Chapter 25

481 50 13
                                    

Don't forget to voment :)

Enjoy it!

Junhe duduk melamun di kursinya. Dia kembali murung padahal beberapa menit yang lalu ia terlihat begitu ceria dengan kehadiran Jihra yang sempat menemaninya.

Aneh, Junhe itu, bukanlah tipe orang yang mudah dekat dengan orang yang baru dikenal. Dia begitu menjaga jarak. Namun kehadiran Jihra membuatnya tenang dan nyaman. Bahkan kedatangannya tadi berhasil membuat mood buruknya hilang seketika. Dan itu tak berlangsung lama karena katanya dia harus mengurus sesuatu dengan managernya kemudian pamit meninggalkannya. Sebenarnya kedatangannya disini bukan hanya untuk itu.

Sang kekasih, Park Jimin menyuruhnya datang. Jujur, sebenarnya dia sedang kesal dengan pria itu. Dia sangat aneh. Tak seperti yang dulu ia kenal. Sikapnya cuek, jarang mengabarinya atau sekedar membalas pesannya. Kecuali jika di spam telpon, baru pria itu mau menganggkatnya karena terganggu.

Hell, apakah mereka sedang bertukar peran?

Namun sekesal apapun, Junhe tak pernah berfikir macam macam tentang kekasihnya. Dia percaya dengan pria yang bernama Park Jimin itu. Alasan kekesalannya hanyalah tentang park Jimin yang selalu sibuk bekerja dan terkadang mengabaikannya. Hanya itu--yang ia tahu mungkin,

Hey, Jun, kau salah besar.

Ia mencoba untuk mengalah. Mungkin Jimin sedang lelah dan kurang istirahat. Mengingat saat ini dia sedang dalam project collab dengan Lee Jihra. Pagi tadi Jimin menelponnya. Namun tak ia angkat karena pikirnya, Jimin hanya sedang tidak enak hati padanya. Panggilan itu berlangsung beberapa kali, karena jengah, ia pun mengangkatnya dan sampailah ia disini.

Ia sungguh bosan. Menunggu Park Jimin yang tak kunjung menampakkan diri. Padahal katanya dia hampir sampai. Ia melirik jam di ponselnya kemudian menghela nafas. Pasalnya satu jam lagi dia ada pertemuan dengan direktur majalah Vogue yang akan bekerja sama dengannya. Konyol sekali jika ia telat hanya karena Park Jimin yang melupakan janjinya. Ia bangkit, mengambil tasnya dan berniat untuk pergi. Baru saja ia memutari meja untuk sampai ke pintu keluar,

"Junhe, maafkan aku."

Gadis itu diam kemudian menghela nafasnya  pelan. Akhirnya Jimin datang juga. Ia terlihat begitu tergesa gesa, nafasnya tak teratur di tambah keringat yang menyucur di sekitar dahi.

"Kupikir kau tak datang, kau lari?"

Jimin mengangguk samar kemudian jalan memdekat sampai jarak mereka sekitar satu meter.

"tadi ada urusan mendadak, maaf. Apakah kau sudah menunggu lama?" Junhe menggangguk.

"Jadi kau ada perlu apa?" tanyanya dengan senyum manis seperti biasa. Padahal perasaannya tak begitu. Sudah di bilang, Junhe itu adalah gadis yang terlalu percaya dengan kekasihnya. Ralat. Sebenarnya dia juga sedikit ragu namun ia berusaha mati matian untuk tak berfikir buruk tentang kekasihnya. Sekalipun ada, ia akan berpura pura tak tahu. Selagi itu tak membuat hubungan mereka kacau. Lagi pula Jimin tak pernah meyakinkan dirinya untuk tak percaya dengan rumor rumor buruk tentang dirinya yang tersebar. Ia percaya itu karena Jimin tak merasa pernah mengungkitnya. Maka tak ada lagi yang perlu di ragukan.

Lalu bagaimana dengan Park Jimin? Sosok yang begitu di percaya kekasihnya itu? Tentu. Seharusnya begitu jugakan?

Junhe itu cantik. Wujudnya begitu sempurna. Hidungnya tinggi, kulit putih bersih dengan bibir yang berwarna merah lembab, tubuhnya tinggi dengan segala aset yang tak perlu di ragukan lagi. Dia juga adalah gadis yang ramah tamah.

Hey! Siapa yang tak mendambakannya?

Dan sekarang? Gadis itu adalah milik Jimin. Miliknya.

Namun dari fakta fakta itu, ada satu hal mencengangkan yang begitu apik. Sebuah kenyataan yang hanya Park Jimin yang merasakannya.

Why Come Back? [PJM]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang