PART-6

13 7 1
                                    

"Apa ini emang salah gue?" Nala bertanya kepada dirinya sendri.

Saat ini Nala sedang tidak fokus dan lebih memilih menaruh bukunya dimeja. Pandangan mata yang lurus kedepan, sekarang pikiran Nala dipenuhi oleh kejadian dulu. Dimana saat itu hubungan ia dengan Diky masih baik-baik saja, mereka tidak menjalin hubungan spesial hanya sebatas seorang teman biasa. Dan ia sangat rindu dengan sosok wanita yang sudah ia anggap sebagai Kakaknya sendiri. Orang itulah yang mempunyai hubungan spesial dengan Diky.

"Gue kangen lo kak. Cepet pulang ya." Ucapnya dengan raut wajah senduh.

****
"Mau kemana lo?" Tanya Arlata yang tengah duduk dibangkunya dan menatap Vian yang sudah siap berdiri dari posisi duduk.

"Mau keperpus, balikin nih buku." Ucapnya seraya menunjukkan buku yang sedang ia pegang.

"Tumben biasanya juga nitip ke orang." Ucap Nizart.

"Lagi rajin gue." Vian pun keluar kelas menuju perpustakaan.

Vian bersiul disepanjang perjalanan menuju perpustakaan. Saat ada yang menyapanya Vian balas dengan senyuman.

Saat ini ia memasuki pintu perpustakaan, ia berjalan mengelilingi setiap rak. Keadaan perpustakaan saat ini sangat sepi.

"Ini buku ditaruh dirak yang mana ya?, gue lupa lagi." Ucapnya masih mengelilingi rak.

"Apa gue taruh asal aja ya. Lagian gada penjaganya juga." Vian melihat ruangan perpustakaan. Tatapannya kini terhenti saat ia melihat seorang gadis sendirian yang tengah membaca buku.

"Nah loh ada orang. Gue minta bantuan dia aja kali yak." Tanpa berpikir panjang Vian langsung menghampiri gadis tersebut yang tak lain adalah Nala.

"Punten boleh minta tolong gak?." Ucap Vian saat sampai didepan Nala.

Nala mendongak saat menyadari ada yang memanggilnya. Ia terdiam sebentar, jujur saat ini Nala sangat terkejut. Ia langsung mengubah raut wajahnya keterkejutannya.

"Ya, mau minta tolong apa?" Tanya Nala.

"Eum ... jadi gini gue mau ngembaliin nih buku. Tapi gue lupa letak raknya dimana." Ucap Vian dan menunjukan buku yang ia maksud tak lupa ia juga tersenyum.

Ah rasanya Nala ingin bertiak saat ini. Ia mati-matian menahan senyum detak jantungnya kini sudah tak beraturan. Senyuman yang sangat manis.

Nala mengangguk, "gue tau kok, yaudah sini biar gue aja yang naruh."

Vian lantas memberikan buku itu yang langsung diterima oleh Nala.

"Thanks ya." Ucapnya sambil tersenyum dan pergi meninggalkan Nala.

Sebelum itu Nala mengangguk dan membalas tersenyum juga yang mana memperlihatkan lesung pipi yang berada dipipi kanannya.

"Emang ya, gak salah gue suka sama cowo kayak dia. Udah ramah, baik, murah senyum pula." Ucapnya sambil mengingat senyuman Vian yang begitu memikat baginya.

"Tapi karna itu juga gue gak bakal bisa dapetin dia. Banyak cewe cantik dan lebih baik yang suka sama dia." Nala berjalan ke rak buku untuk mengembalikan bukunya dan buku Vian.

"Sedangkan gue? Cantik enggak, baik?, gue juga gak tau gue orangnya baik apa enggak. Gue berani suka sama lo yang jauh diatas gue. Dan gue cuma modal semangat doang buat dapetin lo." Ucap Nala berjalan meninggalkan ruangan perpus.

Nala berjalan dikoridor kelas 11, ia berjalan seperti biasa tanpa menundukan wajahnya. Pandangannya lurus dan memasang wajah datar.

"Mukanya biasa aja dong. Tambah jelek'kan jadinya." Ucap Siswi yang berpapasan dengan Nala.

Nala tak menghiraukan itu ia tetap berjalan tanpa memperdulikan tatapan dan ucapan murid yang tengah berpapasan dengannya.

"Pacar lo tuh lewat." Ucap cowo yang sedang bersender di dinding bersama kedua temannya.

"Anjayani lo pacaran sama si burig?" Tanya cowo yang ditengah dan tertawa.

