Staring at Ceilings For The Sake of You

525 116 22
                                    

Katarina menemukan dirinya terjebak lagi di antara lautan manusia. Malik, si oknum yang kerap membuatnya bersosialisasi, kai ini mengajak Katarina datang ke acara ulang tahun Dika dan Hansel.

"Come on, it'll be fun," yakin Malik.

Fun apanya. Katarina berakhir menghabiskan gelas ketiga es teh manis karena tidak mengenal siapa pun. Tentu, ada Kak Jihan dan Bang Dika, tapi dua-duanya sama-sama punya agenda mengayomi tamu sebagai salah satu orang penting dalam acara, sedangkan Malik tidak begitu bisa diandalkan kalau sudah bertemu Wisnu. Sepupunya akan membicarakan fotografi saja bersama lelaki berkacamata itu.

Sebenarnya dia tidak terlalu merasa sendirian, mengingat adanya Sally, angkatan 20 jurusan Sastra China, yang diundang oleh Arjuna. Sayangnya, Sally juga tipe anak yang memilih diam. Hanya Sally lebih beruntung karena Arjuna tidak pernah lupa untuk mengajaknya bicara.

Tidak berbohong, Katarina sedikit menunggu kedatangan Ikhsan; manusia berumur sebaya yang lain. Walau tidak menutup kemungkinan Ikhsan akan sama sibuknya, apalagi mengingat sifatnya yang sangat ramah itu, tapi setidaknya Katarina punya satu topik bicara baru bila bertemu dengan si termuda dari 13 bujang.

Ternyata Ikhsan memamg punya kebiasaan datang terlambat, Raihan mengonfirmasi hal itu. Benar saja, lelaki itu baru datang 10 menit setelah pesanan sudah sampai. Dia hadir dengan poni jigrak dan gaya baju 90-an seperti biasanya. Dia hadir dengan wajah datar dan semangat pudar yang seperti bukan dirinya.

"HBD, Abang-abang," sapanya, baru menaikkan sunggingan kecil. Ikhsan memeluk dua lelaki dengan topi mahkota mainan itu cepat, lalu memberikan dua buah kotak berukuran sedang pada mereka masing-masing. Dika menebak isinya baju, Hansel memilih yakin isinya buku. Ikhsan bilang bukan keduanya, isinya hanya kartu gaple yang dibungkus kotak besar. Tentu saja ia hanya bergurau.

Setelah dipesankan makanan, yaitu Nasi Wagyu Saos Mentega, Ikhsan memilih duduk. Tentu, dia memutuskan bahwa bangku kosong di sebelah Katarina adalah posisi yang cocok. Selain jauh dari keramaian, di depan mejanya juga banyak manakan yang perempuan itu tidak sentuh.

"Hai," sapa Ikhsan, menjatuhkan diri di bangku berkusion bulat sambil memainkan celana jins bolong-bolongnya. Katarina mengangguk kecil untuk sapaan itu. Ikhsan, dengan wajah datarnya yang sama, mengambil tahu bulat dari kresek sambil tetap melihat ke arah perempuan itu. Baju sabrina bermotif bunga-bunga berwarna merah muda yang dipakai Katarina cukup menarik perhatian. Selain karena tidak seperti gaya yang dia pakai saat pertama kali bertemu Ikhsan, tapi juga karena, "Gaya lo hari ini lucu."

"Jangan naksir," sergah Katarina.

"Padahal mau-mau aja gue naksir. Cuma kagak bisa kalo sama lo, kayaknya," gelak Ikhsan, menertawakan kenyataan.

"Aw, now I'm sad," gurau Katarina, dengan cemberut yang dibuat-buat. Dia menyeruput teh manisnya lagi sampai habis, dan langsung mengisi penuh dengan refill yang tersisa. Gelas keempat, Katarina datang.

"Sendirian aja dari tadi?" tanya Ikhsan, memperhatikan aktivitas Katarina yang tidak jauh dari mengisi gelas dan meminumnya. Mulutnya setengah penuh oleh tahu bulat yang sudah dikunyah.

"Iya, orang gak kenal siapa-siapa."

"Kenapa gak kenalan?" tanya Ikhsan lagi.

Katarina menggeleng. Dia mendekatkan diri ke arah telinga Ikhsan, jaraknya cukup untuk berbicara dengan nada berbisik. "Cangguuuuung." Kemudian ia bergidik ngeri.

"Oalah. Sini gue kasih tips," Ikhsan menjilat sisa minyak di jemari, kemudian memeperkan tangan berliurnya ke celana jins. Dia memperbaiki posisi duduk, menjadi sedikit membungkuk agar sejajar dengan tubuh Katarina. "Dari yang tua-tua dulu, ye. Kalau mau deket sama Bang Satria atau Kak Janna lo harus paham kampus sama politik, susah buat maba deket sama mereka tapi kalau mau jalur gampang, ngomongin anjing aja. Iya, Bang Satria muka serem tapi hatinya hello kitty.

Ichan & Ina's Infinite PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang