Don't forget to voment:)
Dengan begitu tergesa gesa, Jihra keluar dari cafetaria itu. Setelah beralasan pada Junhe untuk pergi meninggalkannya. Langkahnya terburu buru dengan mata yang kian memerah menahan isak tangis yang ditahnnya mati matian. Tepat saat ia berhasil keluar dari balik pintu kaca itu, langkahnya terhenti. Sumber semua ini berada tepat didepannya. Yang kini menatapnya bingung. Saling mengenal sejak kecil mungkin membuat seseorang didepannya ini terlalu peka untuk mengerti bahwa Jihra sedang tidak baik baik saja.
"Ji. Kau oke?"
Gadis itu sempat berdecih. Dan berniat tuk berlalu pergi. Namun pergerakannya kembali tertahan kala Jimin, menahan pergelangan tangannya.
"Jihra. Ada apa?"
Tidak. Membalas tatapan Jimin saja dia tak sanggup. Bisa bisanya Jimin membohonginya. Dan hal terbodohnya, mengapa dia bisa tertipu? Lagi?
Bersamaan dengan perasaannya yang hancur, Jihra menarik paksa tangannya dari cengkraman Jimin.
Sikap pura puranya tak dapat lagi ia tahan. Pura pura kuat, pura pura tak peduli, semua itu biar saja Jimin sadar akan itu. Dia terbelalak di tempatnya."lepaskan aku!"
Dengan mata yang memerah itu dia pergi. Meninggalkan Jimin tanpa memberinya jawaban sedikitpun. Pun dengan berbagai pertanyaan yang bersarang di pikirannya.
"Jimin. Kau baru saja sampai?"
Tepat setelah itu. Seketika Jimin mengerti apa yang sedang terjadi. Dia menghela berat. Kepalanya terasa seperti ditusuk."ayo aku antar."
***
Setelah semua kekacauan ini. Setidaknya Jihra masih bisa berfikir jernih tuk menyetir dengan aman dan selamat sampai di apartemennya. Namun setelah itu ia kembali kacau. Mengingat bagaimaan Junhe menjelaskan hubungannya dengan Jimin. Baginya, itu terdengar memuakkan.
Sudah lima tahun katanya?
Ada yang pernah bilang, apa yang kau dengar tak semuanya harus dipercaya. Kau harus bisa membedakan setiap omongan orang itu benar atau tidak, karena ada juga yang berbicara sesuai kenyataan tetapi tak cukup dipercaya bahkan sampai menangis sekalipun omongannya tetap tak bisa dipercaya, tetapi ada pula orang yang asal bicara. Tak disaring terlebih dahulu. Asal. Bahkan ekspresinya saja tak bisa dipercaya. Intinya omongannya palsu, tapi meski begitu dia dipercaya. Kenapa bisa begitu? Bingung? Mungkin itu yang sedang dirasakan Jihra sekarang.
Seharusnya ia sadar, lima tahun yang lalu Jimin pergi bukan hanya karena debutnya. Melainkan dia sudah memiliki gadis lain yang lebih tepat untuknya. Itu adalah sebuah penekanan. Tangisnya saat ini bukan hanya tentang Jimin yang menghianatinya, namun juga tentang Jimin yang tega mendekati gadis lain bahkan menciumnya disaat kekasihnya sedang menjalani kontrak kerja di luar negeri sana. Bukankah Park Jimin itu sangat sangat brengsek?
Di atas sofa miliknya, Jihra memeluk kakinya dan entah sejak kapan air mata membasahi pipinya. Seharusnya ia tak terkejut, seharusnya dia tak peduli, namun mengingat sebuah fakta bahwa Jimin mempermainkannya, mengatakan bahwa perasaannya masih untuknya membuat perasaannya kembali hancur. seharusnya dia benar benar percaya bahwa jimin sedang mabuk berat saat itu. Dan kembali mempercayai kenyataan. Bahwa hubungan mereka memang tak akan bisa kembali seperti dulu lagi.
Sekalipun Jihra meyakini itu, dengan sangat, ia mohon untuk tidak mengacaukan perasaannya lagi. Lelah. Apakah Jimin tak tahu pendeskripsian dari kata lelah itu sendiri? Oh mungkin. Mungkin saja dia tak tahu. Dia tak pernah merasakannya. Karena dialah yang melakukan itu semua.
Bell apart tiba tiba saja berbunyi dengan sangat berisik. Bisa ditebak seseorang dibalik pintu itu menekannya tak sabaran. Dan itu sukses membuat Jihra terbuyar dari lamunannya. Siapa yang melakukan itu? Yang bisa sampai kesitu pastilah seseorang yang sudah melakukan pemeriksaan ketat di lantai bawah sana. Namun tetap saja itu membuat Jihra sedikit was was. Ia bangkit dari duduknya, dan mencoba mendekat ke arah pintu itu. Ia menghela dan kemudian membuka pintu tersebut.
![](https://img.wattpad.com/cover/183201265-288-k651973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Come Back? [PJM]✔️
Fanfic[ SUDAH TAMAT ] "Satu kebahagiaan yang tak pernah terbayang dalam hidupku adalah bertemu denganmu, lelaki yang membuatku selalu rindu dan jatuh cinta. Bahkan dengan kata-katamu yang luar biasa, mudah menggoreskan senyum dibibir ini. Yah, namun itu d...