6. Anyone

2.4K 378 203
                                    

Jangan bilang kalian lupa ini ff yang mana,

Hahahhaha

Vote sama komen lah klen lappet... lappett...

Hiks...

Hikss...

Hiksss...

Hanya suara tarikan ingus yang terdengar. Dan hampir satu jam lamanya posisi mereka berdiri dengan Jennie yang masih menangis di pundak nya. Tak ada niatan mengakhiri momen tersebut. Mendengar bagaimana Jennie menangis dan mengetahui bahwa ia hanya hidup seorang diri tanpa sosok ibu lagi membuat hati Jisoo sedikit melunak.

Ingat! Hanya sedikit!!

"Apa-- Apa kau sudah merasa lebih baik?" Jisoo tak tahan lagi. Pundak nya benar-benar nyeri sekarang.

Jennie melepaskan pelukannya, ia menghapus sisa air matanya.

Cantik..

Mwo?? Ya Tuhan,, aku pasti sudah gila. Jisoo menggeleng kuat.

"naneun gwaenchanh-a. Gomawo."

Jennie menghela nafas berat, kemudian ia kembali duduk di bangku taman.

"Kenapa kau jadi tiba-tiba baik seperti ini?"

Pertanyaan itu sukses membuat Jisoo bungkam. Yaa,, kenapa dia menjadi baik seperti ini?

"Seingat ku, kau baru saja memaki dalam kurun waktu satu jam."

"ck.. tadi nya aku juga ingin memaki mu. Bahkan aku ingin membunuh mu. Tapi, melihat bagaimana kau menangis sembari memanggil eomma mu, aku sedikit melunak."

"Aku tidak butuh belas kasihan mu."

"Well, seperti nya kita tidak beda jauh. Hanya saja beda nya, aku sedikit lebih beruntung karena Appa masih ada disini. Menemani ku--"

"Tidak. Kau bahkan jauh lebih beruntung. Setidaknya kau memiliki keluarga, you're not alone. Like me."

"Bisa aku bertanya sesuatu?"

"Tidak. Jangan bertanya apa-apa pada ku."

"Apa itu alasan mu memilih jalan ini?" Ia tetap bertanya meskipun Jennie mengatakan tidak tadi.

"Kau penasaran? Untuk apa? Semakin mengasihani ku begitu?" Ia mencecar Jisoo dengan banyak pertanyaan. Menatap tajam pada kedua mata Jisoo.

"Kemana Jennie yang tadi menangis di pelukan ku? Cih,, kau sangat menyebalkan." Dengus Jisoo sinis.

"Dulu, oppa hampir menabrak ku--"
"Jangan memanggil nya oppa." Potong Jisoo

"Fine,, dulu si brengsek itu hampir--"

"Yak! Bukan berarti kau harus melabeli nya seperti itu."

"ck Ya Tuhan.. seriously?" Jennie memutar bola matanya malas. "Dua tahun lalu Kai hampir menabrak ku. Saat aku berlari kencang begitu mendengar kabar eomma  pingsan. Saat itu aku bekerja di sebuah cafe. Dan tentu saja pikiran ku melayang pada eomma. Jadi tanpa memperhatikan sekeliling ku, aku hampir saja mati di tengah jalan." Jennie diam sejenak. Sekelebat bayangan masa lalu mulai saling beradu di otak nya.

"Oppa lelaki yang baik. Sangat baik, dulu nya. Akhirnya dia mengantar ku ke RS. Yang berakibat hilangnya nya proyek besar nya. Ku pikir ia akan marah, tapi justru katanya eomma jauh lebih penting daripada sekedar proyek. Padahal itu kali pertama kami bertemu. Dan jujur saja, aku kagum saat itu."

Wanita SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang