"Demi Tuhan, ini mendung doang. Anginnya kagak lewat," keluh Ikhsan, menatap seluruh pemandangan kota yang terhalang dinding kaca. Peluh di pelipisnya kerap ia seka beberapa kali dengan jaket denim tua. Sesal melanda karena hujan dan hawa dingin tidak akan pernah datang.
Bentang gedung-gedung tinggi yang bertumpuk mengingatkan Ikhsan akan sebuah puzzle. Tidak sempurna, menunggu untuk dilengkapi bagian kosongnya. Namun tidak akan pernah lengkap juga, mengingat langit yang menjadi batasnya itu mustahil tergapai oleh balok-balok konkrit milik manusia.
Monoton, kotak-kotak itu... sekali lagi Ikhsan berkomentar. Ia tipe orang yang suka dengan hal-hal luwes yang 'hidup'. Sedangkan di kafe Bilik Berbicara yang sedang mereka tempati hari ini, satu-satunya yang luwes adalah meja lingkaran yang dijadikan alas laptop oleh perempuan di hadapannya.
"Nanti paling pas kita mau pulang langsung ujan. Suruh aja Malik nyalain AC," perintah Katarina, si oknum utama pemakai wifi kafe dan peminjam laptop sepupunya.
"Bakalan diomelin. Sodara lo medit kalo sama gue," adu Ikhsan, tangan mengambil gelas venti es frappucino yang memang tinggal es batu saja. Sudah kering, dimakan dahaga dan waktu menemani Katarina. Dua jam lewat sudah semenjak terakhir kali keduanya berdiri.
"Lo kurang galak berarti."
"Ya masa iya orang tua gue lawan."
"Malik bukan orang tua, dia cuma beda dua tahun sama kita." Katarina menggapai cangkir espressonya, menyeruput pelan kopi dingin itu sambil menikmati tiap pahit di lidah. Kemudian memandang aplikasi gambar dalam laptop dengan dominasi sudah terwarnai. Hampir selesai.
Tanpa Ikhsan yang duduk gabut di depannya, mungkin Katarina akan menyelesaikan gambar itu lebih lama lagi. Meski kadang si bujang sering melamun dan meratapi jalanan padat merayap di sisi kedai, sesekali menghitung jumlah mobil hitam yang ia komparasikan dengan jumlah mobil perak—iya seperti di akhir film animasi UP!, Ikhsan teliti perihal menempatkan Katarina dalam jadwal.
"Ngapain lo? Buka twitter lagi? Kan belom kelar gambarnya?"
"Lah, kok malah bukan AnoBoy?"
"INAAAA BURUAN KERJAIN JANGAN MALAH MAIN GAMES.CO.ID, GUE MAU PULANG!"
Omelannya lengkap dengan aktivitas menutup aplikasi Safari yang Katarina buka satu persatu.
Usaha pendisiplinan itu diberi upah berupa traktiran frappuchino dan sepotong cheesecake stroberi. Walau bukan traktir juga namanya, karena Katarina bisa memasukkan makanan tersebut ke jatah gratisan saudara, mengingat pemilik kafe ini masih keluarganya juga. Katarina hanya perlu mengurangi frekuensi kedatangannya, sebelum jatah gratisan tahun ini habis.
Instrumen gitar sederhana keluar dari pengeras suara yang tertempel di setiap sudut langit-langit. Hari itu temanya Maroon 5. Selera musik Malik memang berkutat pada band-band populer dengan lagu mudah ditangkap. Bruno Mars, Ariana Grande, Maroon 5, paling langka mungkin James Arthur; Katarina sudah hapal pula polanya.
Please, don't see~
Just a boy caught up in dreams and fantasy~
Adam Levine memang juara bila berbicara tentang membawa falsetto halus. Lagu Lost Star adalah satu bukti dari keahliannya itu. Gerak pena elektronik Katarina ikut melambat, ia menikmati. Sudah lama sekali semenjak terakhir kali ia memutar lagu ini.
Take my hand let's see when we wake up tomorrow~
Best laid plans sometimes is just a one night stand~
Ikhsan berpikir sesaat. Tangannya terbentang luas mencapai sisi meja Katarina. "Lo tau gak sih kalau atom pembuat bintang itu sama kayak atom manusia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ichan & Ina's Infinite Playlist
Novela JuvenilBeberapa hal bisa kamu kaitkan dengan Ikhsan Lesmana; cara dia bercanda bersama 12 kakak tingkatnya, poni jabrik yang tidak pernah keliatan kering, atau tawanya yang kayak bebek. Menurut Katarina Soedira, Ichan─panggilan yang semua orang berikan kep...