghampiriku dan siap menghancurkan segala impianku. Dan semua itu penyebabnya adalah aku sendiri.

Di dalam ruang gelap itu aku diam diam menangis tanpa suara. Semua sudah selesai, tidak akan ada harapan bagiku untuk melanjutkan impian yang selama ini susah payah ku gapai.

Jadi semua member berbohong padaku karena sebenarnya yang terjadi akan menghancurkan mimpiku. Aku tahu mereka pasti punya alasan baik tapi bukankah akan sama saja aku akan hancur pada akhirnya.

Dengan seksama aku membaca email dari dokter pribadi yang selalu di percayakan oleh keluargaku. Dan betapa tercengangnya, aku mengalami sakit yang sama seperti almarhum nenek.

Jika sudah begini aku bisa apa? tentu saja tidak ada yang bisa di lakukan haha

drrtt . . drrtt . .

Ponselku berdering, terlihat notifikasi dari jin hyung terus mencoba menghubungi aku. Namun rasanya terlalu enggan untuk menjawab teleponnya.






Setelah menenangkan diri aku kembali berdiri dan memutar musik, menarikan bagian - bagian ku. Seperti gila dengan tari dan tidak perduli hari esok bukankah ini yang aku inginkan ? yeah tentu, park jimin si machine dance bangtan tidak akan runtuh namun akan hancur.

Meski begitu setidaknya aku akan terus menggerakkan tubuh ini seirama dengan musik selama aku masih mampu mengendalikan diriku sebelum penyakit menyebalkan ini akan membuatku hancur.

Setidaknya aku belum hancur . .

Brukkk !

Suara keras itu menggema di ruang tanpa pencahayaan. Tiba - tiba pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan yoongi hyung berdiri dengan tatapan tidak terbaca.

Aku memandangnya dari pantulan kaca dengan tatapan kosong. Sejujurnya aku tidak terlalu perduli siapa yang datang. Yang ingin ku lakukan hanyalah menari mengikuti irama musik.

Dan aku tetap menari tanpa memperdulikan yoongi hyung yang menatapku terus.

"Jimin - ah ayo pulang" ujarnya seperti menahan sesuatu dalam dirinya yang mungkin saja siap meledak.

Aku terdiam membisu dan terus melanjutkan gerakan tarian seirama dengan musik. Walaupun sejujurnya nafasku mulai sesak dan sedari tadi pusing terasa semakin menusuk kepala.

Namun siapa perduli, aku bahkan tidak yakin hari esok akan tetap sama atau aku yang akan di hancurkan oleh diriku.

"Jangan gila ! kamu bisa mati dengan begitu" pekikan penuh kemarahan itu tidak menghentikan langkah pemuda di hadapannya.

"Hyung .. Bukankah ini memang sudah berakhir" ujarnya tersenyum miring.

Yoongi hyung terdiam, tatapannya yang sedari tadi terlihat nyalang kini meredup berganti dengan tatapan iba yang sangat aku benci. Aku tidak suka di tatap iba seperti seseorang yang memerlukan kasihan dari orang lain. Memang aku selemah apa sampai di tatap seperti itu huh ?!

"Jadi kau . . "

"Ya hyung, aku si bodoh ini sudah tahu semuanya. Terima kasih banyak telah melakukan sandiwara yang begitu apik hingga aku sendiri bahkan tidak mengetahuinya. Terima kasih sudah menjaga dan memperhatikanku. Biarkan aku menikmatinya sekarang"

Black Swan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang