Setelah mengisi perutnya dikantin Vian dkk kembali ke kelasnya yang masih lumayan sepi.
Vian duduk disamping Arlata dan Nizart duduk dibangku belakang sendirian.
"Gue keknya kenal deh sama tuh cewe," ucap Nizart tiba-tiba berdiri dari duduknya seraya bersender dimeja Vian.
Arlata hanya diam, kini fokusnya hanya dengan game yang sedang ia mainkan. Sedangkan Vian menaikan sebelah alisnya tak mengerti dengan apa yang diucapkan Nizart.
"Cewe yang tadi. Gue tau siapa dia," Nizart yang mengerti arti dari tatapan Vian, ia pun memperjelas ucapannya.
"Siapa?" tanya Vian.
"Kalo gak salah dia itu dulu bestfriendnya si Diky, tapi sekarang gak tau kenapa mereka kek yang berubah gitu," terangnya. Maklum saja Nizart tau mengenai hal itu karna dia dulu sering sekali melihat kedekatan Diky dan Nala. Di tambah dengan mereka masuk dengan eskul yang sama.
"Oh cewe itu, btw gue cuma kenal mukanya dong tapi gak tau namanya," sama seperti Nizart, Vian juga tau tentang ini.
Walaupun dulu Vian tak mengenal Nala tapi ia tau gadis itu, karna beberapa kali dulu Nala sering berinteraksi dengan Diky yang notabenenya adalah temanya juga.
"Gue sempet tau sih namanya tapi gue lupa," ucap Nizart.
"Udah sih lupain aja. Lagian nggak penting juga bahas dia," kata Vian.
Nizart mengangguk dan kembali kebangkunya. Ia monoel punggung belakang Arlata yang masih fokus dengan gamenya. Memang begitulah Arlata jika sudah seperti itu ia akan fokus tanpa peduli sekitar. Beda cerita kalo lagi ada bencana alam, boro-boro fokus main game, niat untuk memainkannya saja tak ada.
"Betah banget lo hyung."
"Bodo amat," balas Arlata tanpa mengalihkan pandangannya.
Vian berdiri dari duduknya menuju pintu masuk kelas, lalu ia hanya berdiri dipintu sambil menyenderkan punggungnya ditembok samping pintu.
"Amara," sapa Vian saat Amara datang memasuki kelas, ya memang Vian tadi sedang bertukar pesan dengan Amara setelah obrolan singkatnya bersama Nizart. Dan saat Amara memberi tau bahwa ia akan kembali kekelas, Vian langsung berjalan kearah pintu kelas.
"Iyaa Vian," jawab Amara menatap Vian dan kembali berjalan menuju bangkunya, Vian mengikuti Amara sampai ketempat duduk gadis itu.
Saat sudah sampai Vian menatap kearah teman Amara menyuruh agar gadis itu tak duduk disebelah Amara, gadis itu hanya menurut dan bergabung dengan temannya yang lain. Vian tersenyum senang dan duduk disebelah Amara.
"Mau pulang bareng gue lagi gak?" ucap Vian sambil menaruh wajahnya dimeja dan menatap Amara.
"Gak ah pulang bareng lo berasa pulang bareng siput tau nggak," balas Amara. Pasalnya kemarin saat ia pulang bersama cowo itu, Vian mengendarai motor dengan kecepatan yang sangat lamban. Sampai-sampai bapak-bapak yang naik sepeda saja bisa menyalip mereka.
"Ya karena itu agar kita terhindar dari yang namanya tragedi kecelakaan dijalan," ucap Vian enteng.
"Alasan, bilang aja lo mau lama-lama sama gue," Amara ikut menyamakan posisinya dengan meletakkan wajahnya dimeja.
"Kalo iya kenapa hm?" tanya Vian sambil menunjukan pesonanya dan makin memperdalam tatapan mereka.
Pipi Amara sekarang sudah merah bak kepiting rebus, bagaimanapun juga ia hanyalah seorang wanita.
"Lo ... lo natapnya gak usah kek gitu dong, kan gue jadi salting," terang Amara mengangkat wajahnya.
"Ah ciee salting," ucap Vian dan ikut mengangkat wajahnya, "katanya dah kebal sama tatapan dan pesona gue yang bisa bikin cewe pada kejang-kejang mendadak." lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANTAS KAH?
RandomCERITA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN SAYA SENDIRI. Ini cerita cinta dan hidup seorang gadis. Gadis yang menyimpan banyaknya luka, dia mencintai salah satu pria di sekolahnya. Pria itu cukup populer di sekolahnya. Dan apakah gadis itu juga wanita yang po...