Nala terus berjalan tanpa melirik mereka sedikit pun.

"Mending ngejomblo dari pada pacaran ma dia." Ucap cowo yang disebelah kiri dan menatap Nala jijik. Seakan-akan Nala adalah hewan yang sangat menjijikan yang pantas untuk disingkirkan.

Mereka bertiga terus tertawa dan menjelek-jelekan Nala.

Walau sudah melewati mereka bertiga Nala masih bisa mendengar gelak tawa mereka yang pastinya menertawakanya.

Bukankah mengejeknya sama saja dengan mengejek ciptaan Tuhan?

Nala tidak ingin dilahirkan dengan memiliki wajah yang seperti ini. Jika ia bisa memilih ia ingin sekali seperti wanita cantik. Tapi apa boleh buat ini sudah menjadi takdirnya yang artinya mau tidak mau ia harus menerimanya. Walaupun begitu Nala masih bersyukur karna ia masih diberi anggota tubuh yang lengkap dan tak ada penyakit.

Bukanya yang jelek juga bisa menjadi cantik?. Begitupun dengan manusia, banyak kok yang dulunya jelek sekarang menjadi cantik tapi tentu dengan adanya usaha dan bersabar untuk menunggu hasil yang diinginkan. Karna didunia ini tidak ada yang instan, mie yang katanya instan aja harus kita rebus dulu baru bisa dimakan.

Nala juga bisa menjadi cantik begitupun dengan wanita lain. Kita hanya perlu berusaha dan menunggu hasilnya. Karna usaha tak pernah menghianati hasil, dan asal kita yakin dengan apa yang kita usahakan.

Nala memasuki kelas yang saat ini masih tak ada guru yang mengajar.

"Udah selesai?" Tanya Lidya saat Nala sudah duduk dibangkunya.

Nala mengangguk, ia melipat tanganya dimeja dan melatakan kepalanya diatas lipatan tangannya.

"Ntar malem lo nginep di rumah gue ya?" Lidya menyikut sikut Nala. Ya memang Nala sering sekali menginap dirumah Lidya.

"Kenapa?" Tanyanya. Biasanya jika seperti ini Lidya ada maunya.

"Ntar malem'kan malem minggu terus besoknya kita bisa jogging bareng," Lidya cengengesan, "sekalian lo temenin gue. Soalnya tadi Faris ngajak gue ketemuan."

"Malem?".

"Iya. Lo tau sendiri'kan gimana orang tua gue, gue pasti dilarang keluar malem kalo gada yang temenin. Masa iya gue ketemuan sama pacar ditemenin sopir." Ucap Lidya. Kedua orang tua Lidya memang begitu karna mereka khawatir dengan anak satu-satunya terlebih anak mereka adalah seorang gadis.

Nala berpikir sejenak untuk menerima ajakan sahabatnya.

"Kalo gue perginya sama lo pasti gue dibolehin. Mau ya." Lidya berucap dengan nada memelas.

Akhirnya Nala mengangguk menerima ajakan sahabatnya. Karna ia pikir apa salahnya membantu Lidya yang saat ini tengah membutuhkannya. Toh Lidya juga sudah banyak membantunnya.

Lidya mencubit pipi Nala, "makasihhh." Ucapnya.

Nala melepaskan tangan Lidya dari kedua pipinya dan mengangguk.

"Yaudah pulang sekolah lo bareng gue aja. Hari ini lo gak bawa sepeda'kan?." Tanya Lidya.

"Iyah enggak." Ucap Nala. Hari ini Nala memang berangkat menggunakan angkot dan tak memakai sepedanya.

Lidya tersenyum dan mengangguk-angguk. Tak lama setelah itu masuklah seorang guru yang mengajar fisika.

"Assalamualaikum anak-anak." Guru itu masuk dan seketika raut wajah kecewa muncul dari para murid kelas 11 IPS 2 mereka kira kelas akan free sampai bel istirahat bunyi.

"Waalaikumsalam bu." Jawab semua murid.

"Padahal tinggal satu jam lagi istirahat. Kenapa harus masuk sih." Ucap Lidya kecewa.

"Ya karna emang udah jadwalnya." Balas Nala. Lidya menghela nafas kasar.









                         √TBC√

Annyeong aku update. Adakah yang nungguin cerita ini up?

Okey intinya jangan lupa buat vote dan comen. Makasih buat kalian yang udah mau baca cerita ini.

Maap kalo ada typo.

See you next part💓.

PANTAS KAH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang