Maba Syndrome. Ikhsan paling sering dengar istilah itu diberikan kepadanya oleh anak-anak satu kelas di mata kuliah Pengantar Manajemen. Definisi lengkapnya adalah sebutan untuk seorang mahasiswa baru yang 'kaget' dengan transisi antara masa SMA dengan masa kuliah, sehingga berusaha sebisa mungkin untuk terlibat dalam acara perkuliahan.
Jujur, Ikhsan tidak terlalu mempedulikan hal tersebut, tapi tidak menyetujuinya juga. Semenjak melangkahkan kaki di kampus idamannya, Universitas Sabda Palon, Ikhsan memilih mencari jati diri dengan mengikuti banyak kegiatan. Walhasil, baru satu semester terlewati, kenalannya sudah banyak.
Kalau maba lain pasti celingukan saat tiba di kantin, Ikhsan dengan mudahnya mencari tempat duduk dengan kenalannya dari kepanitiaan atau organisasi. Sama seperti siang ini, hari di mana dia sedang menginginkan ketoprak ciri khas kantin fakultasnya.
"Woey, Chan! Sini-sini, duduk!" panggil satu suara. Padahal baru dua langkah Ikhsan menghampiri kantin.
Ia mengeluarkan senyum, menghampiri satu meja beralas taplak plastik merah sponsor dari merek kopi. Kakak-kakak tingkatnya dari beberapa fakultas yang berbeda berkumpul, beberapa duduk tenang, beberapa lain mengawasi pagar kantin. Kalau-kalau ada maba cantik lewat, disitulah mereka akan beraksi.
"Wes ngumpul semua gini, ada apaan? Mau cabut nongkrong kah abis ini?" tanya Ikhsan. Lalu matanya menuju pada pria yang masih saja melihat ke arah pagar. Dia bergurau, "Gak usah diliatin terus pagarnya, Bang Malik. Maba udah pada pulang semua."
Malik berdecih dan berkata, "Idup gue gak soal cewek mulu kaleeee!"
"Tapi kan lo emang nungguin cewek, Bang," komen Setya, sambil menyeruput es kopi dari gelas plastiknya. "Lagi nunggu sodaranya itu dia, Chan. Mau ke sini nganterin HDD."
Ikhsan mengangguk. "Klasik banget, Bang Malik. Apa aja pasti kelupaan."
"Ada kok yang gak gue lupa."
"Apaan?"
"Ultah lo!" Malik pun berdiri di bangku panjang, bertepuk tangan sambil menyanyikan Happy Birthday, Ichan~ Happy Birthday, Ichan~ dan mengundang perhatian dari seluruh penghuni kantin. Ikhsan turut malu terhadap tingkahnya, apalagi Bintang ikut bersorak dan memeriahkan tingkah Malik. Fauzi bahkan mengiringi nyanyiannya dengan gitar.
Selesai lagu itu berkumandang, rambut Ikhsan sudah berantakan karena diacak bergantian oleh Dika dan Asta, Arjuna memeluk lehernya dari belakang. Raihan bahkan mencium pipinya sambl tertawa, dan Wisnu—yang harusnya paling anteng—terus menyuapi mulutnya dengan tahu jeletot. Setya dan Hansel masih berdebat tentang harus kemana Ikhsan menraktir mereka, sedangkan Satria dan Joshua memilih menelusuri kantong celananya untuk menemukan dompet.
It's a chaos, basically. Tapi tidak seribut saat mereka main permainan serigala dan domba.
Ikhsan berterima kasih kepada mereka, terutama Wisnu karena tahu jeletot yang dia makan ternyata enak. "Iya, soalnya cabenya gue sisihin semua," sahut Wisnu, menambah alasan Ikhsan untuk bersyukur memiliki teman-teman yang hancur tapi perhatian seperti mereka.
"Jadi, kemane nih kita makan?" tanya Hansel.
"Udah lah, pesta di kosan aja. Lo pikir 13 orang gini gak diusir kalo masuk kafe?" saran Asta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ichan & Ina's Infinite Playlist
Teen FictionBeberapa hal bisa kamu kaitkan dengan Ikhsan Lesmana; cara dia bercanda bersama 12 kakak tingkatnya, poni jabrik yang tidak pernah keliatan kering, atau tawanya yang kayak bebek. Menurut Katarina Soedira, Ichan─panggilan yang semua orang berikan kep...